Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Masih Berkiblat Ke Brazil

Pssi a mengalahkan singapura 3-0 pada piala kemerdekaan. tim-tim yang diturunkan kebanyakan kelas dua. pssi a diam-diam berlatih ke brasil. pssi a dan pssi b di persiapkan untuk ke asian games di seoul. (or)

16 Agustus 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETIAP kali Berti Tutuarima menguasai bola, penonton pun berteriak mengejek, "Wuuu ...." Pemain belakang asal Persija itu kelihatannya mencoba bermain tenang dengan tak menghiraukan sikap penonton yang tak bersahabat. Tapi sesekali tetap saja dia terlihat gugup, apalagi ejekan penonton pun tambah menjadi-jadi. Anehnya, peristiwa ini terjadi ketika tim PSSI-A mengawali pertandingan di turnamen Piala Kemerdekaan, hari Minggu lalu, dengan mencukur lawannya, Singapura, 3-0. Dan Berti Tutuarima sendiri sulit disebut bermain jelek. Karena itu, pelatih Singapura, N. Sivaji, jadi heran akan sikap penonton Stadion Senayan. "Dia bermain baik, tapi kenapa penonton Anda mencemoohkannya?" katanya. Tampaknya, Berti hanya korban kekesalan penonton terhadap PSSI yang selama ini gagal melulu di setiap turnamen. Sejak dibentuknya tim PSSI-A dan B April lalu -- dua tim yang direncanakan menjadi cikal-bakal tim nasional ke Asian Games di Seoul September mendatang yang sebagian besar pemainnya direkrut dari kompetisi divisi utama PSSI (perserikatan), kritik sudah bermunculan. Banyaknya pemain perserikatan di situ dituding banyak pihak sebagai hilangnya kepercayaan PSSI pada Galatama. "Secara umum kualitas pemain di Galatama 'kan masih lebih baik," kata Sinyo Aliandoe, pelatih klub Tunas Inti, dan bekas pelatih tim PSSI Pra-Piala Dunia. Tentu, PSSI tak peduli pada semua celoteh itu. Malah, Juni lalu diam-diam tim PSSI-A dikirim berguru selama tiga minggu ke Brasil, yang menghabiskan biaya sekitar Rp 75 juta uang sumbangan Porkas. Seakan pengurus PSSI sudah lupa bagaimana PSSI Binatama pernah dikirim enam bulan belajar ke negeri samba itu, 1980, untuk sebuah proyek besar yang sia-sia. Berti Tutuarima adalah satu-satunya pemain Binatama itu yang kini masih terpakai di PSSI. Menjelang turnamen Piala Kemerdekaan, PSSI-A -- dari dua kali uji coba dengan tim anak bawang, kesebelasan Galakarya BBD dan Citibank -- cuma mampu menampilkan sebuah tim dengan kerja sama yang rapuh. Yang bisa mereka pertontonkan hanyalah sebuah senam samba ala Brasil: bersenam dengan menekankan pada gerakan pinggang, dan ditingkahi dengan tepuk tangan serentak. Inilah senam yang sebetulnya bukan baru, karena sudah dipraktekkan di klub Tunas Inti, oleh pelatih Sinyo Aliandoe, yang beberapa tahun yang lalu pernah mendapat kursus pelatih di negeri kiblat sepak bola di Amerika Latin itu. Pelatih PSSI-A, Bertje Matulapelwa, memang menjawab berbagai ejekan ini, dengan menyebut manfaat yang diperoleh timnya di Brasil. "Rasa percaya diri anak-anak lebih besar, karena di sana sudah menghadapi lawan-lawan yang tangguh," katanya. Tambahan, menurut A. Wahab Abdy, salah satu ketua PSSI yang diserahi menangani dua tim PSSI ini, mereka memperoleh manfaat dari majunya ilmu pengobatan medis untuk para pemain sepak bola yang cedera di sana. Tiga pemain yaitu Elly Idris Sutrisno, dan ujung tombak Adolf Kabo, yang mengalami cedera di kaki, mendapat pengobatan itu. Hasilnya? "Kaki Kabo betul-betul sembuh," jawab Wahab. Sepulangnya dari Brasil, Adolf Kabo, pemain lapar gol asal Perseman Manokwari, memang terlihat kian ranggi. Dia memborong gol dari dua uji coba yang sudah disebut, dan ketika timnya mempecundangi Singapura, Kabo menyumbangkan sebuah gol yang amat bagus: gol yang diciptakannya melalui sebuah tendangan keras, sekalipun dia sedang ditempel ketat oleh pemain-pemain lawan. Meski begitu, menurut Wahab, mereka bukan tak ingat pada pengalaman pahit PSSI Binatama dulu di Brasil. Mereka ke sana lagi karena kondisi yang ditawarkan lebih menarik. Dengan biaya Rp 75 juta, mereka dijanjikan 6 pertandingan uji coba melawan klub-klub papan tengah dan bawah. Suatu harga yang lebih murah, kalau misalnya mereka mencoba ke Eropa. "Untuk bertanding sebanyak itu kita harus keliling berbagai negara Eropa, biayanya 'kan mahal," katanya. "Kebetulan kali ini kami dapat broker yang baik," kata Wahab sambil senyum. Broker itu adalah Elias Zaccour, pengusaha asal Arab di Brasil yang sedang naik daun karena berhasil menjerat tim-tim dari negeri Arab dan Afrika untuk berlatih di negeri yang kini sepak bolanya tengah merosot itu. Ketika PSSI di sana, Zaccour juga mendatangkan tim dari Qatar dan Ghana, untuk berlatih dengan cara yang sama. "Kalaupun dia mau cari duit, tentu bukan kami sasarannya, tapi negeri-negeri Arab yang banjir duit itu," kata Sarman Panggabean, asisten pelatih PSSI-A. Sebagai bukti, Sarman menunjuk pertandingan mereka di sana dengan klub papan tengah, Amerika, yang heboh karena tanpa wasit itu. Itu terjadi karena wasit salah informasi tentang jadwal pertandingan. Bertje segera memprotes peristiwa itu, dan Elias Zaccour langsung minta maaf. Belum cukup, dia memberi tambahan satu pertandingan untuk PSSI, sebagai pengganti yang tanpa wasit tadi. "Dan untuk itu dia membayar kami tiap orang 200 dolar AS," kata Sarman. Itulah pertandingan dengan klub Mesquita, yang dimenangkan PSSI 1-0, yang pekan lalu disiarkan ulang oleh TVRI. Baik Bertje maupun Sarman tak menampik kalau untuk pembentukan tim nasional ke Asian Games bulan depan, selain dari dua tim PSSI ini akan disisip dengan pemain lain. Hanya sayangnya, tampaknya nama Herry Kiswanto, yang menurut Wahab Abdy maupun berbagai pengamat seperti Sinyo Aliandoe dan Rony Pattinasarani adalah pemain pengatur (play maker) terbaik saat ini, tidak akan tercantum. "Pola permainan yang kami terapkan saa ini tidak membutuhkannya," kata Sarman. Menurut Sarman, 36, bekas poros halang PSMS itu, mereka harus bermain lebih praktis, berusaha membawa bola ke depan, lalu mengharapkan membuat gol dari aksi individu pamain depan seperti Ricky Yakob, Adolf Kabo, atau pemain tengah Zulkarnaen Lubis. "Permainan individu ketiga pemain itu cukup baik, terutama Zulkarnaen," katanya. Sedang di belakang, mereka membutuhkan bek yang mampu menjaga lawan, karena kalau diserang mereka menerapkan taktik satu pemain menjaga satu lawan. "Herry lemah untuk menjaga lawan. Untuk itu Berti-lah yang dibutuhkan," kata Sarman. Dan tentu pilihan ini akan lebih berisiko tinggi, kalau tim ini terpental dari target masuk semifinal yang diberikan PSSI. Sebab, seperti dikatakan Acub Zainal, salah seorang ketua PSSI, "Di Piala Kemerdekaan ini bisa dibuktikan apakah kritik selama ini terhadap tim ini benar atau tidak." Apalagi, peserta turnamen ini tak bisa disebut tangguh. Singapura, Malaysia, dan Rumania datang cuma dengan tim kelas dua atau malah di bawahnya. Brasil, yang datang dengan Rio de Janeiro Selection, malah membuat bingung Sinyo Aliandoe yang cukup mengenal sepak bola Brasil. "Nama itu tak pernah tercantum dalam daftar tim yang ikut kompetisi di Brasil," katanya. Aljazair juga lebih kurang sama. Tim ini baru dibentuk 2 Juli yang lalu setelah ada undangan PSSI. "Kami mengambil pemain terbaik yang sempat kami ambil," kata Abuzaid Ilyas, 38, pelatihnya. Di sini memang ada dua pemain nasional yang turut ke Meksiko, tapi itu pun cuma pemain cadangan. Amra Nasution Laporan Toriq Hadad & Musthafa Helmy

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus