Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiba-tiba saja, pekan lalu berembus kabar dari Italia. Andriy Shevchenko terpilih sebagai pemain terbaik Eropa 2004. Dia bahkan disebut-sebut telah menjalani sesi pengambilan foto dan wawancara bersama majalah sepak bola Prancis, France Football, yang menggelar acara ini dari tahun ke tahun. AC Milan, klub pemilik Sheva, juga telah mendengarnya. Wakil Presiden Adriano Galliani pun sudah merancang perayaan sukses penyerang asal Ukraina itu.
Padahal, pemain terbaik pilihan wartawan-wartawan sepak bola Eropa tersebut baru akan diumumkan Senin ini. Shevchenko baru akan menerima trofi bola emas, 10 hari setelah pengumuman. Selain Shevchenko, sejumlah 49 pemain lain juga masuk nominasi. Kandidat yang jadi pesaing kuatnya adalah Thierry Henry (Arsenal), Ronaldinho (Barcelona), Adriano (Inter Milan), dan Deco (Barcelona).
Seolah masih menyembunyikan kabar penting itu, Andriano Galliani mengungkapnya dengan bahasa bersayap. "Jika Shevchenko memenangkannya, tentu sangat membanggakan kami, " ujarnya. Menurut dia, prestasi ini membuktikan Milan mampu mempertahankan permainan menyerang, tradisi yang pernah dilakoni oleh George Weah, Ruud Gullit, Marco van Basten, Jean Pierre Papin, dan Gianni Rivera.
Tak hanya dijagokan di kancah Eropa. Bersama Henry dan Ronaldinho, Shevchencko alias Sheva juga diunggulkan terpilih sebagai pemain terbaik dunia versi Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA). Pengumumannya dilakukan pada pertengahan Desember, sepekan setelah pemilihan pemain terbaik Eropa.
Banyak pemain dan pelatih yang mengunggulkan Sheva sebagai pemain terbaik Eropa. Pavel Nedved, pemain terbaik Eropa sebelumnya, salah satunya. Dia menilai Sheva selalu jadi penyelamat bagi AC Milan saat berada dalam kesulitan. Padahal, diakuinya mencetak gol di kancah seketat kompetisi Seri A Liga Italia tidaklah mudah. Pelatih Milan, Carlo Ancelotti, dan manajer tim nasional Italia, Marcello Lippi, juga menjagokan pria kelahiran Dvirkivshchyna, Ukraina, 28 tahun yang lalu itu. Kalau ada pemain yang bisa menandingi Sheva, menurut Lippi, dia adalah Deco.
Deco, playmaker Barcelona memang penampilannya amat memukau selama ini. Bersama Ronaldinho, ia mampu mengangkat Barcelona ke posisi teratas klasemen liga Spanyol. "Saya pantas menerima bola emas, karena itu penghargaan buat pemain-pemain hebat," kata Deco. Pemain Portugal kelahiran Brasil ini juga sukses membawa FC Porto menjuarai Liga Champions musim lalu.
Begitu pula Sheva. Dia pun amat mengharapkan penghargaan tersebut.
"Bola emas adalah pengakuan penting atas apa yang telah saya lakukan sejak saya mulai menendang bola. Ini anugerah luar biasa karena pemenangnya akan tercatat dalam sejarah sepak bola," ujarnya.
Bila penghargaan itu benar-benar jatuh ke tangan Sheva, perjuangan hidupnya akan mencapai puncak sukses. Dia adalah pemain yang tak biasa menggunakan kata-kata kegagalan. "Ketika ada rintangan, saya akan membuat diri saya cukup kuat untuk melewatinya," kata suami model Amerika, Kristen Pazik, itu.
Tantangan bahkan sudah menghadang Shevchenko tatkala usianya masih sembilan tahun. Karena gagal menggiring bola, dia ditolak masuk sekolah khusus olahraga. Tak mau menyerah, Shevchenko bolos 10 hari berturut-turut dari sekolahnya hanya untuk latihan dan meningkatkan kemampuannya.
Masih dalam usia sekecil itu, tantangan lain menghampirinya. Keluarganya terpaksa pindah dari Dvirkivshchyna ke Maceivka di dekat Laut Hitam setelah tragedi Chernobyl yang menghebohkan terjadi pada April 1986. Di tengah malam buta, Shevchenko terpaksa meninggalkan kampung halamannya hanya dengan pakaian yang melekat di badannya.
Gagal masuk sekolah khusus olahraga, Shevchenko justru membuat Alexander Spakov, pelatih tim anak-anak Dynamo Kiev. Dalam usia 10 tahun, dia sudah dikontrak klub terbaik Ukraina itu. Bersama tim ini pula, Shevchenko ikut kejuaraan Piala Ian Rush, menjadi pencetak gol terbanyak dalam kelompok umurnya, dan berhak atas sepasang sepatu penyerang legendaris Liverpool itu.
Shevchenko lalu bertemu pelatih ternama Ukraina, Valery Lobanovski, di Dynamo Kiev. "Dia mengajarkan saya seluruh rahasia tentang sepak bola," katanya. Aksi-aksi istimewa Sheva membuat AC Milan harus merogoh kocek 20 juta euro untuk membelinya dari Kiev pada musim panas 1999.
Di AC Milan ia langsung menunjukkan kehebatannya. Pada musim pertama, dia sudah jadi top scorer Seri A dengan 24 gol. Dia pulalah yang membuat Milan mampu mengalahkan Juventus lewat adu penalti pada partai final Liga Champions di Stadion Old Trafford, Manchester, Mei 2003. Hebatnya, Shevchenko jadi eksekutor penentu dalam drama adu penalti itu.
Kegemilangan Shevchenko membuat ia sempat dua kali menjadi unggulan pemain terbaik Eropa. Tapi, dia gagal jadi yang terbaik. Sheva berada di peringkat ketiga di belakang Rivaldo dan David Beckham pada 1999. Setahun kemudian, ia berada di bawah Luis Figo dan Zinedine Zidane. "Itu karena saya tak pernah tampil di Piala Dunia atau Piala Eropa," ujarnya. Dulu Ukraina memang berada di luar peta sepak bola dunia.
Kini ceritanya berubah. Ukraina memimpin klasemen penyisihan grup pada babak kualifikasi Piala Dunia 2006 begitu mencatat kemenangan di kandang Turki. Shevchenko mencetak dua gol, menjadikannya penyumbang 19 gol dalam 20 pertandingan. Inilah yang menjadikannya favorit kuat merebut gelar pemain terbaik Eropa 2004.
Yang belum jelas, ke mana Sheva akan melabuhkan kegembiraannya setelah menerima trofi kebanggaan itu. Dua tahun lalu, tiga hari setelah final Liga Champions, dia membawa trofi kejuaraan itu ke Kiev. Sheva meletakkannya di nisan Lobanovsky, bekas pelatihnya yang meninggal sehari setelah dia membawa AC Milan mengalahkan Inter Milan di semifinal. Akankah ziarah ini diulanginya lagi?
Zulfirman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo