Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Memang kalah tapi belum kiamat

Pssi pra-olimpiade asuhan iswadi idris dibantu be- berapa pelatih kalah melawan jepang 1-2 di suraba- ya. padahal, dana yang sudah dikeluarkan hampir rp 4 milyar.

15 Juni 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PSSI Pra-Olimpiade yang ditangani begitu banyak pelatih toh akhirnya kalah juga melawan tim Jepang. Padahal, dana juga berlimpah. DI bawah sengatan matahari 32 derajat di atas Stadion Gelora 10 Nopember Surabaya, Iswadi Idris terus berteriak. Kepala pelatih tim Indonesia itu berseru, "Datang ... datang ... datang ...," menyuruh pemainnya merebut bola. Lain kali, dengan urat leher menonjol, pelatih klub Perkesa Mataram ini menghardik, "Heiii ... disiplin dong, kembali ke posisi!" Wasit Ahmed Jassim Mohamad dari Bahrain sampai perlu memerintah Iswadi agar diam. Dihitung-hitung, selama 90 menit pertandingan melawan tim nasional Jepang, Minggu sore lalu, hanya dua menit Iswadi bungkam. Yakni, setelah di menit ke-88 gawang Indonesia yang dijaga Mohammad Sukron bobol untuk kedua kalinya. Iswadi menutup mukanya dengan kedua tangannya, lalu bersandar di bangku ofisial bagai petinju baru kena pukulan berat. Gol ini juga membuat wakil manajer tim Ismet Tahir terperanjat. Manajer tim Sigit Harjoyudanto juga tampak kecewa, menolak memberi komentar pada wartawan yang sibuk mengulurkan tape recorder seusai pertandingan. Start awal tim Indonesia dalam babak penyisihan Grup F Asia Pra-Olimpiade ini memang buruk dan sekaligus tragis. Hanya lewat empat sentuhan bola setelah peluit awal berbunyi- sekitar 20 detik pertama- Masaaki Sawanobori melesakkan si kulit bundar tipis di kanan dalam jala kiper Indonesia, yang waktu itu dijaga Listianto Raharjo. Anak kelahiran Denpasar, 21 tahun lalu, yang kini memperkuat Pelita Jaya ini memang tragis. Ia sendiri mendapat kartu merah, empat menit sebelum babak pertama usai, gara-gara melabrak Akira Narashi yang berdiri bebas di luar kotak penalti. "Itu satu-satunya pilihan kiper. Dia tetap pahlawan yang menyelamatkan gawang Indonesia," komentar Sekjen PSSI Nugraha Besoes. Pelatih khusus Yudo Hadiyanto sebenarnya berharap Raharjo menangkap bola dari kaki Narashi- dengan risiko lebih ringan, mungkin hanya kartu kuning- dan tidak menabraknya. Hasil akhir, Indonesia kalah 1-2- gol PSSI dibuat lewat tendangan penalti oleh gelandang Ansyari Lubis. Maka, 35 ribu penonton di stadion yang lebih dikenal sebagai Stadion Tambaksari itu pun bungkam. Bendera Merah-Putih dan berbagai spanduk terpaksa dilipat. Terompet yang bersuara bising jadi sunyi. Yel-yel "Nippon ... Nippon" dari sekitar 100 suporter Jepang dari VIP barat malah terdengar nyaring. Salah seorang pengurus stadion sempat menggerutu, "Wah, sudah capek-capek menyiram rumput tiap hari, hasilnya kalah." Rumput Tambaksari memang tak "botak-botak" seperti biasa. Sejak dua bulan lalu, selokan di pinggir stadion dibendung, airnya dialirkan lewat pompa dan disemprotkan melalui kincir putar ke rumput stadion selama 24 jam sehari. Sebentar saja air macet, panas Surabaya akan mematikan rumput lagi. Beberapa sudut Tambaksari juga dicat ulang. Untuk pengamanan, Kapolwiltabes Surabaya Kolonel Muharsipin menyiapkan 562 petugas, jumlah terbesar yang pernah diterjunkan ke Tambaksari. Maklum, inilah kompetisi internasional pertama yang mengibarkan bendera FIFA di stadion yang mulai dipakai pada PON VII 1969. Surabaya dipilih PSSI, kabarnya atas saran Iswadi Idris- yang pernah meiatih Perkesa di Sidoarjo- karena panasnya diharapkan memelorotkan stamina Jepang. Segala bentuk strategi dicoba. Ada semacam konsorsium pelatih yang bahu-membahu mendukung Iswadi. "Kalau bukan kami, lalu siapa lagi. Lagipula, Iswadi cuma punya waktu empat bulan," ujar Sucipto Suntoro, penasihat ahli yang bertugas di bidang non-teknis, misalnya urusan memompa semangat bertanding pemain. Untuk membekali pemain depan, Iswadi dibantu Risdianto, penyerang Indonesia yang dikenal licik dan banyak akal di kotak penalti. Pemain gelandang ditangani Ronny Pattinasarani dan Sinyo Aliandoe. Yudo Hadiyanto membantu menangani kiper. Selain itu, masih ada Slamet Pramuji dan Solekan, yang memang sejak dulu menangani tim ini, ketika namanya masih Garuda II. "Model pelatih banyak ini meniru Beckenbauer ketika mempersiapkan Jerman di Piala Dunia lalu," ujar Sucipto Suntoro. Dalam sejarah tim PSSI, agaknya inilah tim dengan jumlah pelatih terbesar. Kalau hasilnya belum seperti Beckenbauer, harap maklum. Konsorsium pelatih ini didukung kuat oleh dana dari Sigit Harjoyudanto. Bos beberapa perusahaan itu kabarnya membiayai tim ini dengan dana pribadi. Kabarnya, pengeluaran sudah mendekati angka empat milyar rupiah. Ini antara lain untuk mengirim pelatih ke Hong Kong dan Jepang guna mengintip lawan, biaya menyewa belasan kamar di Hotel Garden dan Garden Palace Surabaya dengan rate semalam di atas Rp 160 ribu. Juga, tentu saja, membayar honor konsorsium pelatih. Dalam urusan dana, Jepang malah payah. Asosiasi Sepak Bola Jepang hanya memberi bantuan Rp 13 juta dan sejumlah yang sama dari Sport Council. Rata-rata pemain yang tingginya di atas 180 cm dan masih duduk di perguruan tinggi itu tak mendapat honor sama sekali. Tapi mereka menginap di Hotel Hyatt, hotel termewah di Surabaya dengan rate US$ 140 semalam. "Kami senang benar bisa menang. Draw saja kami senang," kata Osamu Tamura, pelatih Jepang, di samping Oshita Yamaguchi. Dalam pertandingan lain di Grup F, tuan rumah Hong Kong bermain 1-1 melawan Cina Taipei. Artinya, posisi sementara Indonesia adalah juru kunci. Namun, seperti kata penasihat tim Sucipto Suntoro, "Ini memang belum kiamat." Toriq Hadad dan Kelik M. Nugroho (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus