AMBISI Indonesia untuk tampil sebagai negara terkuat di gelanggang atletik ASEAN, kandas lagi. Kendati sudah menunggu sekitar empat tahun, Minggu pekan lalu, 39 atlet yang dikirim Persatuan Atletik Seluruh Indonesia, ke Kejuaraan Atletik ASEAN III di Manila, gagal mengumpulkan medali terbanyak. Hanya memperoleh 8 emas, 10 perak, dan 10 perunggu, mereka menempati tempat kedua, di bawah juara bertahan tuan rumah Filipina. "Kita sudah berusaha keras, tapi belum beruntung, kata Jotje F..W. Gozal, pelatih yang mendampingi para atlet di kejuaraan yang diikuti enam peserta itu kepada TEMPO. Namun, dia cepat menambahkan, hasil yang dicapai atlet Indonesia itu cukup baik, sebab berarti ada peningkatan dibandingkan hasil kejuaraan dua tahun lalu. Di Kuala Lumpur, waktu itu, Indonesia hanya menempati posisi ketiga, di bawah Filipina dan Malaysia. Filipina tampil menjadi juara umum dan merebut Piala Soeharto piala yang diperebutkan di kejuaraan atletik itu sejak September 1980 - dari tangan tuan rumah Malaysia. Kini, di kandang sendiri, Filipina berhasil mempertahankan piala itu, ketika para atletnya berhasil mengumpulkan 12 medali emas, 15 perak, dan 6 perunggu. Peluang Indonesia, untuk bisa merebut gelar juara umum dari mereka, sebenarnya diperhitungkan cukup besar. Ini terutama karena beberapa atlet putra, seperti Purnomo, sprinter 100 meter - pernah mencapai babak semifinal Olimpiade Los Angeles, Agustus lalu - Marwoto, lompat jauh, dan Budi Dharma, lontar martil, berada dalam kondisi baik dan "siap bertarung merebut emas". Demikian juga atlet putri. Henny Maspaitella, sprinter 100 meter, misalnya, sebelum tinggal landas dari pelabuhan udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, bahkan sudah hampir dipastikan akan meraih sedikitnya I medali emas. Sebab, saingan utamanya, atlet tuan rumah Lydia de Vega, masih dikabarkan tak ikut bertanding. Itulah sebabnya, sesaat sebelum terbang ke Manila, para atlet dan beberapa official Indonesia tampak sedikit agak optimistis akan bisa membawa pulang Piala Soeharto. Hanya, Bob Hasan, ketua umum PASI, yang ikut menyertai para atlet menuju Manila, tampak sedikit menahan diri. Kendati berwajah cerah dan sering tampak senyum-senyum, kepada Rudy Novrianto dari TEMPO dia tetap berkata, "Peluang masih fifty-fifty. Saingan terberat kita, tak bisa laim, tetap tuan rumah Fllipina," katanya. PERKIRAAN itu rupanya tak meleset. Diperkuat bintang atlet mereka, Lydia de Vega, yang akhirnya diizinkan ikut bertanding (Lihat: Box) atlet Filipina memang bertarung dengan penuh semangat. "Di bagian putri, harus diakui, kita terutama diganjal oleh Lydia de Vega," kata Gozal. Lydia di kejuaraan ini merebut 3 medali emas dalam nomor lari 100, 200, dan 400 meter serta I medali emas dari nomor estafet 4 x 400 meter. Toh, tetap ada hiburan kendati tak jadi juara umum. Menurut Gozal, atlet yang bertarung di Manila itu berhasil memecahkan sedikitnya 7 rekor nasional. Antara lain untuk 4 nomor estafet 4 x 100 m putra putri dan 4 x 400 putra putri. Ditambah pemecahan rekor oleh pelari Emma Tahapari di nomor 400 meter, Widiastuty di nomor 100 meter gawang, dan Yuliana Effendi di nomor lempar cakram. "Hasil itu menggembirakan, karena pemecahan rekor nasional termasuk salah satu target kita di kejuaraan kali ini," tambah Gozal lagi. Sementara itu, Purnomo sendiri berhasil memperoleh medali emas dengan kecepatan 10,55 detik, 0,21 detik lebih lambat dari rekor terbaiknya - sebagai pelari tercepat di Asia saat ini. Kapan bisa jadi juara umum? Pelatih senior ini hanya tertawa lebar. "Kita coba lagi di kejuaraan yang akan datang." Itu berarti harus menunggu dua tahun lagi pada Kejuaraan Atletik ASEAN IV, yang menurut rencana akan diadakan di Singapura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini