Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPAK bola bukan matematika. Sulit diramal. Kendatipun penampilannya meyakinkan, belum diperoleh jaminan bahwa satu tim akan memenangkan turnamen, apalagi turnamen akbar Piala Dunia ini. Terlalu banyak aspek yang menentukan. Denmark dan Brasil masuk kotak sekalipun sebelumnya menjadi favorit dengan penampilan attacking football. Lebih mengherankan lagi Spanyol, yang mengalahkan Denmark dengan angka mencolok 5-1, harus masuk kotak pula karena kalah adu penalti setelah perpanjangan waktu, melawan Belgia. Dari keempat semifinalis, hanya Argentina yang menjadi juara pool. Sementara itu, Jerman Barat dan Prancis runner-up, dan Belgia nomor 3. Mengapa keempat tim itu mampu masuk semifinal? Belgia Melihat penampilan Belgia di ronde pertama, tak seorang pun mengira tim ini akan lolos ke semifinal. Karena penampilannya sederhana. Lebih mengutamakan pengorganisasian pertahanan yang rapi, kemudian baru menyerang. Menghadapi lawan kuat malah semua pemainnya mundur ke daerahnya. Baru mulai berpikir mengadakan penyerangan kalau bola sudah direbut dari lawan. Kalau kedudukan masih seri, pola menyerang pun sederhana. Biasanya cukup dengan menugasi kedua ujung tombaknya di depan, Nico Claesen dan Danny Veyt, untuk menyelesaikan serangan, karena keduanya sering mendapatkan umpan-umpan jauh dari belakang. Kemudian mengharapkan kecepatan dan kemampuan teknik Kapten Jan Ceulemans dengan dribbling-nya hingga dapat memecahkan pertahanan lawan, kemudian memberikan operan kepada kedua ujung tombaknya itu atau kepada kedua wingback-nya yang kadang-kadang ikut menyerang. Kalau ketinggalan gol, taktik Belgia berubah. Meningkatkan kecepatan bermain dengan lebih banyak memberikan umpan-umpan bola atas di depan gawang lawan kemudian berduel di udara. Jarang bermain dengan umpan-umpan pendek. Melawan Rusia dengan kemenangan 4-3, keempat golnya adalah hasil dari umpan bola-bola atas. Melawan Spanyol pun demikian. Bola yang disundul Kapten Jan Ceulemans adalah umpan melambung dari sudut kiri. Kadang-kadang permainan Belgia membosankan dan tidak enak ditonton. Namun, bagi Belgia yang terpenting adalah bagaimana memenangkan turnamen. Jerman Barat Penampilan tim asuhan Kaiser Beckenbauer ini pun tidak begitu meyakinkan, dalam ronde pertama. Seri 1-1 melawan Uruguay, menang dari Skotlandia 2-1, tapi kalah 2-0 ketika melawan Denmark. Dalam perdelapan final mengalahkan Marokko, hanya melalui tendangan bebas menit ke-43 babak kedua dan di perempat final mengalahkan tuan rumah Meksiko melalui tendangan penalti. Dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Jerman Barat tumpul dalam penyerangan. Lima kali penampilan Jerman Barat membuktikan bahwa pengorganisasian penyerangan Jerman Barat kurang bervariasi. Kekuatan dan kelebihan tim Jerman hanya pada fisik, stamina, dan speed. Kemampuan teknik individu pemain baik kurang diwujudkan dalam variasi kombinasi penyerangan, dan kadang-kadang dalam pertahanan. Dengan demikian, kadang-kadang timbul kurang rasa percaya diri. Hal ini dapat kita lihat dalam pertandingan Jerman Barat melawan Marokko dan Meksiko. Prancis Juara 1984 (Eropa) ini maju dengan meyakinkan ke semifinal. Penampilan Prancis menunjukkan grafik menanjak. Penampilan di ronde pertama kurang mengesankan, membuat orang hanya melihat sebelah mata kepadanya. Power penyerangan kurang, membuat orang kurang menjagoi Prancis, kendatipun ia juara Eropa. Namun, Prancis datang dengan penuh percaya diri. Keributan tak berarti antara Platini dan pelatihnya dapat diatasi. Cukup menjadi juara kedua dalam grup di ronde pertama. Prancis mulai tampil meyakinkan. Mengalahkan tim yang tidak kepalang tanggung. Juara Dunia Italia dikalahkan 2-0, dan favorit Brasil harus masuk kotak sekalipun melalui tendangan penalti. Memiliki pemain-pemain dengan teknik individu yang tinggi, Prancis dapat mengatur irama permainan. Tim ini mengetahui kapan harus bermain cepat dan lamban. Di bawah pimpinan Kapten Platini, irama permainan tetap dikendalikan. Memainkan pola Amerika Latin, yaitu bola bergerak dari kaki ke kaki diselingi umpan jarak jauh, dikomando Platini dengan sangat akurat. Pertahanannya cukup terjaga. Kedua wing back-nya kendatipun bertubuh pendek menurut ukuran Eropa, lincah, cepat membantu serangan, dan cepat bertahan. Mereka berdua sulit untuk dilewati. Menghadapi Italia, M. Amoros yang berposisi back kiri telah melaksanakan tugasnya dengan baik sekali sehingga Altobelli dibuat tak berperan. Begitu pula kedua gelandangnya. Saling melapis dan pintar membaca permainan. Keampuhan Prancis sebenarnya terletak pada keempat gelandangnya: Platini, Tigana, Giresse, serta Louis Fernandez. Argentina Satu-satunya tim Amerika Selatan yang bertahan. Tim ini sedikitnya bisa mencapai final. Penampilannya meyakinkan. Dimotori Kapten Maradona, Argentina tetap memainkan pola Amerika Selatan: akurat dalam operan pendek kepada teman yang dijaga lawan. Semuanya pintar mencari posisi untuk mendapatkan bola. Tanpa mengurangi kemampuan pemain lainnya, Maradona memang luar biasa dalam berperan untuk memenangkan pertandingan. Maradona tidak seperti 4 tahun lalu. Kini ia sudah dewasa dan berani. Ia bukan saja sebagai otak serangan, tetapi juga sebagai penjelajah. Terkadang berfungsi ujung tombak, tapi sering beroperasi di sektor kiri dan kanan, malah kadang-kadang turun sampai ke belakang. Bukan saja sebagai pemberi umpan atau pembagi bola, tapi juga sebagai pencetak gol. Menggunakan sistem 4-4-2 kedua ujung tombaknya, J. Burruchaga dan J. Valdano, cukup berbahaya. Lari cepat, pengolahan bola baik, pintar mencari posisi di daerah penalti untuk menerima operan-operan bola umpan terobosan. Kalau Maradona bertindak sebagai ujung tombak, maka salah satu dari keduanya turun bertahan menggantikan posisi Maradona. Pertahanan Argentina memang kurang solid. Apabila mendapatkan serangan, teristimewa dari kiri dan kanan, mereka agak panik. Gol terjadi untuk Inggris adalah akibat serangan dari daerah tersebut. Dua pola permainan yang berbeda akan terlihat dalam pertandingan Argentina-Belgia, pekan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo