JULIO Cesar Chavez, yang dijuluki petinju "pembunuh" itu, masih raja di kelas welter yunior. Sudah bertarung 68 kali, petinju ganteng dari Culiacan, Meksiko, ini belum pernah kalah atau seri. Sudah 55 lawan dihajarnya KO atau TKO -- biasanya karena muka robek, dahi pecah, mulut "jontor" yang membuat dokter ring menghentikan sang lawan. Ahad lalu, di Hotel Hilton, Las Vegas, Amerika Serikat, Chavez menambah panjang daftar korbannya dan sekali lagi membuat partai berdarah. Petinju berusia 27 tahun itu menghajar Meldrick Taylor, 23 tahun, pemegang medali emas Olimpiade Los Angeles 1984, dengan TKO di ronde ke-12. Dalam partai "unifikasi" merebut gelar WBC dan IBF itu Chavez akhirnya mencatat sejarah baru: Tak terkalahkan selama 13 tahun memegang gelar, juara di tiga badan dunia tinju dan juara di empat kelas. Sebelum bertanding, Meldrick Taylor dijagokan publik Amerika. Anak muda yang punya tinggi 170 cm dan berat 63,5 kg ini sudah "berkelahi" 24 kali, sekali seri dan 12 kali menang KO. Di amatir, Taylor sudah adu gasak lebih dari seratus kali, dan puncak kariernya dicapai pada usia 18 tahun dengan merebut medali emas Olimpiade Los Angeles. Ia masuk pro pada 1984 dan pada 1989 merebut gelar juara dunia dengan memukul KO James McGirt pada ronde ke-12. Keyakinan publik Amerika itu bertambah karena Taylor digembleng oleh pelatih George Benton di sasana milik bekas juara dunia kelas berat Joe Frazier. Tapi, Chavez belum waktunya ditaklukkan. Petinju dengan tinggi 174 cm dan berat 63,5 kg ini seperti ditakdirkan untuk tidak kalah-kalah. Juga oleh Meldrick Taylor. Di ronde awal, dengan jab yang bagus dan menyentak, memang Taylor menggetarkan hati penonton. Menghadapi Chavez yang maju bagaikan "tank Rusia", akhirnya Taylor memutuskan infight dan adu pukul dari "dalam". Padahal, adu pukul dari jarak pendek itulah kelebihan Chavez. Ia mampu memukul satu-dua dengan cepat, dengan upper cut dan hook kanan kirinya yang sama-sama hidup. Kalaupun ada satu dua pukulan lawan masuk, itu tak jadi masalah bagi Chavez. Ia sudah membuktikan diri sebagai petinju yang tahan pukul. Kulitnya jarang robek, wajahnya selalu bersih di akhir pertarungan. "Saya paling pantang untuk lari-lari di ring. Saya lebih suka berkelahi. Saya menang karena saya berkelahi, bukan lari," ujar Chavez menjelaskan gayanya yang terus merangsek maju. Dan itu artinya neraka disiapkan untuk setiap lawannya. Di Hotel Hilton itu, 18 November 1989 lalu, misalnya, Chavez menunjukkan bagaimana selayaknya seseorang bertinju. Waktu itu, lawannya adalah Sammy Fuentes (Puerto Rico) yang juga "anak bandel". Fuentes mengajak Chavez benar-benar adu pukul. Sekali Fuentes memukul, sekali Chavez membalas. Pertarungan antara kedua petinju itu berjalan seperti anak jalanan bertarung. Dua-duanya buas, dua-duanya beringas. Sampai di ronde ke-10, Sammy Fuentes tak tahan, karena darah sudah membanjiri mukanya. Chavez menang TKO. Meldrick Taylor juga tak tahan di ronde ke-12. Waktu ronde akhir itu bersisa 10 detik, Chavez menumbangkan Taylor ke kanvas. Coba lihat: Darah jatuh bercecer dari hidung, mulut, dan pipinya yang pecah. Walau Taylor mampu bangkit, wasit Richard Steele tak melanjutkan pertandingan. Chavez dinyatakan menang, dua detik menjelang ronde ke-12 berakhir. Taylor dikirim ke rumah sakit karena luka-lukanya dan juga dehidrasi. Namun, Taylor menunjukkan keheranannya akibat ulah wasit menghentikan pertarungan. "Saya masih sanggup bertarung," katanya. "Chavez memang hebat tapi lain kali Taylor akan memukulnya," ujar Lou Duva, pelatih Taylor, yang juga melatih penantang kelas berat Evander Holyfield. Wasit Steele punya alasan kuat. "Taylor tak bereaksi ketika saya tanya apakah Anda siap," ujar Steele setelah pertarungan usai. Yang membuat banyak pihak penasaran, ketika Taylor jatuh, sebenarnya ia memimpin pengumpulan angka. Hakim Jerry Roth dan Dave Moretti memberikan kemenangan untuk Taylor, hanya Chuck Giampa memenangkan Chavez. Apa pun alasannya, Chavez memang hebat. Sudah banyak nama beken dibabatnya ketika ia masih di kelas ringan. Edwin Rosario, juara dunia WBC asal Puerto Rico, digasak Chavez pada 1987. Lalu, pujaan Meksiko Jose Luiz Ramirez juga dirampas gelar WBA-nya pada 1988. Di welter yunior, si ganas Roger Mayweather disikat gelar WBC-nya pada 1989. Kini, giliran Taylor direnggut gelar IBF-nya. Masih ada satu nama yang di kelas welter yunior ini yang belum terkalahkan: Hector "Macho" Camacho. Kalau Chavez ketemu Macho, boleh jadi, inilah salah satu pertarungan terbesar di kelas itu. Toriq Hadad
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini