PERSAINGAN merk mobil sedang seru. Grup Indo Mobil meluncurkan Nissan Cefiro, Mazda Interplay, dan New Suzuki Forsa Amenity. Krama Yudha Tiga Berlian memasarkan Lancer Dan Gan. Sedang Indonesia Republik Motor Company menjual New Ford Laser dari 1.300 sampai 1.800 cc, dan PT Imora memperkenalkan Honda Maestro. Masih ada Peugeot 405, produksi baru Astra, dan Fiat Uno. Sementara itu, daya beli pasaran di sini masih juga tak beranjak dari angka sekitar 30 ribu unit setahun. Di sela "lesunya" bisnis mobil itu, Tinton Suprapto menggebrak dengan menyelenggarakan lomba ketahanan mobil 12 jam di sirkuit Ancol, Minggu lalu. Mutu mobil benar-benar diuji di sini. "Sering orang bilang, gara-gara pembalaplah mobil sering rusak. Tapi itu tak sepenuhnya benar. Justru mutu dan kualitas mobil itu sendiri yang jadi penyebab," kata Tinton. Untuk menguji mana yang lehih tahan, mobil atau pembalapnya, Tinton lantas menggelar Enduro-Race 90 tadi. Yang diperlombakan, kelas A (sampai dengan 1.000 cc), kelas B (sampai 1.300 cc), kelas C (sampai 1.600 cc), dan kelas D (sampai 2.500 cc). Sejak subuh -- dimulai pukul 03.00 -- setelah bendera start dikibarkan Menpora Akbar Tandjung, 16 mobil berbagai merk menderu memecahkan sunyinya Ancol. Kendati di subuh itu hanya satu dua penonton yang menyaksikan, mobil-mobil "standard" yang baru keluar dari show room itu terus berpacu. Dalam lomba ini, mobil yang menempuh lap terbanyak yang menang. Setelah menempuh 20 atau maksimal 25 putaran, peserta baru diperbolehkan ganti pengemudi dan memeriksa segala urusan mesin di paddock. Ketahanan mesin memang utama, cuma daya tahan pembalap juga berperan besar. Setelah menyelesaikan sekitar 200 lap, suhu di permukaan sirkuit Ancol sudah mencapai 32 C. Sementara penonton mulai membludak di seputar lintasan atau duduk di tenda dengan membayar Rp 3.000. Hanya 13 mobil yang berhasil tahan 12 jam. Empat mobil mengalami kerusakan mesin, termasuk yang dikemudikan pembalap tangguh Beng Siswanto/Dadang Taruna. Yang mencatat lap terbanyak dari seluruh kelas adalah Hutomo Mandala Putra, yang berpasangan dengan Tinton Suprapto (Mazda) yang turun di kelas D dan mencatat 293 lap. Putra bungsu Presiden ini pernah menjuarai Starco Enduro Race 1989 dengan menyelesaikan 169 lap selama 7 jam. "Jadi, saya merasa biasa-biasa saja setelah menang dalam lomba ini," ujar Tommy, begitu panggilannya, pada TEMPO. Di kelas C, putra Nyonya Hardiyanti Rukmana, Dandy Rukmana, 17 tahun, yang berpasangan dengan Andry, juga keluar sebagai juara. Mengendarai Ford Dandy dan Andry menyabet 289 putaran. Pasangan muda usia ini mengalahkan pasangan senior Chepot, yang berpasangan dengan Didi S.K. Persaingan antarmerk mobil jelas seru. "Fiat Uno diciptakan untuk kondisi kecepatan tinggi yang cocok untuk lomba ini," begitu komentar Budi Pramono, manajer tim Fiat, dengan nada promosi kental. Toh secara jujur ia akui, kekurangan Fiat dan mobil Eropa lain: "tidak tahan panas". Fiat keluar sebagai juara kedua di kelas A. Mitsubishi, juara kedua kelas D, tak mau kalah. "Mitsubishi cocok untuk kecepatan tinggi dan rendah. Kelebihannya, mesin tak cepat panas, rem bagus, tapi suspensinya yang lembek," kata Kianto, salah seorang teknisi Mitsubishi. Mazda, lewat manajer tim Benny Hidayat, mengunggulkan sistem mekanik dan bodi mobilnya. Kata Benny, Mazda menjuarai World Champion Rally 1989 dan beberapa lomba di Amerika Serikat. Lomba semacam ini memang tak bisa lepas dari persaingan merk dan ketahanan mobil. Karena, dalam lomba 12 jam yang pertama kali diadakan di Indonesia ini, kalau mesin mobil sudah oke, tinggallah urusan keterampilan dan ketahanan si pengemudi yang bicara. Toriq Hadad dan Muchlis H.J.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini