Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sebuah pertandingan sepak bola, terdapat beberapa aturan yang perlu ditaati oleh seluruh pemain. Apabila aturan ini dilanggar, maka pemain akan mendapatkan ganjaran baik berupa kartu merah maupun kartu kuning.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kartu kuning dan kartu merah dalam sepak bola memiliki sejarah yang panjang. Dilansir dari laman football-stadium.co.uk, komunikasi adalah hal paling krusial dalam hubungan antara wasit dan pemain. Seringkali, bahasa yang digunakan oleh wasit tidak dapat dimengerti oleh pemain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam laga perempat final Piala Dunia 1966 di Stadion Wembley, Inggris, ada adegan yang mencontohkan hal ini dengan baik. Saat itu, pemain Argentina bernama Antonio Rattin dipaksa keluar ketika sedang melawan Inggris. Namun, karena wasitnya berasal dari Jerman dan tidak bisa berbahasa Spanyol, maka Rattin harus dipaksa keluar oleh dua petugas polisi.
Kejadian ini membuat Ken Aston, yang sebelumnya juga pernah mengalami hal serupa ketika dirinya menjadi wasit pertandingan antara Italia dan Chili pada Piala Dunia 1962, berpikir keras untuk dapat mengatasi kebingungan bahasa tersebut agar tidak lagi terulang.
Ide tentang kartu kuning dan kartu merah kemudian muncul ketika Ken Aston sedang berkendara di Kensington High Street dan melihat lampu lalu lintas.
“Malamnya Ken Aston pulang dari Stadion Wembley dengan mobil. Saat dia berhenti di persimpangan lalu lintas di Kensington High Street, tiba-tiba dia sadar bahwa skema warna (lalu lintas) berdasarkan prinsip kuning (hati-hati) dan merah (berhenti) dapat digunakan sebagai solusi hambatan bahasa dalam sepakbola. Ini juga dapat menjelaskan kepada pemain sekaligus penonton soal keputusan apa yang diambil oleh wasit,” kata Sejarawan Colchester Inggris, Nick Smee, seperti dilansir dari laman dailystar.co.uk.
Tifo Football dalam salah satu video di channel Youtubenya mengatakan ide dari Ken Aston kemudian dilanjutkan oleh istrinya yang membuat sepasang kartu kuning dan merah dari kertas seukuran saku. Nantinya, kartu ini akan dipresentasikan ke FIFA agar dapat diimplementasikan.
Posisi Ken Aston yang saat itu menjabat sebagai Komite Wasit FIFA semenjak 1970 hingga 1972 membuat proses ini berjalan dengan lancar. Akhirnya, setelah sukses pada uji coba di Piala Dunia 1970 di Meksiko, kartu kuning dan kartu merah mulai diadopsi secara bertahap oleh FIFA.
NAUFAL RIDHWAN ALY