BRAZIL yang diunggulkan keluar sebagai juara Piala Dunia di
Spanyol, ternyata kandas di tangan Italia, kesebelasan yang
kurang diperhitungkan. Di bawah pekik "Brazil . . . Brazil" dan
musik serta tarian samba di berbagai pojok Stadion Sarria
Barcelona, 5 Juli, tim Amerika Latin itu menderita kekalahan
pahit 3-2.
Kemenangan yang menggemparkan kubu Italia ini tidak lepas dari
siasat yang dipasang tim manajer Enzo Bearzot, 55 tahun. "Ketika
mengalahkan tim Argentina, kami menggunakan dasar kekuatan pada
fisik. Tetapi dengan Brazil kami menggunakan kemampuan taktis,"
katanya.
3 gol kemenangan Italia itu diciptakan Paulo Rossi. Skor dibuka
oleh pemain Brazil, Junior. Gol ini tak lama kemudian disamakan
oleh Rossi. Pada suatu saat pemain Italia, Antognini hampir saja
berhasil menambah angka bagi timnya. Untung penjaga gawang
Brazil, berhasil menangkap bola persis pada garis putih di bawah
mistar. Antognini memprotes dan menuntut gol. Tetapi wasit
Abraham Klein dari Israel menolak, karena bola belum melewati
garis.
Tim yang dipimpinnya unggul sekalipun beberapa pemain yang
diturunkannya masih cedera yang mereka derita dalam pertempuran
melawan Argentina 29 Juni yang lalu.
Dengan kemenangan itu Italia maju ke semi final sebagai juara
grup C. Di semi final dia akan berhadapan dengan Polandia yang
keluar sebagai juara grup A. Pertandingan berlangsung 8 Juli di
stadion Nou Camp, Barcelona.
Sekalipun kalah dan tak sempat masuk ke semi final, bagaimanapun
orang tak akan gampang melupakan permainan Brazil yang bersih
dan telah membuat sepakbola sebagai tontonan yang menghibur.
Pertandingannya melawan Argentina yang berkesudahan 3-1 tanggal
2 Juli, dianggap sebagai suguhan yang paling menarik. Banyak
yang menyesal mengapa pertandingan antara dua raksasa bola dari
Amerika Latin itu hanya dimainkan di Stadion Real Club Deportivo
Espanol yang hanya punya 44.000 tempat duduk. Mengapa tidak di
Nou Camp yang bisa menampung 120.000 penonton. Sehingga harga
karcis catutan mencapai US$ 250.
Ketika akan turun bertarung, manajer-pelatih Tele Santana tidak
meremehkan kekuatan Argentina. Menurut dia dengan pemain yang
sebagian besar terdiri dari tim Argentina yang menjuarai Piala
Dunia 1978, ditambah dobrakan Maradona dan Diaz, Brazil memang
bisa repot. "Tetapi saya kira pemain-pemain Argentina itu hanya
membuat sejarahnya di tahun 1978. Saya yakin pemain-pemain saya
yang hampir seluruhnya baru akan menunjukkan kebesarannya," ulas
Santana.
Pertandingan itu dimulai Brazil dengan permainan yang lamban
pada menit-menit pertama. Menit ke-12 Zico menyarangkan bola
muntah dari tendangan bebas Eder yang membentur gawang.
Cuma itu satu-satunya gol yang terjadi di babak pertama. Baru
pada babak kedua tempo pertandingan memuncak. Tiga serangkai
Zico, Cerezo dan Falcao terus-menerus menekan pertahanan
Argentina. Pada menit ke-67 dari rusuk kanan, Zico yang ditempel
pemain belakang Argentina, sambil berlari memberikan umpan
melambung ke depan gawang. Penjaga gawang Ubaldo Fillol sia-sia
menjangkaunya. Serginho yang melayang dari rusuk kanan
menanduknya ke tiang jauh.
Sedangkan gol ketiga terjadi 7 menit kemudian. Sekali ini Zico
menyorongkan umpan menyusur rumput ke sayap kiri. Penjaga gawang
Fillol bagaikan kena strom tertarik ke sayap kanan. Tetapi
dengan kalem Junior mendorong bola ke kiri gawang. Fillol mati
langkah dan bola bergulir masuk.
Ramon Diaz membalas kekalahan dengan sebuah tendangan keras
dari luar daerah penalti. Tetapi gol ini tidak punya rangsangan
lagi bagi kawan-kawannya, karena pertandingan tinggal 1 menit.
Kekalahan itu membuktikan pelatih Menotti masih belum juga bisa
menemukan resep untuk menundukkan Brazil sejak dia mengemudikan
Argentina tahun 1974. Selama 8 tahun dari sembilan pertarungan,
6 kali anak asuhannya menelan kekalahan. Tiga draw.
Sejarah lama yang cukup pahit juga berulang di Spanyol ini.
Italia yang sempat menghadangnya dengan angka 2-1 dalam putaran
awal Piala Dunia 1978 di Buenos Aires, kembali mempecundanginya.
Sistem pertahanan Cattenaccio yang menyebalkan itu merontokkan
Argentina 2-1 tanggal 29 Juni yang lalu. "Argentina kalah karena
pemain-pemain kami terlalu berharap akan menang. Mereka bukannya
mundur dan bermain draw, malahan kepingin mengambil risiko. Kami
terperangkap oleh sistem antifootball Italia," kata Menotti
sehabis pertandingan.
Sukses Italia itu karena pengawalan ketat terhadap Maradona.
Begitu ketatnya hingga orang sangsi terhadap sportifitas Gentile
yang mengikutinya ke mana saja, bagaikan bayangan.
Sekalipun ada yang menyebutkan gaya permainan bertahan a la
Italia itu mengurangi daya tarik permainan, namun Pele, pemain
legendaris Brazil yang jadi kolumnis, memuji ketrampilan barisan
belakang Italia. Terutama Bruno Conti yang begitu dingin
mengorganisasikan pertahanan untuk balik menyerang dengan
tiba-tiba. "Tak banyak pemain di dunia ini yang bisa begitu
tenang seperti Conti," kata Pele. Terkadang di daerah penalti
Italia berjejal sampai 20 orang pemain.
Bagaimanapun Pele tidak menyebutkan Gentile pemain yang gentle.
"Tetapi apa yang diharapkan Maradona dari pemain Italia?
Sepakbola pasif?" tanyanya. Dia tidak menyangsikan bakat
Maradona. Tapi dia menganggap milyuner bola anak buruh kereta
api itu tidak punya daya penciuman yang tajam untuk mengubah
taktik. Seharusnya dia lebih banyak bergerak dan tidak hanya
bertumpu di lapangan tengah. Dengan begitu memberikan peluang
teman-temannya untuk menyelinap masuk. Dia menilai Maradona
tidak dipersiapkan secara baik.
Gelanggang Piala Dunia di Spanyol ternyata gagal pula
dimanfaatkan Maradona untuk membuktikan dirinya sebagai pemain
terbaik dengan nilai transfer termahal, US$ 8 juta. Ia kelihatan
begitu kecewa ketika melawan Italia. Dia pontang-panting
dihadang Gentile. Dia menganggap penjagaan a la Gentile itu
pantas mendapat peringatan dari wasit. Menotti sendiri mencatat
20 kali Maradona dicurangi dalam pertarungan yang keras itu.
Kekecewaan itu membuat pemain itu menjadi panas. Dan ketika
berhadapan dengan Brazil yang tidak memberikan pengawalan khusus
buat dia, Maradona benar-benar menjatuhkan martabatnya dengan
sengaja menendang kelangkangan Batista yang masuk menggantikan
Zico. Penyerang Brazil itu cedera digasak Daniel Passarella.
Wasit Vasquez dari Meksiko memberikan kartu merah. Maradona
dengan lesu melangkah ke luar lapangan seraya membuat tanda
salib di dadanya. Penonton bersorak mengejek.
Aneh juga bahwa pada saat melawan Brazil yang tidak mengawalnya
satu lawan-satu seperti lawan Italia, dia bisa jadi naik pitam
begitu. Mungkin seperti dikatakan Pele, dia memang belum siap
untuk pertandingan sebesar Piala Dunia ini. "Dunia sepakbola
yang kadang-kadang bengis terlalu banyak menuntut dari anak muda
yang belum matang itu," kata Pele. Banyak yang membabi-buta
menyanjungnya sebagai pemain terbesar. Tetapi bagaimanapun Pele
berharap 4 tahun mendatang, Maradona bisa menjadi matang dengan
belajar dari kesalahan di Spanyol ini.
Polandia maju ke semi final setelah bermain sama kuat 0-0
melawan Uni Soviet. Polandia dan Uni Soviet sama-sama memiliki 3
biji kemenangan, namun Polandia unggul selisih gol dengan
mengalahkan Belgia 3-0. Sementara Uni Soviet hanya 1-0.
Pemain kawakan Lato masih mampu bermain dalam tempo yang cukup
tinggi sampai menit terakhir dalam perlawanan "hidup mati"
melawan Uni Soviet itu. Didukung Boniek, Buncol dan Smoralek
berkali-kali Polandia mengancam gawang Dasaev, tapi gagal
membuahkan gol.
Keunggulan atas Uni Soviet itu ditandai pula dengan santernya
kabar: lebihkurang 300 supporter Polandia yang datang ke Spanyol
membelot dan minta suaka politik di negara-negara Barat. "Kami
tidak ingin tinggal lebih lama di Polandia," kata seorang juru
bahasa Katowice. Diperhitungkan sekitar 1000 orang Polandia
diizinkan berkunjung ke Spanyol oleh pemerintah Polandia untuk
menyaksikan Piala Dunia. Ini kesempatan pertama berkunjung ke
Barat sejak darurat perang Desember lalu.
Di grup D Prancis dengan keunggulan teknik, berhasil melabrak
pertahanan Irlandia Utara dan meraih 4 gol lewat tendangan Alain
Giresse dan Nominique Rocheteau yang masing-masing membuahkan 2
gol. Satu-satunya gol balasan Irlandia Utara diciptakan Joseph
Armstrong pada menit ke-75.
Sebenarnya dengan hasil draw melawan Irlandia Utara, Prancis
sudah bisa masuk semi final. Karena dia telah mengalahkan
Austria 1-0, sedangkan Irlandia Utara bermain sama kuat 2-2
menghadapi Austria. "Tetapi kami datang untuk menang, bukan
untuk draw," ujar manajer Michel Hidalgo.
Sementara itu dari grup B, Jerman Barat berhak masuk semi final
karena Inggris hanya mampu bermain draw 0-0 melawan Spanyol di
Stadion Santiago Bernabeu tanggal 5 Juli. Beberapa jam setelah
Italia secara mengejutkan menaklukkan Brazil. Untuk melangkah ke
semi final Inggris paling tidak harus mengalahkan Spanyol dengan
selisih 2 gol sebab Jerman Barat menang 2-1 atas tim tuan rumah
itu.
Menurut koresponden TEMPO di London, Abdullah Alamudij Inggris
menurunkan pemain andalannya Kevin Keegan dan Trevor Brooking
pada babak kedua, namun gol-gol kemenangan yang mereka kejar
gagal. Dipatahkan barisan belakang Spanyol. Dengan hasil
tersebut Jerman Barat akan berhadapan dengan Prancis, tim
pertama yang memastikan diri maju ke semi final. Pertandingan
akan berlangsung di Seville, 8 Juni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini