Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Manusia 948 Miliar

Gaya hidup Kaka jauh dari glamor. Itu juga yang membuatnya tetap menjadi pemain nomor satu dan berharga mahal.

15 Juni 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JANJI memang utang. Florentino Perez pun langsung membayarnya dengan kontan. Hanya beberapa hari setelah terpilih sebagai Presiden Real Madrid, dia berhasil membawa Kaka, asal Brasil, ke Santiago Bernabeu. Tak tanggungtanggung, bintang Milan yang bernama asli Ricardo Izecson dos Santos Leite itu digaet dengan uang 68 juta euro atau sekitar Rp 948 miliar.

Harga itu merupakan yang terbesar tahun ini. Itu pun tak membuat Perez puas. Target berikutnya adalah Cristiano Ronaldo, bintang Manchester Uni­ted, yang kalau dilepas klubnya seharga Rp 1,3 triliun bisa menjadi rekor baru, yang selama ini dipegang Zinedine Zidane, yang dibayar Rp 1,048 triliun sebagai ongkos kepergiannya ke Madrid pada 2001.

Sepak bola sudah tidak masuk akal, memang. Namun, dilihat dari perjalanan klub ini untuk mendapatkan Kaka, Madrid sepertinya sudah ke­habisan kesabaran. Air liur Los Blancos sudah lama menetes. Tiga tahun silam, mereka telah melemparkan tawaran. Kaka mengatakan kadung cinta kepada Milan, dengan segala pernik di dalamnya.­

Itu juga yang membuatnya menolak tawaran Manchester City, yang baru saja dibeli pengusaha asal Timur ­Tengah. Jumlahnya luar biasa, 100 juta euro atau lebih besar ketimbang yang diajukan Real Madrid. Pejabat Milan sendiri sebenarnya merelakan Kaka pergi. Namun si bintang ogah. ”Saya akan bermain untuk AC Milan sampai saat pensiun, kecuali bila Milan ­sudah tak membutuhkan tenaga saya,” katanya.­

Kini klub milik Silvio Berlusconi itu justru sangat membutuhkan Kaka. Dengan menjualnya, klub ini memiliki dana segar untuk menjalankan roda bisnis yang lesu akibat krisis finansial. Lagi pula, bersama Milan, Kaka mencium banyak piala. ”Sekarang saya ingin juara bersama Real Madrid,” katanya.

Kaka adalah sosok lain dari bintang asal Brasil yang bermain di Liga Eropa. Kunci suksesnya, selain memiliki bakat luar biasa, dia berhasil mengelola diri dengan baik. Hal inilah yang tidak ditemukan pada bintang lain.

Misalnya Ronaldinho Gaucho, 28 tahun, bintang Brasil yang sekarang bermain di AC Milan. Kemampuan pemain ini sungguh luar biasa. Beberapa kali mendapatkan penghargaan sebagai pemain terbaik. Tapi ketenaran dan harta membuatnya lupa diri.

Ronaldinho memang kaya. Dalam sebulan dia beroleh gaji sekitar 540 ribu euro. Dari total pendapatan, dia adalah pemain terkaya di planet ini. Nah, dengan kekayaan seperti itu, apa pun bisa didapatkannya. Pemain bola yang murah senyum ini dikenal memiliki gaya hidup yang glamor. Kalung emas menggelendot di lehernya. Dia juga dikenal sebagai playboy.

Saat bermain di Piala Dunia 2006, misalnya, menurut The Sun, hampir tiap malam Ronaldinho mampir ke hotel tempat menginap Alexandra Paressant, pacarnya asal Prancis. Kegiatannya: bercinta, leyehleyeh bermain PlayStation, lalu pulang ke hotelnya. Sejago apa pun, bila kondisi fisiknya seperti itu, sulitlah bagi dia untuk menunjukkan kemampuannya.

Tak hanya itu. Saat berada di Barcelona, sikap Ronaldinho pun nyentrik. Bersama Deco, ia ogah naik bus bersama. Keduanya lebih suka naik mobil mewah masingmasing. Mereka berdua kerap pula bikin masalah di kamar ganti.

Rupanya, kelakuan ini bukan hal baru. Saat Ronaldinho bermain di Paris SaintGermain, Prancis, Manajer Luis Fernandez sering mengelus dada dengan kelakuannya yang selalu terlambat berlatih seusai clubbing atau tak kembali tepat waktu setelah berlibur.

El Phenomenon juga. Ronaldo, si kepala plontos, yang semula menjadi salah satu pemain terbaik dunia, ternyata tak mampu lepas dari pengaruh keka­yaan yang melingkupinya. Lagilagi, perempuan yang jadi sasarannya. Namun, mungkin karena ia bosan, wa­ria pun dilahapnya. Tahun lalu, Ronaldo dilaporkan ke polisi. Katanya, dia tidak membayar jasa si waria.

Pemain Brasil lainnya, Adriano, dengan postur yang tinggi besar dan na­luri mencetak gol yang luar biasa, memiliki kelakuan yang tidak jauh berbeda. Dia suka menghabiskan malam dengan ajojing dan tentu saja ditemani wanitawanita cantik, plus alkohol. Repotnya lagi, dia lebih suka membolos latihan.

Tak ampun lagi, Inter Milan, yang mengontrak pemain ini sejak delapan tahun silam, merelakan dia memilih pergi ke kampung halamannya. Kini Adriano bermain di Corinthians. ”Saya lebih suka berada di kampung halaman saya sendiri,” katanya.

Apa sebab semua itu? Alex Bellos, jur­nalis Guardian, punya jawaban panjang tentang perilaku para pemain Brasil itu. Dalam bukunya, Futebol: The Brazilian Way of Life, dia menemui Marcelo Marcelino, pemain Brasil yang bermain di Kepulauan Faroe. Di negeri yang sepanjang tahun dibekap salju ini, Marcelo mengakui tak betah dengan keadaan itu. ”Di sini saya kehilangan segalanya. Bir, matahari, dan wanita,” katanya seperti ditulis Bellos.

Di Brasil, kegembiraan adalah milik siapa saja. Nah, para pemain bola hebat itu berasal dari kalangan miskin. Sekadar meluangkan waktu bermain di lapangan sempit, mereka tumbuh menjadi pemain terkenal. Lepas dari kemiskin­an menjadi tujuan mereka.

Kaka sedikit berbeda. Latar belakang keluarganya yang berkecukupan menjadi sebabnya. Bapaknya, Bosco Izecson Pereira Leite, seorang insinyur. Secara finansial, mereka tidak pernah kekurang­an. Kalaulah Kaka bermain bola, itu semata untuk menjalani hobinya. Sekolah dan sepak bola dijalaninya secara bergantian.

Itu sebabnya Kaka tidak pernah ka­get dengan gelimang harta setelah menjadi bintang besar. Menurut situs Futebol Finance, bersama Zlatan ­Ibrahimovic—pemain Inter Milan—dia merupakan pemain bergaji terbesar. Setiap bulan Milan mentransfer 750 ribu euro ke re­keningnya. Penghasilan lain datang dari menjadi bintang iklan seperti Adi­das dan Armani.

Ke manakah uangnya? Membeli mobil mewah? Boroboro, menyetir mobil saja dia kurang lihai. Dalam sebuah pengambilan gambar untuk iklan, mobil­ yang dikemudikannya menabrak tembok.

Kaka lebih banyak menyumbangkan uangnya untuk kegiatan agama. Bagi dia, semua yang dia peroleh semata pemberian Tuhan. Bacaan favoritnya Injil. Musik yang digemarinya gospel. Sepatu emas yang diperolehnya saat menjadi pemain terbaik disimpannya di gereja tempat dia menikah.

Di lapangan, dia pun tampil santun. Jarang dia terlihat memprotes wasit. Setiap kali mencetak gol, dia menengadahkan tangannya ke langit atau membuka kausnya untuk memperlihatkan tulisantulisan pujian kepada Tuhan. Salah satunya: ”I belong to Jesus”, yang diperlihatkan saat Milan memenangi Liga Champions dua musim lalu.

Hidup Kaka sepenuhnya berada di jalan Tuhan. Baginya, menyepak bola dan menunjukkan keindahan permainan yang terbaik merupakan bakti kepada Tuhan.

Irfan Budiman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus