Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Lalu Siapa, Dong, Lawan Pical

Pertarungan pical-shinobu kawashima yang diundur karena Shinobu cedera dikakinya terancam batal pula. Shinobu enggan bertanding dengan Pical setelah kalah KO pada pertandingan ekshibisi di Beijing. (or)

23 November 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ELLYAS Pical untuk sementara bisa beristirahat lebih lama. Dan mungkin kemudian harus mengubah paket latihannya. Ini gara-gara - di sela hangatnya pertikaian pendapat antara manajernya Anton Sihotang dan Promotor Boy Bolang - terdengar kabar kurang sedap dan kubu penantangnya, Shinobu Kawashima dari Jepang. Bukan saja karena ia cedera sehingga jadwal pertandingan yang mestinya 14 Desember terpaksa diundur, tapi juga pada jadwal baru, yang diumumkan Boy Bolang akan berlangsung 24 Januari tahun depan, masih terancam batal. Alasannya dibeberkan secara gamblang oleh ayah penantang pertama juara dunia kelas bantam yunior IBF itu, Hironobu Kawashima, 49, kepada wartawan TEMPO Seiichi Okawa, Sabtu pekan lalu, di Tokyo. "Pertama karena cedera, patah tulang jari kakinya cukup serius. Dan yang kedua karena Shinobu, sekarang ini, betul-betul tak bersemangat untuk bertinju," kata Hironobu, masygul. Sang ayah, yang mengaku bekas petinju profesional itu, menceritakan, ia sudah melihat sendiri anaknya di Ikeda Gym, sasana yang menampung Shinobu di Kota Nara, sebelah tenggara Osaka, dua minggu yang lalu. Dan dari anaknya itulah, ia mendapat cerita bahwa Shinobu, 20, cedera, "tertimpa batu besar, ketika sedang bekerja part timer, sebagai tukang kebun" di sebuah tempat di ibu kota provinsi Nara itu. Patah tulang di jari kaki kirinya itu mungkin bisa dipulihkan hingga Desember mendatang. Namun, "Tetap anak sulung saya itu tak bakal bisa bertanding dengan kekuatan penuh," kata ayah dua anak itu. Apalagi, dan ini yang menyebabkan Hironobu akan 'ngotot menolak pertarungan di Jakarta nanti, "Shinobu sudah mencurahkan isi hatinya, menyatakan bahwa dia sebenarnya hanya terpaksa bertanding memenuhi permintaan pelatih merangkap manajernya Hishashi Ikeda." Sesungguhnya, tutur Hironobu lagi, anaknya sekarang dalam kondisi mental yang buruk. Antara lain karena beberapa kekalahan yang dideritanya dalam setahun terakhir ini. Mula-mula dari Kwoon Soon Chun, juara dunia kelas terbang IBF dari Korea Selatan, April lalu. Dan paling akhir, ketika di KO-kan rekan sesasananya, Satoshi Shingaki, 21, dalam suatu pertarungan ekshibisi kelas bantam (kelas untuk petinju dengan berat maksimal 54 kg) di Beijing, RRC, 27 Oktober lalu. Shinobu tumbang di pertarungan tinju pro yang pertama kali diadakan di ibu kota negeri berpenduduk 1 milyar itu, pada ronde kelima. Ekshibisi ini kabarnya dimaksudkan untuk merangsang tinju pro di Negeri Cina. Kekalahan terakhir ini rupanya membuat Shinobu merasa amat terpukul. Lalu, terang-terangan mengatakan kepada ayahnya, ia "enggan melawan Ellyas Pical". Memang beralasan. Sebab, sebelum pertandingan di Beijing itu berlangsung, diam-diam, di kalangan tinju di Negeri Sakura, sudah timbul semacam kesepakatan bahwa petinju yang menanglah yang kelak akan dikirim ke Jakarta. "Sebab, kami 'kan juga mau petinju kami menang," kata Hishahi Ikeda, 49, pemilik Ikeda Gym. Namun, pengusaha restoran dan percetakan ini cepat mengakui, pihaknya sulit mewujudkan keinginan itu, karena sudah ada perjanjian sementara (temporary contract) antara dia dan Boy Bolang. Promotor ini pula, katanya, memang yang mendesak dia untuk mengikat Kawashima dalam perjanjian pada 7 November lalu, "Karena ia mengaku sudah mengumumkan secara luas nama Kawashima sebagai calon penantang Ellyas Pical." Ikeda menambahkan bahwa sebenarnya ia sudah menjelaskan kepada Boy, keadaan petinjunya sedang payah. Ia minta agar Shingaki saja yang dihadapkan dengan Ellyas Pical. Tapi, karena didesak Boy, yang juga mengaku sudah mendapat persetujuan prinsip dari IBF, ia akhirnya mau meneken perjanjian. Dengan syarat, pertandingan bisa ditunda sekitar sebulan hingga menjadi 24 Januari itu. Sesuai dengan kontrak, petinjunya yang bertubuh jangkung, tinggi 172 cm - 8 cm lebih tinggi dari Ellyas Pical - asal Provinsi Tokushima, P. Shikoku, ini akan menerima bayaran Rp 18 juta lebih, bayaran tertinggi yang diterimanya sejak terjun ke tinju pro, Desember 1983. Buat petinju yang sudah mengenal sarung tinju sejak usia enam tahun dan kemudian merintis karier tinju amatir ini - ia tercatat sempat 20 kali bertarung ini (18 kali menang, 15 di antaranya dengan KO) - melawan ElIyas Pical sesungguhnya pertandingan penting. Malah bisa jadi sebuah kesempatan, karena sejak Juni lalu ia dinyatakan jadi penantang peringkat pertama kelas bantam yunior IBF, untuk merebut gelar. Namun, selagi juara yang ditantangnya, Ellyas Pical, sibuk berlatih untuk persiapan menghadapi duel yang dijadwalkan 14 Desember, ia malah melayani pertandingan satu tingkat dari kelas yang sekarang di Beijing tadi, dan kalah. Inilah yang menyebabkan ia agak uring-uringan untuk maju menghadapi Ellyas Pical. Sang juara, yang menerima bayaran Rp 125 juta lebih, sebaliknya, sudah betul-betul siap bertanding. Yaitu, pada 14 Desember, seperti yang disebutkan dalam kontrak yang ditandatangani dengan Boy Bolang, ketika menerima uang panjar Rp 42 juta. Itulah sebabnya, tak kurang manajernya, Anton Sihotang, amat berang, ketika diberi tahu Boy Bolang lewat teleks bahwa pertandingan yang direncanakan itu ditunda hingga 24 Januari 1986. Inilah pula pangkal keributan yang menyebabkan Boy dan Anton bersitegang. Anton menilai Boy ingkar, dan mengecam promotor ini habis-habisan. Malah, sambil mengancam tak akan mengizinkan petinjunya bertanding pada jadwal yang ditentukan Boy, ia sekaligus menganggap uang panjar yang diberikan Boy pada Ellyas Pical hangus. "Dan harus buat perjanjian baru lagi kalau mau disusun jadwal pertandingan baru." Gencarnya kecaman Anton, yang juga ketua panitia penyelenggara pertandingan, itulah yang menyebabkan Boy tersinggung berat. Dan kemudian mengumumkan niatnya untuk mundur dari tinju pro (lihat: Boks). Walhasil, rencana pertarungan itu jadi tampak kusut dan gelap. Marah Sakti Laporan Rudy Novrianto & Toriq Hadad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus