Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Tak ada lagi zico & maradona

Serba serbi piala dunia '82 pada putaran kedua. italia berhasil keluar sebagai juara grup c, dan masuk semifinal bersama polandia, prancis & jerman barat. maradona membuktikan dirinya pemain terbaik.(or)

10 Juli 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BRAZIL yang diunggulkan keluar sebagai juara Piala Dunia di Spanyol, ternyata kandas di tangan Italia, kesebelasan yang kurang diperhitungkan. Di bawah pekik "Brazil . . . Brazil" dan musik serta tarian samba di berbagai pojok Stadion Sarria Barcelona, 5 Juli, tim Amerika Latin itu menderita kekalahan pahit 3-2. Kemenangan yang menggemparkan kubu Italia ini tidak lepas dari siasat yang dipasang tim manajer Enzo Bearzot, 55 tahun. "Ketika mengalahkan tim Argentina, kami menggunakan dasar kekuatan pada fisik. Tetapi dengan Brazil kami menggunakan kemampuan taktis," katanya. 3 gol kemenangan Italia itu diciptakan Paulo Rossi. Skor dibuka oleh pemain Brazil, Junior. Gol ini tak lama kemudian disamakan oleh Rossi. Pada suatu saat pemain Italia, Antognini hampir saja berhasil menambah angka bagi timnya. Untung penjaga gawang Brazil, berhasil menangkap bola persis pada garis putih di bawah mistar. Antognini memprotes dan menuntut gol. Tetapi wasit Abraham Klein dari Israel menolak, karena bola belum melewati garis. Tim yang dipimpinnya unggul sekalipun beberapa pemain yang diturunkannya masih cedera yang mereka derita dalam pertempuran melawan Argentina 29 Juni yang lalu. Dengan kemenangan itu Italia maju ke semi final sebagai juara grup C. Di semi final dia akan berhadapan dengan Polandia yang keluar sebagai juara grup A. Pertandingan berlangsung 8 Juli di stadion Nou Camp, Barcelona. Sekalipun kalah dan tak sempat masuk ke semi final, bagaimanapun orang tak akan gampang melupakan permainan Brazil yang bersih dan telah membuat sepakbola sebagai tontonan yang menghibur. Pertandingannya melawan Argentina yang berkesudahan 3-1 tanggal 2 Juli, dianggap sebagai suguhan yang paling menarik. Banyak yang menyesal mengapa pertandingan antara dua raksasa bola dari Amerika Latin itu hanya dimainkan di Stadion Real Club Deportivo Espanol yang hanya punya 44.000 tempat duduk. Mengapa tidak di Nou Camp yang bisa menampung 120.000 penonton. Sehingga harga karcis catutan mencapai US$ 250. Ketika akan turun bertarung, manajer-pelatih Tele Santana tidak meremehkan kekuatan Argentina. Menurut dia dengan pemain yang sebagian besar terdiri dari tim Argentina yang menjuarai Piala Dunia 1978, ditambah dobrakan Maradona dan Diaz, Brazil memang bisa repot. "Tetapi saya kira pemain-pemain Argentina itu hanya membuat sejarahnya di tahun 1978. Saya yakin pemain-pemain saya yang hampir seluruhnya baru akan menunjukkan kebesarannya," ulas Santana. Pertandingan itu dimulai Brazil dengan permainan yang lamban pada menit-menit pertama. Menit ke-12 Zico menyarangkan bola muntah dari tendangan bebas Eder yang membentur gawang. Cuma itu satu-satunya gol yang terjadi di babak pertama. Baru pada babak kedua tempo pertandingan memuncak. Tiga serangkai Zico, Cerezo dan Falcao terus-menerus menekan pertahanan Argentina. Pada menit ke-67 dari rusuk kanan, Zico yang ditempel pemain belakang Argentina, sambil berlari memberikan umpan melambung ke depan gawang. Penjaga gawang Ubaldo Fillol sia-sia menjangkaunya. Serginho yang melayang dari rusuk kanan menanduknya ke tiang jauh. Sedangkan gol ketiga terjadi 7 menit kemudian. Sekali ini Zico menyorongkan umpan menyusur rumput ke sayap kiri. Penjaga gawang Fillol bagaikan kena strom tertarik ke sayap kanan. Tetapi dengan kalem Junior mendorong bola ke kiri gawang. Fillol mati langkah dan bola bergulir masuk. Ramon Diaz membalas kekalahan dengan sebuah tendangan keras dari luar daerah penalti. Tetapi gol ini tidak punya rangsangan lagi bagi kawan-kawannya, karena pertandingan tinggal 1 menit. Kekalahan itu membuktikan pelatih Menotti masih belum juga bisa menemukan resep untuk menundukkan Brazil sejak dia mengemudikan Argentina tahun 1974. Selama 8 tahun dari sembilan pertarungan, 6 kali anak asuhannya menelan kekalahan. Tiga draw. Sejarah lama yang cukup pahit juga berulang di Spanyol ini. Italia yang sempat menghadangnya dengan angka 2-1 dalam putaran awal Piala Dunia 1978 di Buenos Aires, kembali mempecundanginya. Sistem pertahanan Cattenaccio yang menyebalkan itu merontokkan Argentina 2-1 tanggal 29 Juni yang lalu. "Argentina kalah karena pemain-pemain kami terlalu berharap akan menang. Mereka bukannya mundur dan bermain draw, malahan kepingin mengambil risiko. Kami terperangkap oleh sistem antifootball Italia," kata Menotti sehabis pertandingan. Sukses Italia itu karena pengawalan ketat terhadap Maradona. Begitu ketatnya hingga orang sangsi terhadap sportifitas Gentile yang mengikutinya ke mana saja, bagaikan bayangan. Sekalipun ada yang menyebutkan gaya permainan bertahan a la Italia itu mengurangi daya tarik permainan, namun Pele, pemain legendaris Brazil yang jadi kolumnis, memuji ketrampilan barisan belakang Italia. Terutama Bruno Conti yang begitu dingin mengorganisasikan pertahanan untuk balik menyerang dengan tiba-tiba. "Tak banyak pemain di dunia ini yang bisa begitu tenang seperti Conti," kata Pele. Terkadang di daerah penalti Italia berjejal sampai 20 orang pemain. Bagaimanapun Pele tidak menyebutkan Gentile pemain yang gentle. "Tetapi apa yang diharapkan Maradona dari pemain Italia? Sepakbola pasif?" tanyanya. Dia tidak menyangsikan bakat Maradona. Tapi dia menganggap milyuner bola anak buruh kereta api itu tidak punya daya penciuman yang tajam untuk mengubah taktik. Seharusnya dia lebih banyak bergerak dan tidak hanya bertumpu di lapangan tengah. Dengan begitu memberikan peluang teman-temannya untuk menyelinap masuk. Dia menilai Maradona tidak dipersiapkan secara baik. Gelanggang Piala Dunia di Spanyol ternyata gagal pula dimanfaatkan Maradona untuk membuktikan dirinya sebagai pemain terbaik dengan nilai transfer termahal, US$ 8 juta. Ia kelihatan begitu kecewa ketika melawan Italia. Dia pontang-panting dihadang Gentile. Dia menganggap penjagaan a la Gentile itu pantas mendapat peringatan dari wasit. Menotti sendiri mencatat 20 kali Maradona dicurangi dalam pertarungan yang keras itu. Kekecewaan itu membuat pemain itu menjadi panas. Dan ketika berhadapan dengan Brazil yang tidak memberikan pengawalan khusus buat dia, Maradona benar-benar menjatuhkan martabatnya dengan sengaja menendang kelangkangan Batista yang masuk menggantikan Zico. Penyerang Brazil itu cedera digasak Daniel Passarella. Wasit Vasquez dari Meksiko memberikan kartu merah. Maradona dengan lesu melangkah ke luar lapangan seraya membuat tanda salib di dadanya. Penonton bersorak mengejek. Aneh juga bahwa pada saat melawan Brazil yang tidak mengawalnya satu lawan-satu seperti lawan Italia, dia bisa jadi naik pitam begitu. Mungkin seperti dikatakan Pele, dia memang belum siap untuk pertandingan sebesar Piala Dunia ini. "Dunia sepakbola yang kadang-kadang bengis terlalu banyak menuntut dari anak muda yang belum matang itu," kata Pele. Banyak yang membabi-buta menyanjungnya sebagai pemain terbesar. Tetapi bagaimanapun Pele berharap 4 tahun mendatang, Maradona bisa menjadi matang dengan belajar dari kesalahan di Spanyol ini. Polandia maju ke semi final setelah bermain sama kuat 0-0 melawan Uni Soviet. Polandia dan Uni Soviet sama-sama memiliki 3 biji kemenangan, namun Polandia unggul selisih gol dengan mengalahkan Belgia 3-0. Sementara Uni Soviet hanya 1-0. Pemain kawakan Lato masih mampu bermain dalam tempo yang cukup tinggi sampai menit terakhir dalam perlawanan "hidup mati" melawan Uni Soviet itu. Didukung Boniek, Buncol dan Smoralek berkali-kali Polandia mengancam gawang Dasaev, tapi gagal membuahkan gol. Keunggulan atas Uni Soviet itu ditandai pula dengan santernya kabar: lebihkurang 300 supporter Polandia yang datang ke Spanyol membelot dan minta suaka politik di negara-negara Barat. "Kami tidak ingin tinggal lebih lama di Polandia," kata seorang juru bahasa Katowice. Diperhitungkan sekitar 1000 orang Polandia diizinkan berkunjung ke Spanyol oleh pemerintah Polandia untuk menyaksikan Piala Dunia. Ini kesempatan pertama berkunjung ke Barat sejak darurat perang Desember lalu. Di grup D Prancis dengan keunggulan teknik, berhasil melabrak pertahanan Irlandia Utara dan meraih 4 gol lewat tendangan Alain Giresse dan Nominique Rocheteau yang masing-masing membuahkan 2 gol. Satu-satunya gol balasan Irlandia Utara diciptakan Joseph Armstrong pada menit ke-75. Sebenarnya dengan hasil draw melawan Irlandia Utara, Prancis sudah bisa masuk semi final. Karena dia telah mengalahkan Austria 1-0, sedangkan Irlandia Utara bermain sama kuat 2-2 menghadapi Austria. "Tetapi kami datang untuk menang, bukan untuk draw," ujar manajer Michel Hidalgo. Sementara itu dari grup B, Jerman Barat berhak masuk semi final karena Inggris hanya mampu bermain draw 0-0 melawan Spanyol di Stadion Santiago Bernabeu tanggal 5 Juli. Beberapa jam setelah Italia secara mengejutkan menaklukkan Brazil. Untuk melangkah ke semi final Inggris paling tidak harus mengalahkan Spanyol dengan selisih 2 gol sebab Jerman Barat menang 2-1 atas tim tuan rumah itu. Menurut koresponden TEMPO di London, Abdullah Alamudij Inggris menurunkan pemain andalannya Kevin Keegan dan Trevor Brooking pada babak kedua, namun gol-gol kemenangan yang mereka kejar gagal. Dipatahkan barisan belakang Spanyol. Dengan hasil tersebut Jerman Barat akan berhadapan dengan Prancis, tim pertama yang memastikan diri maju ke semi final. Pertandingan akan berlangsung di Seville, 8 Juni.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus