Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi didampingi mantan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, saat melakukan kunjungan kerja ke Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, pada Senin, 23 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Yusuf Permana, menyampaikan bahwa Fahri Hamzah hadir karena dia merupakan putra daerah serta mendapat undangan dari perusahaan pemilik smelter yang diresmikan oleh Presiden Jokowi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Beliau (Fahri Hamzah) adalah putra daerah dan diundang juga oleh PT Amman Smelter," kata Yusuf dalam pesan singkat yang diterima di Jakarta, Senin.
Yusuf menyampaikan semasa Fahri Hamzah menjabat pimpinan DPR, Fahri juga sangat mendorong terwujudnya program hilirisasi.
Jokowi mengungkapkan bahwa ia mengajak politikus Fahri Hamzah ke smelter PT Amman Mineral Internasional. “Pak Fahri Hamzah itu berasal dari Sumbawa. Karena daerahnya di Sumbawa, saya ajak tadi,” kata Jokowi usai meresmikan smelter PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur, Senin, 23 September, dikutip dari rekaman yang diterima Tempo.
Dalam keterangan terpisah, Deputi Protokol dan Media Sekretariat Presiden Yusuf Permana mengatakan bahwa Jokowi ingin mendapat masukan dari tokoh asal tentang pembangunan di daerah.
Profil Fahri Hamzah
Fahri Hamzah, S.E., lahir pada 10 November 1971 di Nusa Tenggara Barat dan merupakan seorang politikus Indonesia. Ia menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019.
Dilansir dari emedia.dpr.go.id, Fahri memulai pendidikan tingginya di Fakultas Pertanian Universitas Mataram, namun kemudian pindah ke Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1992. Di UI, ia aktif dalam kegiatan aktivis mahasiswa, termasuk menjadi Ketua Umum Forum Studi Islam dan Ketua Departemen Penelitian di senat mahasiswa universitas.
Pada masa Reformasi 1998, Fahri berperan dalam mendirikan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan memimpin organisasi tersebut. Bersama KAMMI, ia turut mengorganisir gerakan melawan rezim Orde Baru dan tetap mendukung B.J. Habibie pasca jatuhnya Soeharto.
Fahri kemudian terpilih sebagai staf ahli di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada periode 1999-2002 dan terlibat dalam diskusi amendemen UUD 1945. Pada Pemilu 2004, ia terpilih menjadi anggota DPR melalui daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat.
Fahri Hamzah pernah menjadi anggota Komisi III yang membawahi masalah Hukum dan HAM, serta Komisi VII yang fokus pada kedaulatan energi nasional. Ia mengkritisi dominasi perusahaan asing dalam pengelolaan hulu migas yang dianggap menguras sumber daya alam Indonesia.
Selain itu, Fahri juga pernah menjadi anggota Badan Kehormatan DPR dan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN). Di BAKN, ia memberikan perhatian besar pada Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, menekankan pentingnya tindak lanjut yang memadai terhadap laporan-laporan tersebut.
Kumpulan kritik Fahri Hamzah ke Jokowi
1. Sebut pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla Lemah dan Bodoh
Saat menjabat sebagai Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah mengungkapkan bahwa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla memiliki banyak kelemahan. Ia menyampaikan pandangannya tersebut ketika bertemu dengan mahasiswa yang menggelar aksi unjuk rasa memperingati satu tahun pemerintahan Jokowi-JK di depan gedung DPR.
“17 tahun lalu, saya pernah seperti kalian. Pemerintahan sekarang ini tidak kejam seperti dulu, tapi pemerintahan sekarang lemah atau bahkan bodoh," kata Fahri di depan para demonstran, Selasa, 20 Oktober 2015.
2. Kartu Merah untuk Jokowi
Pada Februari 2018, aksi Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Zaadit Taqwa, yang memberikan kartu kuning kepada Presiden Jokowi menjadi sorotan publik. Fahri menilai kartu kuning tersebut sebagai sinyal untuk mengingatkan pemerintah.
“Kebetulan saya ada kartu merah, jadi saya keluarin kartu merah,” kata Fahri usai pembukaan musyawarah nasional Keluarga Alumni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAKAMMI) di Hotel Royal Kuningan pada Sabtu, 3 Februari 2018. Fahri sambil menunjukkan kartu merah yang dimilikinya.
3. Uji Materi Jabatan Wapres Disebut Kepentingan Jokowi
Fahri juga berpendapat bahwa Jokowi memiliki kepentingan dalam gugatan terkait masa jabatan Wakil Presiden demi menjaga stabilitas koalisi partai pendukungnya. Menurut Fahri, jika Jokowi tidak memilih Jusuf Kalla (JK) sebagai calon wakil presiden, ada kemungkinan terjadinya perpecahan di dalam koalisi partai.
"Jadi inisiatif mendorong Pak JK itu saya percaya yang berkepentingan justru Pak Jokowi," kata Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 25 Juli 2018. "Pak JK itu dipaksa karena Jokowi bingung mau nyari siapa karena kalau orang lain pasti susah disepakati, kalau pak JK kan tinggal disepakati.”
SUKMA KANTHI NURANI | DANIEL A. FAJRI | FRISKI RIANA