DISAMBUT puluhan penggemarnya yang berbaju merah, wajah Paradorn Srichaphan tampak semringah. Dia langsung diserbu mereka saat keluar dari pintu kedatangan Bandar Udara Don Muang, Bangkok, dua pekan lalu. Paradorn malah girang. Warna merah, yang selalu dia pakai saat berlaga di lapangan, kini mulai menjadi simbol kebanggaan penggemarnya.
Saat itu Paradorn baru saja pulang dari mengikuti kejuaraan Paris TMS. Dalam turnamen itu, dia mencatat prestasi gemilang. Pemuda 23 tahun ini lolos ke semifinal setelah menaklukkan petenis Amerika Serikat, Andy Roddick. Kemenangan atas petenis peringkat 9 dunia itu melempar dia ke peringkat 16 dunia. Hanya, karena di semifinal kalah, akhirnya dia merosot lagi ke posisi 18.
Toh, bagi petenis Thailand itu, berada di deretan 20 besar petenis putra dunia sudah merupakan prestasi yang luar biasa. Peraih medali emas Asian Games 2002 di Korea Selatan itu tak pernah diramalkan bakal melesat secepat ini. Soalnya, pada awal tahun ini, dia masih tertatih-tatih di posisi 126.
Lompatan mulai terjadi setelah dia bisa membungkam Andre Agassi, petenis peringkat dua, dalam turnamen Wimbledon Juni lalu. Saat itu Paradorn menyodok ke 50 besar dunia. Kemenangan ini juga membuat rasa percaya dirinya menebal. "Saya merasa, jika bisa mempertahankan tingkat permainan seperti saat melawan Andre, saya bisa melawan siapa pun," katanya.
Omongan dia terbukti. Tak lama kemudian, Paradorn berhasil menundukkan Lleyton Hewitt, peringkat pertama dunia, dan sejumlah bintang lainnya seperti Marat Safin, Gustavo Kuerten, dan Tim Henman. Sederet kemenangan ini mengantarkan dia ke peringkat 20.
Paradorn pantas menuai prestasi itu karena punya kemampuan dan pukulan komplet. Servis geledeknya membuat lawan-lawannya jeri. Pukulan forehand dan backhand-nya pun cukup berbahaya. Dia kerap melancarkannya dengan cepat dan arahnya sulit di tebak.
Segala kelebihannya ini didapat dari gemblengan sejak kecil. Paradorn memang lahir dari keluarga tenis. Dia dilatih oleh ayahnya sendiri, Chanachai Srichaphan. Bahkan sang ayah mengorbankan pekerjaan di sebuah pabrik makanan agar bisa mengasah Paradorn dan dua kakaknya. Hasilnya, ketika masih berumur belasan tahun, si Kaus Merah sudah mencapai peringkat 10 besar junior dunia.
Semula dia selalu bermain di garis belakang. Tapi sang ayah selalu mendorong agar dia berani menyerang. "Saya selalu menekankan agar dia masuk ke lapangan dan menekan lawannya," kata Chanachai.
Jurus permainan agresif ini cukup ampuh. Tahun ini dia menyabet dua gelar Asosiasi Tenis Profesional (ATP), yakni di kejuaraan Long Island dan di Stockholm. Ini prestasi terbaik pemain putra Asia sepanjang sejarah. Sebelumnya, petenis India, Leander Paes, hanya mampu meraih satu gelar ATP pada 1998.
Diakui Suwandi, petenis terbaik Indonesia, perkembangan Paradorn amat pesat. Pada 1998, di kejuaraan satelit di Malaysia, Suwandi masih bisa menaklukkannya. Tapi pada bulan-bulan berikutnya, Suwandi tak bisa lagi mengalahkannya. Satu kelebihan dia, fisiknya amat prima. "Ini hanya bisa dicapai dengan latihan yang rutin dan serius," ujar Suwandi.
Bertinggi 185 sentimeter dengan berat 75 kilogram, fisik Paradorn memang amat kuat. Apalagi dia digembleng fisik secara khusus oleh bekas bintang tenis Asia, Michael Chang. Tapi segala kelebihan ini hanya bisa teruji bila dia mengikuti turnamen secara teratur. Dan menurut Tintus Arianto Wibowo, bekas bintang tenis Indonesia, Paradorn memiliki kesempatan itu karena disokong oleh biaya yang cukup.
Bukan cuma itu. Paradorn juga mendapatkan tumpahan perhatian yang besar dari ayahnya. Sebagai pelatih, ayahnyalah yang selalu mengawasi perkembangan mental dan kemampuan teknisnya. Karena itu, kendati peringkatnya telah melejit, Paradorn tak akan mengganti posisi ayahnya dengan pelatih terkenal. "Dia telah membuktikan diri membawa saya naik dari peringkat 500 ke 18," katanya.
Mental Paradorn pun amat kukuh karena dia dikenal sebagai penganut Buddha yang taat. Dia selalu rajin beribadah dan berdoa agar prestasinya gemilang. "Dengan berdoa, saya bisa tampil tenang," ujarnya. Di lapangan, ketenangan ini menyatu dengan permainannya yang agresif, apalagi jika dia memakai kaus merah kebanggaannya.
Nurkhoiri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini