MARTINA Navratilova membiarkan saja bola melambung dari pukulan
forehand juara bertahan Chris Evert Lloyd. Begitu bola jatuh
melewati baseline, menanglah ia untuk ketiga kalinya di
Wimbledon. Dua menit lamanya ia tak dapat menguasai diri karena
girang. Chris Evert Sabtu lalu ia taklukkan 6-1, 3-6 dan 6-2.
Petenis AS kelahiran Cekoslowakia itu oleh panitia seeding telah
ditempatkan di urutan teratas. Bukan karena Martina pemain tenis
putri top sekarang ini, tapi karena ia diperkirakan pasti juara,
mengulangi prestasinya tahun 1978 dan 1979 di tempat yang sama.
Kalau kemenangan Martina, 25 tahun, di Wimbledon sebelumnya
lebih banyak karena gaya permainan dari pada bakat alam, kali
ini kesuksesannya banyak ditunjang coach dan pelatihnya, Renee
Richards dan Nancy Lieberman. Renee, 45 tahun, petenis putra
yang berganti kelamin tahun 1975, mendampingi Martina sejak
bertemu di turnamen terbuka AS September lalu. Nancy, pelatih
bola basket prof dari Dallas sudah menangani latihan fisik
Martina sejak 3 bulan sebelumnya.
Martina adalah pemain emosional yang pernah kehilangan
kewarganegaraan karena lari ke AS dari Ceko setelah menang di
Wimbledon 1978. Nancy memberi dorongan mentalnya, sedangkan
Renee yang mematut-matut pakaiannya sebelum bertanding sambil
membicarakan strategi. Strategi Martina mengalahkan Christ
Evert adalah memancing lawannya ke depan net dengan drop volley.
Sejak ditangani tim pengasuh itulah Martina menjadi pemain top.
Ia selalu sukses sebagai finalis dalam 19 turnamen yang
diikutinya sejak tahun lalu dan memenangkan 14 turnamen.
Termasuk 3 dari 4 turnamen rangkaian Grand Slam, yakni
Australian Open (Desember 1981), French Open (awal Juni 1982)
dan terakhir di Wimbledon 1982 itu. Tinggal turnamen Forest Hill
(di AS) September mendatang yang diincarnya untuk jadi milioner.
Bila menang ia mendapatkan hadiah utama plus hadiah Grand Slam
US$ 1 juta. Setelah memenangkan seri ke-3 di Wimbledon, ia
memperoleh hadiah US$ 500 ribu plus hadiah pertama Wimbledon, ?
37,500.
Kejuaraan ini dimulai 1887 dan sejak 1927 menerapkan sistem
seeding. Pemain yang di-seeded teratas di Wimbledon dan mencapai
final, keluar sebagai juara. Dari 49 kesempatan, terjadi 23 kali
pemain pria dan 25 kali pemain putri yang ditempatkan teratas,
keluar sebagai juara.
Ramalan panitia seeding yang menempatkan John McEnroe di urutan
teratas, ternyata sedikit meleset.
Karena Jimmy Connors, pemain urutan kedua, hanya menang tipis
atas juara bertahan rekan sewarga AS, John McEnroe. Kedua pemain
kidal itu harus bertarung alot 4 jam 14 menit dalam lima set.
Mula-mula mereka berbagi angka sama 6-3, 3-6, 7-6, 6-7. Tapi
akhirnya McEnroe menyerah 4-6.
Jimmy Connors, 29 tahun, memang lebih berpengalaman dari
McEnroe, 23 tahun. Connors pernah menjuarai Wimbledon 1974.
"Jimmy berada dalam kondisi puncak," kata McEnroe -- ia tak
berani mengakui bahwa ia kurang memperhitungkan pemain yang
hampir masuk golongan veteran itu.
Jimmy Connors agaknya melihat sekaranglah kesempatan baginya
untuk mengulang prestasinya. Beberapa kali ia kandas di final
oleh Bjorn Borg (1977 dan 1978). Kebetulan Borg kali ini tidak
ikut, maka Connors mempersiapkan dlri dengan pukulan-pukulan
ampuhnya. Servis-servis lawan beberapa kali langsung disambarnya
dengan pukulan mematikan dan merebut angka ace (menang sekali
pukul). Servisnya yang keras sambil mencondongkan badan ke depan
supaya siap menerkam bola pengembalian lawan, sering pula
membuahkan angka ace baginya.
"Jika Connors telah melakukan semua ini sejak 1974, saya yakin
gelar juara telah beberapa kali direbutnya, pun melawan Bjorn
Borg," komentar pemain top awal 1970-an, John Alexander. Pemain
berpengalaman dari Australia ini dirontokkan Connors di putaran
kedua. Kata-kata Alexander memang pernah dibuktikan Connors
dengan mengalahkan top seeded Bjorn Borg di Turnamen Molson
Kanada Februari lalu.
BJORN Borg, juara lima kali, sekanrang tidak ikut. Tindakan
ini sebagai protes karena tidak di-seeded, karena menurut
panitia ia tak mau ikut dalam minimal 10 turnamen seri Grand
Prix 1982. Pemain top dunia bukan Borg seorang yang tidak ikut.
Ivan Lendle, pemain spesialis lapangan gravel dari Ceko dan
ranking teratas Asosiasi Petenis Profesional (ATP) tak muncul
karena katanya ia tidak cukup 3 bulan mempersiapkan diri bermain
di padang rumput Wimbledon. Di pihak lain, Guillermo Vilas dan
Jose Luis Clerc (Argentina) memprotes Inggris soal Malvinas.
Sedangkan Eliot Teltcher (AS) juga tak turut karena belum lama
ini cedera.
Tak ikutnya 5 petenis anggota 10 besar dunia itu ditambah hujan
sering turun ternyata tidak mempengaruhi pemasukan uang dari
karcis penonton di arena berkapasitas 30.000 penonton Wimbledon.
Banyak tukang catut karcis, 66 orang tertangkap polisi, yang
mencatutkan karcis bernilai ?50 dengan harga ?500 sampai 1000.
Konon panitia yang mengeluarkan biaya ?3 juta tidak rugi. Di
tahun 1973 ada 78 petenis prof memboikot Wimbledon dan panitia
rugi.
Hal itu membuktikan, turnamen ini bukan lagi arena sport murni
yang diincar pemain untuk memperoleh prestise, tetapi uga
turnamen yang penuh pesan sponsor, berikut berbagai syarat dalam
menentukan pemain. Misalnya: pemain yang boleh ikut harus
melalui kualifikasi dengan sekurangnya 10 turnamen GP.
Panitia Wimbledon telah memutuskan pekan lalu, bahwa pemain yang
pernah 3 kali menjuarai Wimbledon dalam 4 tahun terakhir, bisa
ikut. Berarti Borg bisa ikut tahun depan -- kalau ia masih mau.
Untuk menunjukkan prestasi, atau sekaligus mencari uang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini