Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Keluhan mutiara dari bandung

Klub bulu tangkis mutiara di bandung semakin surut yang tadinya pernah melahirkan pemain-pemain hebat karena tidak memiliki tulang punggung. (or)

2 Juni 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BARAT pemain yang sudah tua, klub Mutiara dari Bandung mulai surut sekarang. Klub tertua ini (yang didirikan 1950 dengan nama Blue White) pernah melahirkan pemain hebat, seperti Tan Yoe Hok dan Eddy Yusuf. Sedangkan Christian, Tjuntjun, Imelda, Ivana, dan Heriyanto belajar bulu tangkis dari nol di klub ini. Sekarang klub ini benar-benar prihatin. Mutiaranya yang terakhir hanyalah Nurlela, pemain putri yang jadi juara tunggal Pekan Olah Raga Jawa Barat belum ini. "Kami tak punya pemain top lagi. Ditarik oleh Djarum Kudus yang punya banyak uang. Djarum Kudus kerjanya 'kan hanya menarik pemain-pemain yang sudah jadi, padahal yang membina klub lain," kata Sukartono, 41, ketua Mutiara. Ivana merupakan pemain top yang paling akhir ditelurkan klub itu. Meskipun sudah pindah ke Djarum, menurut Sukartono kalau berkunjung ke tempat keluarganya di Bandung, Ivana selalu mampir ke Mutiara. Hubungan tak terpisahkan juga dirasakan Tjuntjun, spesialis ganda itu. Ketika klub itu menyelenggarakan kejuaraan akhir tahun lalu, pemain gondrong berwajah keras ini menyumbang Rp 5 juta. Maklum dia sedang menanjak dengan bisnis alat olah raganya. Mutiara boleh dikatakan hampir sama dcngan 400 klub lainnya yang bertebaran di Bandung. Tidak memiliki tulang punggung, seperti sebuah pabrik yang menopang klub Djarum. Klub yang sekarang menghimpunkan 170 pemain itu menarik iuran Rp 5.000 untuk pemula dan Kp 2.500 untuk teruna dan senior. Dia tidak hanya menunggu. Kalau ada yang berbakat, langsung diajak. "Kalau berbakat tapi tak punya, malahan diberi ongkos transpor," cerita Sukartono, yang sehari-hari bekerja sebagai dosen di Fakultas Pendidikan Olah Raga dan Kesehatan IKIP, Bandung. Ada enam pemain yang mendapat sokongan macam itu. Mereka berasal dari Cimahi, Majalaya, Ujungberung, dan Raja Mandala. Menurut Sukartono, setiap bulan Mutiara mengeluarkan biaya Rp 800.000. Selain dari iuran, beban itu ditutup oleh sponsor. Ada tujuh perusahaan tekstil yang mendukung. Ada juga sokongan dari sebuah bank. "Mereka mau menjadi sponsor bukan karen. apa-apa. Hanya karena senang main bulu tangkis. Mereka juga ikut main dua kali seminggu," kata ketua merangkap pelatih yang pernah diminta melatih di Jerman Barat itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus