KIAMAT buat sepak bola Inggris,'' begitu tulis tabloid Daily Mirror. Pelatih Graham Taylor dicaci maki. Penduduk negeri itu menangis. Dan pecandu bola di sana marah. Maklum, inilah negeri tempat asal sepak bola, yang secara tradisional menjadi kekuatan sepak bola dunia. Kompetisi antarklub juga ketat serta teratur, dan penonton pun padat. Kemenangan Inggris 7-1 atas tim lemah San Marino, Rabu pekan lalu, bukan obat mujarab. Sebab, rival terdekatnya, Belanda, berhasil menjebol gawang Polandia 3-1, di hari yang sama. ''Ini masa saya yang paling buruk,'' kata Graham Taylor. Ia belum pasti bertahan atau mundur sebagai pelatih. Sebelumnya, Inggris sudah di ujung tanduk, ditekuk Belanda 0-2 di Amsterdam. Belanda mengumpulkan nilai 13, dan Inggris baru 11. Sentana Belanda dikalahkan Polandia, dan Inggris menjebol gawang San Marino 7-1, tentu juara dunia tahun 1966 itu meraih tiket ke AS tahun depan. Tersisihnya Inggris rupanya melegakan Alan Rothenberg, ketua panitia penyelenggara Piala Dunia di AS tahun depan. Inggris dinilai sebagai perusuh sepak bola. Fanatisme berlebihan pendukungnya sering menimbulkan kebrutalan. ''Ada tiga tim yang dapat menyebabkan kami mengalami masalah keamanan, yakni Iran, Irak, dan Inggris,'' kata Rothenberg. Ketiga tim itu sudah tersingkir. Padahal, Rothenberg mengakui, jika Inggris lolos, ada nilai tambah (bisnis) yang diraup. Kejuaraan ini meriah, menyedot banyak pemirsa dan wisatawan. ''Tapi perhatian kami yang utama adalah menyelenggarakan turnamen yang aman dan terjamin,'' katanya. Partai Belanda-Polandia yang berkesudahan 3-1 itu tak lepas dari kehebatan Denis Bergkamp, 24 tahun. Pemain klub Inter Milan, Italia, itu diramalkan bakal menggantikan Marco van Basten, yang cedera panjang. Lewat kaki Bergkamp, Belanda menjebolkan gawang Polandia dua kali. Dan gol yang satunya diciptakan Roland de Boer. Polandia mencuri satu gol melalui tendangan Marek Lesniak. Sebelum duel Belanda-Polandia, tabloid Daily Mirror menawarkan hadiah sekitar Rp 30 juta kepada tiap pemain Polandia -- jika tim ini mampu menjegal lawannya. Perangsang ini ditolak pelatih Polandia, tapi bonus tersebut membuat pelatih Belanda Dick Advocaat gusar. ''Uang itu cukup besar, tapi kami yakin dengan kualitas kami,'' katanya. Lalu Advocaat mengingatkan pemainnya agar belajar dari kekalahan Prancis di kandang sendiri ketika dipukul 2-3 oleh Israel -- tim yang dinilai tidak profesional. Prancis takabur karena yakin dapat memetik kemenangan yang kelewat besar. Keoknya Prancis karena menunda kemenangannya atas Israel, rupanya, dibaca oleh Dimitar Penev, pelatih Bulgaria. Padahal, kalau Prancis bermain seri, tiket ke AS sudah di tangan. ''Kemenangan Israel 3-2 atas Prancis memberi kesempatan besar buat kami. Saya kira Prancis takut menghadapi kami, dan tidak berani menyerang,'' kata Penev. Menghadapi Bulgaria pada Rabu itu, tim Ayam Jantan ini keok 1-2. Prancis lebih dulu menjebol gawang Bulgaria lewat kaki Eric Cantona. Tapi, setelah itu, penyerang Emil Kostadinov membalasnya. Dan drama pun terjadi. Selagi pendukung Prancis meninggalkan bangku untuk pulang -- dan menyambut pesta kemenangan lantaran kedudukan 1-1 hingga mendekati detik usai, yang cukup membawa tim ini ke final di AS -- kembali Kostadinov membuat gol: 2-1. Kontan stadion Parc de Princes terhenyak. Cantona terlihat berjalan pedih sambil meremas kepalanya. Pelatih Prancis, Gerard Houllier, gerah. ''Kami sangat menyesal,'' kata Houllier. Prancis adalah juara Eropa 1984. Persiapan selama 15 bulan untuk ke AS sia-sia. Maka tak berlebihan jika Michel Platini, bekas bintang Prancis, sebelumnya menggugat bahwa Houllier yang bertanggung jawab atas kegagalan saat melawan Israel. Houllier, yang pernah dua tahun menjadi pelatih pembantu Platini, didesak mundur sebelum kontraknya habis tahun depan. Juara Eropa 1992, Denmark, juga menelan pil pahit, digusur Irlandia -- kendati sama-sama meraih nilai 18. Pada partai terakhir itu, Denmark dikalahkan Spanyol 0-1, dan Irlandia menahan imbang Irlandia Utara 1-1. Spanyol, waktu itu, malah bermain dengan sepuluh pemain karena kipernya, Zubizareta, dikeluarkan wasit. Sementara itu, Italia melaju ke putaran final setelah menggebuk Portugal 1-0 lewat kaki Dino Baggio -- pemain asal klub Juventus, Italia. Di grup ini, Swiss mendampingi Italia ke AS, setelah mengalahkan tim lemah Estonia 4-0. Ini keberhasilan pertama Swiss masuk putaran final sejak tahun 1966. Di Buenos Aires, tuan rumah Argentina menaklukkan Australia 1-0. Ini pertandingan play off kedua, setelah sebelumnya Argentina ditahan 1-1 oleh Australia di Sydney. Play off dilakukan karena di babak penyisihan zone Amerika Selatan, Argentina dipecundangi Kolombia di kandang sendiri dengan 5-0. Kolombia lebih dulu meraih tiket final. Argentina unggul lewat gol bunuh diri bek Alex Tobin (akibat tendangan Batistuta) di menit ke-60. Dan hingga peluit akhir, Maradona, 33 tahun, yang dianggap sudah gaek dan di babak penyisihan tidak dipakai dalam tim, masih tampil prima. Umpannya akurat dan gerakannya eksplosif -- kendati jatuh bangun diganjal lawan. Setelah timnya memetik kemenangan di hadapan 60 ribu pendukungnya, kepada televisi, Maradona bilang, ''Ini mengagumkan. Mereka berhak menerima kegembiraan itu.'' Hadir di AS nanti, Maradona memperkuat timnya di Piala Dunia untuk keempat kalinya. Banyak yang menunggu kejutan Maradona di antara bintang dari 24 tim yang bertarung nanti. Tim yang tampil adalah Amerika Serikat (tuan rumah), Jerman (juara bertahan), Italia, Swiss, Norwegia, Belanda, Spanyol, Irlandia, Belgia, Rusia, Rumania, Yunani, Swedia, Bulgaria, Kolombia, Bolivia, Brasil, Argentina, Meksiko, Nigeria, Kamerun, Maroko, Arab Saudi, dan Korea Selatan.Widi Yarmanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini