Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Medali Wien

Satu-satunya medali emas cabang tinju di Asian Games VII disumbangkan Wiem Gomies. Sementara 6 petinju yang dibawa kontingen Indonesia, berguguran. (or)

30 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"SAYA sudah tua," katanya sebelum berangkat ke Bangkok. Tapi dialah satu-satunya petinju Indonesia yang meraih medali emas dari Asian Games VIII. Di Bangkok itu pula -- tahun 1970 -- dalam AG VI, dia memenangkan medali emas untuk kontingen Indonesia. Petinju William (Wiem) Gommies lahir di Ambon, 31 Desember 1945. Ceritanya sebagai atlit nasional adakalanya mengharukan. Pemerintah daerah Maluku pernah menjanjikan lowongan pekerjaan dan tempat tinggal baginya supaya jangan hijrah. Tapi, janji itu tak pernah ditepati. "Mungkin saya akan bertani saja," katanya sepulang dari Olympiade Muenchen, 1972. Meski saat itu Wiem berbicara serius, rupanya dia belum mendapat panggilan sawah-ladang. Dalam PON VIII di Jakarta, 1973, ia ternyata masih menyumbangkan medali emas buat kontingen Maluku. Dua tahun kemudian ia bersama adiknya, Piet dan Eddy, juga petinju, mencoba mengadu nasib ke Jakarta. Namun, ia masih saja menganggur, sementara di desanya, Hatalai, Ambon, isterinya dan 3 puteranya menanti kiriman uang belanja. Maka Wiem, anak kedua dari 6 bersaudara, mengetuk pintu dunia tinju profesional. Ia bergabung dengan sasana Halilintar. Tapi, masih belum sempat mengecap nikmatnya penghasilan dari gelanggang tinju bayaran, ia dibutuhkan untuk membela panji Persatuan Tinju Amatir Indonesia (Pertina) dalam perebutan Piala Presiden -- turnamen di Jakarta, Desember 1976. Ia menggondol medali emas dari situ. Oktober 1977, Wiem (tinggi, 177 cm dan berat badan 76 kg) terpilih lagi untuk dicantumkan dalam Kejuaraan Tinju Amatir Asia ke-8 di Jakarta. Kali ini ia kalah melawan finalis Iran, Karim Samadi secara kontroversial. Pertandingan dihentikan wasit Jones dari India, lantaran pelipis kanannya robek dan mengucurkan darah, akibat tandukan kepala Samadi. Namun di mata publik, ia sesungguhnya 'pemenang'. "Wiem adalah juara tanpa mahkota," komentar Ketua Umum Pertina, Saleh Basarah ketika itu. Di SEA Games IX di Kuala Lumpur, sebulan kemudian, sekali lagi ia mempersembahkan medali emas buat Indonesia. Prestasi itu menempatkan Wiem sebagai petinju andalan Indonesia untuk kelas menengah. Di tingkat nasional, tak ada imbangannya, dalam menghadapi AG VIII, ia diragukan. Tak banyak petinju seusia dia yang masih bertahan di ring. Wiem kelihatan menyadari. Ia memang tidak cemerlang dalam penampilannya terdahulu di AG VIII, berbeda waktu Kejuaraan Tinju Amatir Asia di Teheran, 1971, di mana ia memukul KO lawan dalam tempo 25 detik. Kali ini, ia berhati-hati dengan penuh perhitungan. Menghadapi finalis Jang Bon Mun dari Korea Utara, ia hanya menang angka. "Kemenangan ini merupakan hadiah buat ulang tahun saya yang ke-33," katanya. Dan satu-satunya kemenangan dari 7 petinju dalam kontingen Indonesia ke Bangkok. Orang Senen Wiem, kini karyawan bagian keamanan di Pusat Perdagangan Senen Jakarta, mulai menggunakan sarung tinju di bawah asuhan pelatih Teddy van Room (1965). Lompatan kebolehannya mengesankan. Medali emas pertama direbutnya dalam Pekan Olahraga Wilayah Iramasuka II di Manado, 1968. Setahun kemudian ia menambah koleksi kemenangannya dari PON VII di Surabaya. Di tingkat internasional, ia memboyong medali emas dari Asian Games VI (1970) dan Kejuaraan Tinju Amatir Asia (1971). "Ia adalah yang terbaik di antara petinju kelas menengah yang kita punyai," puji pelatih Zul Karyono Arifin. Apa seterusnya? Wiem, lantaran sudah bekerja di Senen, mungkin tak akan pergi bertani.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus