MATAHARI belum lagi terpeleset ke sebelah barat. Di saat remaja seusianya keluyuran di mal, Angelique Widjaja bergegas menuju Lapangan Tenis Admiral di kawasan Dago, Bandung. Setiap hari, kecuali Ahad, mulai pukul 14.30 hingga pukul 6 petang, gadis 16 tahun itu berlatih fisik dan mengasah teknik pukulannya.
Lalu, seusai berlatih, ke mana ia pergi? Jalan-jalan ke mal? Atau sekadar mampir di tempat gaul remaja? Ternyata ia langsung pulang. Bukan karena badannya telanjur apek berkeringat seharian, tapi ia memburu sebuah kemewahan: berada di rumah. Di situlah Angie menemukan dirinya.
Angie adalah tipe anak rumahan. Ia mengaku hampir tidak pernah keluyuran menyusuri mal atau ngeceng bersama teman-teman sebayanya. Kalaupun harus jalan-jalan ke luar, paling ia pergi makan bersama kakaknya. Di luar itu, sepanjang hari—selepas sekolah atau berlatih—ia cuma wara-wiri di rumahnya. ”Paling chatting, buka e-mail, atau lihat situs tenis,” katanya.
Ritme kehidupan gadis kelas dua SMU Taruna Bhakti, Bandung, ini nyaris tidak berubah meski Ahad pekan silam, di Nusadua, Bali, dia baru saja menorehkan sebuah sejarah dalam hidupnya dan juga dunia tenis Indonesia. Di luar dugaan, ia menjuarai Wismilak International, turnamen profesional yang pertama kali diikutinya. Di babak final, ia menundukkan Joannette Kruger, petenis asal Afrika Selatan, dua set langsung, 7-6, 7-6.
Tak ada pesta berkepanjangan menyambut kemenangan itu. Malah, separuh dari hadiah duit sebanyak US$ 27 ribu itu—dipotong pajak 20 persen—disumbangkannya ke Gereja El Shaday, tempat dia menjadi jemaat. Dan Angie kembali berlatih keras untuk menghadapi seri turnamen serupa yang bakal digelar di Surabaya, akhir bulan ini.
Kemenangan di Nusadua ini teramat penting bagi Angie. Posisinya langsung meroket ke peringkat 151 WTA, padahal sebelumnya ia cuma menduduki posisi 579. Prestasi ini melampaui target sebelumnya, yang dipatok dalam waktu tiga tahun. Lompatan peringkat ini diperoleh, selain karena ia berhasil menjuarai turnamen ini, juga lantaran Angie bisa menaklukkan petenis yang memiliki peringkat lebih tinggi.
Selain itu, di dalam tenis profesional terdapat beberapa kategori turnamen berdasarkan jumlah hadiah fulus, dari tingkat paling rendah satelite, challenger, tier, hingga grand slam. Nah, makin tinggi kualifikasinya, kian berlipat pula poin yang diperoleh. Angie beruntung, turnamen yang dimenanginya tergolong kelas tier 3, yang otomatis menggandakan perolehan poinnya.
Tentu ini merupakan bekal penting bagi karir Angie selanjutnya. Bagi petenis, soal peringkat ibarat karcis masuk untuk bisa berlaga di turnamen besar yang menyediakan duit lebih gendut. Dengan peringkat yang baru ini, Angie memiliki kesempatan tampil lebih banyak di berbagai turnamen.
Di lain pihak, ternyata lonjakan yang di luar dugaan ini membuat Deddy Tedjamukti, sang pelatih, kelimpungan. Deddy harus merevisi semua program yang sudah dijadwalkan. Dengan jatah bermain yang dimilikinya, yakni bermain di 13 turnamen, Deddy mengaku mesti pintar-pintar mengatur strategi lagi. Yang jelas, turnamen yang akan diikutinya tahun depan setidaknya harus bisa mengantarkannya ke posisi elite, 100 besar WTA.
Bisakah hal itu terwujud? Yayuk Basuki, petenis Indonesia pertama yang berhasil masuk ke peringkat elite dunia, melihat Angie ber-potensi untuk itu. Cuma, dia masih melihat beberapa kelemahan Angie, terutama teknik pukulannya, yang masih perlu banyak dipoles, dan strategi dalam permainan.
Di luar soal teknik permainan, berkaca pada pengalamannya, yang perlu diperhatikan adalah soal pilihan turnamen yang akan diikutinya. Kejelian dalam hal inilah yang bisa mendongkrak posisi Yayuk di masa lalu. ”Saya memilih turnamen untuk mencari poin,” katanya. Prestasi Yayuk yang terbaik berada pada peringkat 19 WTA.
Sependapat dengan Yayuk, pengamat tenis Benny Mailili mengungkapkan bahwa untuk meraih target itu setidaknya perlu strategi dan perencanaan yang teliti di antara pemain, pelatih, dan sponsor. Hal itu bisa diperoleh dengan menilik kualifikasi turnamen yang bisa diikuti. ”Dia memang sudah harus bertarung di pro WTA Tour itu. Sebab, kalau dia salah dalam mengatur programnya, saya khawatir peringkatnya akan melorot sampai 300-400 dunia,” kata Benny.
Memang tidak murah untuk itu. Tapi, sejatinya, soal itu tidak perlu dikhawatirkan lagi. Petenis muda ini belakangan di-dukung modal yang kuat. Angie kini dibeking sepenuhnya oleh pengusaha Ponco Sutowo, yang menyediakan pelatih khusus, Deddy Tedjamukti.
Nah, langkah awal untuk melonjak ke posisi top 100, Angie setidaknya harus memenangi kejuaraan Wismilak akhir bulan ini.
Irfan Budiman, Ardi Bramantyo, Rofiqi Hasan (Nusadua)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini