GAGAL mengusahakan pertandingan tinju Ellyas Pical-Kawashima sesuai dengan jadwal yang direncanakan, Boy Bolang, 36, banyak dikecam. Merasa jerih payahnya tidak dihargai, promotor yang untuk pertama kalinya membuat pennju Indonesia (Ellyas Pical) berhasil menjadi juara dunia merasa kecewa. Pekan lalu, promotor yang berhasil membuat sejarah baru dalam tinju pro Indonesia ini menyatakan niatnya untuk mundur dari dunia tinju pro secara penuh. "Saya sudah bosan dan capek, seolah-olah tidak ada penghargaan buat jerih payah saya selama ini," tutur Boy Bolang, bapak empat anak ini, dengan tegas. Hanya gertak sambalkah ini? Berikut ini wawancara Rudy Novrianto dari TEMPO dengan Boy Bolang, langsung dari Hyatt Hotel, Los Angeles, Amerika Serikat: Betulkah Anda akan mundur dari dunia tinju? Benar. Soalnya, saya ingin kerja baik-baik. Saya sudah merintis kerja ini setengah mati dan berhasil menciptakan juara dunia, bukannya disambut dengan terima kasih malah diserang terus-menerus. Kapan Anda resminya akan mundur? Setelah pertarungan Pical- Kawashima, karena saya harus bertanggung jawab kepada sponsor, PT Garmak Motor. Saya tidak bisa mundur sebelum kewajiban saya diselesaikan. Setelah itu, diminta atau tidak saya tidak akan mengurus tinju pro lagi. Apakah ini sudah harga mati? Ya, ini sudah harga mati. Sebenarnya, faktor apa yang membuat Anda mengambil keputusan seperti ini? Karena saya melihat, tinju pro di Indonesia belum bisa dilaksanakan secara murni. Cara berpikir kita masih amatir. Itu terlihat dari cara-cara yang selama ini dilakukan. Bagaimana bisa berjalan, kalau hak dan kewajiban promotor tidak ada. Contohnya, pertarungan Pical-Mulholland. Mulholland dianggap terlalu lemah, akibatnya saya dikecam. Tetapi pelatih dan manajer tidak. Kedua, sewaktu pertandingan Yani Hagler, petinju yang diundang juara dunia dianggap terlalu kuat, sehingga saya dikecam lagi. Yang terakhir, kecaman terhadap pengunduran pertandingan Pical-Kawashima. Sebab, saya tidak ingin Pical melawan petinju yang cedera. Seharusnya, bagaimana kedudukan seorang promotor? Jika kontrak sudah ditandatangani, berarti hak terhadap petinju ada pada promotor. Saya sudah membayar mahal kepada petinju, lantas kalau semua orang mau mengatur dia, di mana hak yang saya miliki. Logikanya, kalau saya sudah membayar mahal seorang petinju, saya dapat bebas menentukan pilihan waktu, tanggal, tempat, dan lawan baginya. Jangan sampai saya menyerah kepada kemauan manajer si petinju, lalu siapa yang akan mengambil keputusan? Bagaimana dengan KTI? Kalau KTI ngomongnya seperti orang yang nggak mengerti persoalan, kepada siapa saya harus mengadu. Saya akan menolak, jika sepulang dari Amerika saya akan dikonfrontir dengan Anton Sihotang. Seharusnya, KTI bertanya kepada saya, bagaimana masalah sebenarnya, tentu akan saya terangkan. KTI harus membela promotor jika promotor ditentang oleh manajer petinju. Karena setiap perjanjian yang dibuat harus diketahui KTI. Jika terjadi sebaliknya, lebih baik saya mundur, karena ini menyangkut masalah hak. Apa yang Anda lakukan setelah mundur dari dunia tinju pro sebagai promotor? Saya sudah menciptakan juara dunia, saya sudah punya nama, lalu apalagi yang akan saya cari? Dan saya sudah cukup puas, tetapi kalau nama saya menjadi bahan omongan di koran, buat apa saya kerja? Ini bukan soal uang, melainkan harga diri. Lantas, apa yang akan Anda kerjakan? Saya mempunyai empat orang anak yang sudah mulai menanjak dewasa dan memerlukan pengawasan lebih. Mungkin, saya akan kawin lagi (tanpa menyebutkan calon istrinya - Red.). Saya ini sudah capek dihantam baik dari dalam maupun dari luar. Orang Amerika bilang: It's too much. Untuk itu saya perlu istirahat total dengan melupakan tinju, dan saya tidak akan mati karenanya. Masih ada Forum Enterprise yang bergerak dalam bidang supplier film-fllm olah raga bagi TVRI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini