PON XI sudah selesai tiga bulan lalu. Tapi, ternyata masih berbuntut. Persoalannya memang agak tak enak, maklum, menyangkut soal duit. Yakni macet dan ricuhnya pembagian bonus yang dijanjikan - biasanya oleh gubernur masing-masing - buat para atlet yang memperoleh medali. Gara-gara kericuhan itu, misalnya, Huseinsyah, atlet power boating Kalimantan Timur yang merebut empat medali emas dan satu perak di PON XI, dua pekan lalu, mengundurkan diri sebagai anggota Perbopin (Persatuan Power Boating Indonesia) Kal-Tim. Ini karena dia merasa haknya, berupa bonus Rp 4,5 juta, yang diberikan Gubernur Kal-Tim, disunat oleh pengurus organisasi itu. "Saya kecewa karena pengurus ternyata tidak jujur," kata Husein kepada Rizal Effendi dari TEMPO. Ia memang patut kecewa. Sebab, Perbopin Kal-Tim yang menerima dana bonus itu hanya memberikan jatah kepadanya Rp 375.000. Bisa begitu, karena pengurus Perbopin memecah seluruh dana bonus tadi menjadi 16 bagian. "Soalnya, kemenangan Husein bukan semata-mata karena perjuangan dia. Banyak unsur pendukung lain yang juga berjasa. Karena itu, lewat rapat, pengurus memutuskan untuk membagi rata bonus dari Gubernur itu," kata Ketua Perbopin KalTim H. Rafioel Rifaddin. Unsur pendukung itu, menurut Rafioel, antara lain adalah pelatih, pengurus Perbopin, penyumbang mesin boat, simpatisan, dan juga pawang, alias tukang jampi yang dibawa dalam perlombaan. "Ini keputusan pengurus, yang harus dilaksanakan. Jika ada yang curiga soal pembagiannya, saya sudah siap dengan laporan keuangan," kata pengusaha real estate ini tandas. Pengurus Perbopin memang tak membicarakan soal bagi rata itu sebelumnya kepada Husein. Ini yang menyebabkan Husein berang dan kemudian menolak mengambil jatah bonusnya. "Biarlah, saya sudah cukup puas bisa membela nama daerah," katanya beberapa hari setelah menyampaikan surat pengunduran diri. Ribut-ribut itu akhirnya sampai ke telinga Gubernur Kal-Tim Soewandi. Dan tentu saja, kepala daerah itu, yang sebelum PON memang menjanjikan uang perangsang Rp 1 Juta buat atletnya yang merebut medali emas, Rp 500.000 perak, dan Rp 250.000 perunggu, amat terkejut. "Maksud saya baik, untuk merangsang mereka, kok jadinya ricuh begitu," kata Soewandi masygul. Ia boleh jadi makin prihatin, sebab tak hanya di power boating, tapi di cabang panahan, yang merebut 1 medali emas dan satu perak, kasus hampir serupa juga terjadi. Seorang pengurus Perpani terpaksa dipecat oleh atlet perebut medali, Wagiyo, yang kebetulan adalah Ketua Perpani setempat, karena pengurus tadi mengambil Rp 250.000 dari bonus Rp 1,5 juta yang diberikan Gubernur. Bagi Soewandi tentu saja ricuh soal bonus itu bisa dianggap berita kurang sedap. Maklum, justru dengan pancingan duit yang tak sedikit ini, kontingennya berhasil naik peringkat dalam prestasi olah raga. Pada PON sebelumnya, Kalimantan Timur cuma menduduki peringkat ke-21 dengan perolehan hanya 1 medali emas, 2 perak, dan 7 perunggu. Pada PON XI silam Kal-Tim naik ke peringkat ke-17 dengan 8 medali emas, 4 perak, dan 2 perunggu. Bagaimana pemberian bonus di daerah lain? Memang belum semua daerah menyelesaikan janji mereka. DKI Jakarta, kontingen peraih medali emas terbanyak yang menjanjikan perangsang: Rp 100.000, Rp 75.000, dan Rp 50.000 buat atlet mereka yang berhasil merebut medali emas, perak, dan perunggu, misalnya, baru Kamis pekan lalu membayarkan bonus itu. Tapi, baru sebagian atlet, terutama yang mau berangkat ke SEA Games di Bangkok, yang menerimanya. Atau, baru sekitar Rp 83 juta dari jumlah total bonus kira-kira Rp 143 juta - yang disiapkan dalam bentuk Tabanas itu - diberikan kepada para atlet. "Yang belum, tinggal mengambil saja ke KONI DKI," kata seorang pejabat di Dinas Olah Raga DKI. Jika Husein harus berpatah arang dengan pimpinannya gara-gara bonus, maka sebagian besar atlet, terutama yang pekan ini akan kembali bertarung di SEA Games XIII di Bangkok, bermuka cerah, ketika ditanya soal bonus itu. "Lumayan, saya dapat Rp 850.000," kata Purnomo, pelari yang memperkuat kontingen Jawa Tengah. Hanya ikut dua nomor lari 200 meter dan estafet 4 x 100 meter, ia mendapat satu emas dan satu perak di PON XI. Kontingennya memang menjanjikan hadiah Rp 500.000, Rp 250.000, dan Rp 150.000 buat atlet yang berhasil merebut medali emas, perak, dan perunggu. Jawa Tengah sendiri sudah membagi-bagikan semua, sekitar Rp 43 juta, uang bonus buat atlet-atlet mereka yang berjasa menyumbangkan 34 emas, 54 perak, dan 62 perunggu di PON XI. Purnomo bahkan tampak agak menyesal, tak bisa ikut lebih dari dua nomor di PON lalu, karena harus berkonsen-trasi di Kejuaraan Atletik Asia yang dilaksanakan seminggu secelah PON. "Saya dapat dua perak di Kejuaraan Asia, tapi ndak dapat apa-apa. Tahu begitu, mendingan saya habis-habisan di PON dulu," kata mahasiswa Akademi Ilmu Perbankan Perbanas ini. Ia memang agak iri karena beberapa rekannya mendapat bonus lebih besar. Misalnya, Pemanah Bambang Beno, yang merebut 3 medali emas dan 2 perak buat Ja-Teng. Atlet ini menerima bonus Rp 1,8 juta." Saya masih bingung, mau dibuat apa uang sebanyak itu," kata Beno. Usai PON, banyak atlet tampak agak bingung. Antara lain, dalam memanfaatkan bonus yang mereka terima. Selain Bambang Beno, juga Pemanah Putri Lilies Handayani dari Jawa Timur yang memperoleh sekitar Rp 5,4 juta, untuk 6 medali emas dan 10 rekor nasional yang dipecahkannya. Toh, banyak juga yang gundah karena begitu dapat bonus, harus kehilangan pekerjaan mereka. Seperti 15 atlet Jawa Barat, perebut medali emas di PON XI, yang diberhentikan dari pekerjaan mereka di PT Mensano Utama, milik KONI Jawa Barat, karena kesulitan keuangan yang dialami perusahaaan itu. "Saya sekarang sedang menunggu kebijaksanaan KONI Jawa Barat, agar bisa kerja lagi di tempat lain," kata Ronny Taliwongso, 41, atlet angkat berat - peraih 1 emas dan 1 perak - salah seorang dari atlet yang diberhentikan itu. Maklumlah, kontingennya hanya memberikan bonus Rp 200.000, Rp 125.000, dan Rp 75.000 - masing-masing untuk satu (emas, perak, dan perunggu) yang diperoleh seorang atlet. Jumlah bonus Rp 325.000 yang diperoleh Ronny, ayah empat anak itu, memang tak berarti apa-apa karena sejak bulan lalu ia langsung kehilangan gajinya yang Rp 70.000 sebulan dari PT Mensano Utama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini