HARI-hari terakhir di Asian Games VIII dikuasai Liem Swie King.
Menyumbang 2 kemenangan dalam nomor beregu putera -- tunggal dan
ganda, ia mengulangi sukses di partai perorangan.
Di final beregu putera, ia mengalahkan Han Tsien. Kemudian dia
bersama Christian menundukkan pasangan RRC, Tan Hsien Hu/Lin
Shih Chuan. Dua kemenangan King itu mengantar tim bulutangkis
Indonesia ke urutan pertama, dan meraih medali emas.
Dalam final perorangan, King sekali lagi menjatuhkan juara RRC,
Han Tsien. Penampilannya mantap. Sejak ronde pertama, ia tak
pernah kehilangan satu set pun. Juga dalam menghadapi Luan Chin,
juara dunia versi Federasi Bulu tangkis Dunia (WBF) di semi
final, King menang bersih.
Pertarungan antara kedua finalis yang berbeda kiblat ini tampak
berjalan alot. (Indonesia adalah anggota Federasi Bulutangkis
Internasional -- IBF). Tak ada bola dari King yang dilepas
begitu saja oleh Han Tsien. Set pertama dimenangkan King, 15-7,
dengan 18 menit.
Dalam set lanjutan, Han Tsien sempat memburu King 5-6, setelah
ketinggalan 1-6. Tapi Han Tsien tak lama bertahan. Setelah bola
berpindah tangan, ia kelihatan tak kuasa menahan tekanan. Dan
King melaju dengan 7 angka tambahan. Sampai di situ, Han Tsien
memperkecil ketinggalan lagi menjadi 11-13. "Agak gugup juga
saya dibuat Han Tsien," ujar King kemudian. Set ini diakhiri
King 15-11 dalam 13 menit.
Melihat penampilan yang memukau itu, koran Bangkok Post, 20
Desember, tak ayal menurunkan judul menyolok: "Liem Swie King is
shuttle king. "
Betulkah King raja bulutankis? Juara All England 1959, Hendra
Kertanegara pernah memuji King, juara All England 1978. "Ia
punya pukulan tak terlihat yang menyesatkan ala Finn Kobero dan
Svend Pri," kata Kertanegara. "Tipe permainan yang kurang kita
punyai di sini." Kobero dan Pri adalah pemain andalan Denmark.
Hou Chia Chang, bintang RRC yang kini bermain ganda bersama Yu
Yao Tung berpendapat lain. "King pemain baik," kata Chang kepada
Lukman Setiawan dari TEMPO. Tapi, "dalam soal pukulan (dia)
masih kurang." Pukulan King kurang keras? "Tidak. Bukan itu,"
lanjutnya. "Fisiknya kuat, kakinya kuat, pukulannya keras. Cuma
bila diajak bermain rally, pukulannya itu-itu saja. Tak banyak
variasi."
King, lahir di Kudus, 28 Pebruari 1956, memang agak kurang
memberikan variasi pukulan bila diajak rally. Ia beberapa kali
keteter sewaktu dibawa Han Tsien atau Luan Chin dalam beradu
ulet. Ketika King pertama kali mengorbit di tahun 1974,
pelatihnya, Agus Susanto, tampak sudah menyadari kekurangan anak
asuhannya. "Lawan main jelek, ia juga jelek," kata Susanto.
Di AG VIII, King beruntung berkat pengalaman. Keteter dalam
rally, diimbanginya dengan permainan cepat. "King memang unggul
dalam kecepatan," komentar pelatih RRC, Wang Wen Chiao. "Itu
dimungkinkan karena staminanya bagus."
Penampilan bulutangkis Indonesia, umumnya tidak mengecewakan. Di
AG VII, Teheran 1974, mereka cuma membawa pulang 2 medali emas
atas nama pasangan Tjuntjun/Johan Wahyudi dan ganda campuran
Christian/Regina Masli. Sekarang mereka memboyong 4 dari 7
medali emas yang diperebutkan - 1 dari beregu putera dan 3
melalui nomor perorangan. Pemenang 3 nomor yang disebut terakhir
ini adalah Liem Swie King (tunggal), Christian/Ade Chandra
(ganda putera), dan Verawaty/Imelda Wiguna (ganda puteri).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini