Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Medali si cantik

Filipina bertahan sebagai juara umum kejuaraan atletik asean III. Lydia De Vega yang dikabarkan diskors ternyata ikut bertanding dan muncul sebagai penyelamat Filipina untuk juara umum.

8 Desember 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELUM ada atlet Filipina setelah Lydia de Vega, 19. Bukan cuma dalam prestasi - ia adalah kampiun lari 100 meter putri Asian Games 1982 dan masih sebagai pemegang rekor lari 200 dan 400 meter Asia Tenggara. Tapi terutama dalam memperhhatkan kekerasan hatmya guna menarik perhatian Presiden dan Nyonya Imelda Marcos di Istana Malacanang, Manila. Yang terakhir ini dibuktikannya Jum'at pekan lalu. Hanya sehari sebelum Kejuaraan Atletik ASEAN III dibuka, ia, yang sebelumnya sudah diskors tak boleh memperkuat regu tuan rumah Filipina oleh Persatuan Atletik negeri itu, akhirnya diperbolehkan ikut bertarung dengan izin khusus Presiden Marcos. Bahkan demi "Ratu Atletik Asia" itu pula, Marcos untuk sementara terpaksa memberhentikan kemenakannya sendiri, ketua Persatuan Atletik Filipina Michael Keon - tokoh pendiri proyek Gintong Alay, semacam proyek untuk meningkatkan prestasi olah raga Filipina. Proyek ini direstui sendiri oleh Marcos pada 1979, dan sejak itu aktif sekali membina atletik Filipina. Langkah Marcos memberhentikan Keon, 30, tak pelak lagi, secara tidak langsung mengukuhkan betapa penting Lydia, atlet bertubuh tinggi semampai itu, buat Filipina. Terutama, mungkin, untuk turnamen yang berlangsung 1 dan 2 Desember ini. Tak heran, sebab, adalah Lydia, bintang yang berparas cantik ini, yang dua tahun lalu berperan besar menjadikan Filipina tampil sebagai juara umum Kejuaraan Atletik ASEAN II di Kuala Lumpur. Lydia waktu itu meraih tiga medali emas, dan ikut menanam andil bagi tim estafet putri untuk merebut medali perak dalam lomba 4 x t00 metcr. Jumlah seluruh medali yang direbut Filipina sebagai juara waktu itu adalah 11 buah. Dengan andil tadi, anak keempat dari enam putra putri Francisco de Vega, pensiunan polisi dan bekas petinju di Manila, itu jadi srikandi yang amat populer di Filipina. Wajahnya, dalam ukuran poster, dan juga potret-potretnya tampak menghiasi kamar para remaja di sana. Begitu populer mahasiswa tingkat II Universitas Timur Jauh di Manila itu, hingga seorang produser film tergerak untuk memfilmkan riwayat kariernya. November 1982, film atlet kelahiran Bacolod, sekitar 150 km sebelah selatan Manila, ini ramai diputar di pelbagai bioskop. Dalam film yang berjudul Madalyang Ginto (Medali Emas) itu, Lydia yang bertubuh padat ukuran vitalnya 34-26-36 dengan tinggi 168 cm dan berat 48 kg - memperkenalkan dirinya kepada para penggemarnya. Kerap tampil dengan pakaian olah raga berupa kaus-kaus tipis atau juga mini-skirt, Lydia dalam film itu seperti membenarkan julukan Ratu Atletik yang dilontarkan kepadanya. Film itu sendiri terbilang laris di Filipina. Dengan film itu, tak ayal, gadis yang mulai larl dalam usla 13 tahun dan kerap dipecut ayahnya jika lalai berlatih itu bertambah populer di negerinya. Maka, mudah diduga, ketika Keon - dengan alasan bahwa Lydia tak disiplin karena meninggalkan tempat latihan tanpa izin - menskors Lydia, publik di sana geger. Keon dikecam. Dan keadaan ini memaksa para anggota parlemen urusan olah raga bersidang. Kedua tokoh atletik itu coba didamaikan, tapi tak berhasil, dan akhirnya parlemen langsung menulis surat kepada Marcos: mimta agar presiden itu turun tangan. Belakangan, Lydia dipanggil ke Istana Malacanang. Beberapa jam setelah bertemu dengan Nyonya Imelda Marcos, ia kemudian dinyatakan bisa ikut bertanding. "Keputusan yang amat saya hargai. Saya memang tetap akan bertanding untuk Filipina, bukan untuk Gintong Alay, apalagi buat Michael Keon," katanya bersemangat. Di stadion Rizal Memorial, Manila, Sabtu petang, gadis yang 26 Desember nanti genap 20 tahun itu membuktikan: ia tetap bintang dan srikandi Filipina. Ia disambut hangat puluhan ribu penggemarnya ketika memenangkan dengan gemilang medali emas pertama buat negerinya: di lomba yang digemarinya, nomor 100 meter.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus