SEMENJAK Piala Dunia berlangsung, Velibor Milutinovic, 42, menjadi orang penting di Meksiko. Ke mana-mana dia selalu dikawal oleh petugas sekuriti dari kepolisian, dan namanya menjadi buah bibir di mana-mana. Tak berlebihan kalau disebutkan saat ini nama Bora (begitu dia dipanggil orang Meksiko. "Saya sendiri tak tahu mengapa dipanggil begitu, tapi karena panggilan cukup akrab, saya terima nama itu," katanya, sambil tersenyum) lebih banyak disebut orang daripada nama Presiden Meksiko, Miguel De La Madrid. Ini karena ia berhasil kembali membangkitkan kebanggaan orang Meksiko akan tim nasionalnya. Pada mulanya pengangkatan Bora menimbulkan banyak reaksi. Sebab, meskipun sudah sejak tahun 1975 berada di Meksiko sebagai pemain klub Universidad Nacional dan kemudian menjadi pelatih di klub yang sama, toh Bora tetap warga negara Yugoslavia. Isu yang hangat ialah, mengapa diangkat pelatih asing, sementara pelatih pribumi begitu banyak. Tapi Bora jalan terus. Bora memang keluarga yang dekat dengan sepak bola. Kakaknya, Milutiv Milutinovic, selain bekas pemain nasional Yugoslavia, kini menjadi pelatih nasional di negerinya. Bora cukup kenal nama Tony Poganik, bekas pelatih tim nasional Indonesia, yang terkenal itu. "Kakak saya adalah anak didik Tony," katanya. Tampaknya, karena mendengar nama Tony Poganik-lah, Bora bersedia menerima wartawan TEMPO, Amran Nasution, dan Sinyo Aliandoe, untuk sebuah wawancara khusus. Selama sekitar dua jam, Rabu pekan lalu, Bora menerima wartawan TEMPO. Malah mengundang makan bersama para pemain Meksiko, termasuk Hugo Sanchez, di markas mereka di Toluca, 50 km di luar kota Meksiko. Tempat pemusatan latihan milik perusahaan susu Nestle yang berupa wisma dengan halaman seluas 2 ha itu terasa terasing karena berpagar tinggi dengan pintu besi tinggi dan tertutup rapat. Pos di depannya dijaga pasukan polisi bersenapan. Tapi wawancara berlangsung akrab. Bertubuh tinggi dan atletis, dengan rambut menutup seluruh kening, Bora ternyata cukup ramah dan mudah senyum. Berikut ini petikan wawancara: Penampilan tim Meksiko di Piala Dunia tak terlalu buruk sekalipun gagal masuk semifinal. Menurut Anda bagaimana? Pada tiga penampilan terdahulu, saya sendiri belum puas. Tampaknya, para pemain tegang menghadapi publik. Anda tahu, di Meksiko, sepak bola bukan sekadar olah raga. Sepak bola larut di dalam emosi publik yang selalu ingin menang. Tapi tim Anda bermain baik ketika mengalahkan Bulgaria di perdelapan final? Kami mendapat dukungan penonton. Bagi kami dukungan itu amat penting. Karena itu, problem utama kami bukan bermain, tapi berusaha mendapat dukungan penonton. Kalau tidak, itu merugikan kami. Setiap kali Meksiko bertanding, suporter Anda begitu bergelora, dan setelah Anda menang, mereka berpesta semalam suntuk di tengah kota. Apa yang terjadi ketika Meksiko kalah? Kelakuan para suporter itu normal. Mereka bersedih hati ketika kami kalah. Semua ingin menjadi juara dunia, tapi kita harus obyektif. Adalah sebuah mimpi dan sensasi luar biasa kalau sekarang Meksiko menjadi juara dunia. Tapi sepak bola memang lucu. Anda lihat bagaimana Denmark yang begitu favorit dikalahkan Spanyol 5-1. Kami sendiri sudah melakukan apa yang harus kami lakukan. Menjadi juara grup, itu adalah target. Kemudian kami kalahkan Bulgaria di perdelapan final, itu adalah sesuatu yang sangat baik. Jadi, kalau kemudian Meksiko kalah, tidak akan terjadi apa-apa, karena publik sudah mendapatkan apa yang sebelumnya mereka harapkan. Bagaimana persiapan Anda menghadapi Piala Dunia ini? Prosesnya dimulai 1982, setelah saya diserahi memegang tim nasional. Problem pertama untuk menyusun tim nasional ialah: orang sudah kehilangan kepercayaan terhadap tim Meksiko. Tim nasional itu dibentuk dari Tim A dan B yang saya bentuk sebelumnya. Setelah berbagai uji coba di dalam negeri, memasuki tahun 1984, kami mencoba mulai ke luar negeri. Tapi ternyata dikalahkan tim nasional Italia di Roma 5-0. Kekalahan itu memberi pengalaman berharga bagi kami tentang konsep sebuah tim, tentang taktik, dan sebagainya. Agustus 1984, kami mengadakan tur ke Eropa, dua bulan kemudian tur ke Amerika Latin, Asia, dan Afrika. Keseluruhannya kami sudah melakukan 65 pertandingan: menang 38 kali, sama kuat 19 kali, dan kalah 8 kali. Di antaranya kalah dari Libya dan Mesir. Tapi secara keseluruhan hasil itu cukup positif. Ketika memasuki Piala Dunia, tekanan-tekanan dan ketidakpercayaan publik kepada tim nasionalnya sudah hilang. Itu sesuatu yang amat penting. Apalagi kemudian, problem untuk memasukkan Hugo Sanchez ke dalam tim bisa dipecahkan. Kriteria apa yang Anda pakai untuk memilih pemain? Pemain itu harus berkapasitas, untuk menerapkan taktik yang direncanakan. Kemudian fisik, teknik, dan mentalitas yang tinggi. Apakah Anda menghadapi tekanan dari FMF (Federacion Mexicana de Futbol) ketika menyusun tim? Tidak Semua yang saya minta mereka berikan. Maksud kami apakah ada pengurus FMF yang memerintahkan Anda untuk memasukkan atau tidak memasukkan nama-nama pemain di dalam tim. Sama sekali tidak. Anda sudah mempersiapkan tim ini tiga tahun. Di mana para pemain sebelum pemusatan latihan itu? Sama dengan mereka, di klub biasa. Tinggal di rumah masing-masing, dan hanya datang pada waktu latihan. Di negeri kami, para pemain dimasukkan dalam suatu pemusatan latihan yang panjang, sebelum menghadapi suatu kejuaraan. Komentar Anda? Anda harus banyak mengadakan perjalanan ke luar untuk studi perbandingan. Dari mana, menurut Anda sebaiknya negara sepak bola terbelakang belajar sepak bola? Saya mendengar Anda belajar ke Brasil, itu nonsens. Anda tidak memperoleh apa-apa dari Brasil karena, di negeri itu, seorang pemain sudah menjadi pemain bola ketika dia dilahirkan. Anda harus belajar ke Eropa. Bagaimana kualitas tim yang bermain di Piala Dunia ini? Semakin hari, pemain-pemain besar akan semakin hilang. Yang menonjol ialah permainan tim (catatan: ciri Eropa selama ini adalah permainan tim, sedang Amerika Latin dengan permainan individu). Betul, di Piala Dunia ini, Ada Emilio Butragueno Yang mencetak empat gol ketika timnya, Spanyol, mengalahkan Denmark. Itu memang sesuatu yang nyaris mustahil saat ini. Tapi sebetulnya sukses Spanyol ketika itu lebih pada kekompakan tim. Apakah setelah Piala Dunia ini, Anda akan tetap di Meksiko? Istri saya orang Meksiko, anak saya lahir di negeri ini. Dan lebih dari itu, saya sudah sempat cinta pada negeri ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini