Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Memerahkan Wimbledon

Sejumlah petenis wanita ”mengakali” aturan ketat busana di Turnamen Grandslam Wimbledon. Mulai ada warna-warni.

9 Juli 2007 | 00.00 WIB

Memerahkan Wimbledon
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Lapangan nomor 19 Wimbledon masih khusyuk mengikuti adu pukulan baseline antara Su-wei Hsieh dan Tatiana Golovin. Tiba-tiba angin nakal menyibak rok Golovin hingga knickers merahnya terlihat jelas. Penonton bergumam, Wimbledon gerah, dan seantero Inggris jadi ramai.

Celana pendek itu dipakai petenis Prancis Golovin di balik skirt putih mininya. Begitu ia bergerak mengejar bola atau angin menerpanya, celana ketat merah itu pun terlihat jelas di antara lambaian roknya.

Sebenarnya ini pemandangan yang lumrah saja. Tapi ini Wimbledon, Bung! Turnamen yang digelar sejak 1877 itu mengharuskan pemain mengenakan pakaian putih-putih. Boleh saja ada warna lain, tapi hanya sebatas variasi macam strip kecil di lengan.

Maka, tak ayal lagi, dalam jumpa pers setelah mengalahkan Su-wei dari Taiwan di babak pertama itu, pertanyaan pertama dari wartawan pada Golovin adalah, ”Boleh saya tanya tentang knickers Anda?” Setelah itu, 10 dari 15 pertanyaan berkisar soal pakaian dalamnya itu.

Meski membuat gempar, pemberontakan yang dilakukan Golovin, 19 tahun, bisa diterima panitia. Alasannya, asalkan masih lebih pendek dari rok, knickers itu masih bisa digolongkan sebagai pakaian dalam, apa pun warnanya.

Namun, kalangan konservatif di All England Lawn Tennis and Croquet Club, penyelenggara Wimbledon, tetap tidak setuju dengan knickers warna-warni. ”Banyak yang tidak senang dengan cara pemain mencoba melanggar aturan ini, tapi tidak ada yang bisa kami lakukan,” kata seorang anggota klub kepada Dailymail.

Wimbledon memang satu-satunya turnamen tenis dengan dress code alias aturan kostum yang kaku. Sejumlah pemain papan atas pun tak mampu menaklukkan aturan itu. Petenis nomor satu dunia asal Amerika, John McEnroe, pernah nekat masuk lapangan dengan celana hitam. Panitia memberinya pilihan: ganti celana atau didiskualifikasi. McEnroe memilih balik ke ruang ganti.

Petenis flamboyan Amerika Serikat, Andre Agassi, pun pernah memboikot turnamen ini selama tiga tahun. Saat itu, Agassi sedang menjadi ikon tenis modern dengan rambut gondrong dan celana balap sepeda berwarna ngejreng selutut di balik celana tenisnya.

Namun, Agassi yang terpental. Boikot itu tak menghasilkan apa-apa. Agassi pun kembali ke Wimbledon dengan seragam putih-putih. Namun, ciri khasnya tetap: kuncir rambut yang mencuat dari lubang belakang topinya. Setahun kemudian, pada 1992, Agassi mengangkat trofi di Wimbledon.

Sebenarnya sejak zaman dulu, sejumlah pemain pernah mencoba mematahkan kekakuan itu. Pada 1920-an, petenis Prancis, Suzanne Lenglen, membawa keglamoran ke dalam lapangan. Ia memakai blus dengan bawahan rok berpliskit mirip pakaian balet. Yang membuat ia menonjol adalah bando lebar warna-warni di kepalanya.

Pada 1949, Ted Tinling membuat Wimbledon terlihat lebih segar. Mantan wasit asal Inggris ini mendesain pakaian untuk pemain Amerika, Gorgeous Gussy Moran, berupa celana pendek di atas lutut dengan renda-renda. Walhasil, fotonya terpampang di halaman depan London Daily Express lima kali dalam sepekan. Mungkin karena hanya ”sedikit” menyalahi aturan kostum Wimbledon, Moran dan Lenglen masih diizinkan bermain.

Sejak itu dunia tenis menjadi makin tidak menarik. Para bintang mulai dari Billie Jean King, Martina Navratilova, dan Christ Evert hanya tampil dengan kaus polo dan rok atau celana pendek yang menonjolkan kesan maskulin. Ada upaya coba-coba seperti yang dilakukan Anne White. Ia tampil dengan catsuit ketat pada 1985. Tapi petenis Amerika ini hanya sekali mengenakannya, lalu kembali ke pakaian normalnya.

Suasana monoton—juaranya itu-itu saja dan dengan pakaian yang begitu sederhana—rupanya kian menjauhkan dunia tenis dari anak-anak muda. Asosiasi Tenis Wanita (WTA) akhirnya tergugah dan berusaha mendorong pemain untuk tampil menarik. Munculnya petenis cantik Rusia, Anna Kournikova, pada akhir 1990-an memicu petenis lain berlomba tampil modis di lapangan.

Yang paling berjasa dalam menampilkan pakaian tenis modis ke lapangan adalah Williams Sisters. Permainan prima dan penampilan seksi mereka di lapangan membuat fotografer kembali bersemangat meliput tenis. Sekali waktu, Serena tampil dengan sepatu hitam model lars dipadu dengan rok mini dan blus tanpa lengan bercorak denim. Kakaknya, Venus, muncul dengan pakaian terusan ketat backless di Wimbledon.

”Saya memang terlibat dalam perencanaan pakaian saya agar bisa sempurna,” kata Venus, yang memang kuliah di jurusan desain. Serena merasa merancang busana merupakan bakat alamnya. ”Saya memang lahir sebagai perancang, tapi untuk bermain tenis saya harus bekerja keras,” katanya. Peragawati di lapangan tenis pun bermunculan, apalagi setelah tampilnya bintang-bintang muda dari Rusia dan negara-negara Eropa Timur lainnya, mulai Maria Sharapova, Daniela Hantuchova, Ana Ivanovic, sampai Nicole Vaidisova.

Persaingan di lapangan tidak lagi melulu didominasi adu baseline atau servis geledek. Para petenis putri ini pun beradu tampil cantik di lapangan bak di atas catwalk. Sharapova muncul dengan terusan hitam ala gaun malam backless di AS Terbuka 2006.

Produsen peralatan olahraga papan atas seperti Nike, Adidas, Fila, dan Reebok akhirnya tidak hanya bersaing keras menyiapkan sepatu atau raket. Mereka berlomba menampilkan pakaian yang menonjolkan sisi kewanitaan seorang pemain.

Nike sampai membentuk tim yang terdiri atas para desainer top untuk menyiapkan rancangan baju bersama Sharapova sendiri. Apa yang dipakai Sharapova bakal laris karena, kata juru bicara Nike KeJuan Wilkins, ”Maria adalah figur yang jadi panutan kaum muda.”

Di Wimbledon kali ini, mereka menyiapkan baju yang modis tanpa harus menabrak aturan kostum. Adidas mengandalkan perancang Stella McCartney untuk busana yang akan dikenakan Ana Ivanovic dan beberapa pemain lain.

Sharapova menampilkan terusan Nike yang bak baju penari balet Swan Lake dengan renda-renda di punggung dan rumbai-rumbai di bagian bawah. Serena merancang sendiri pakaiannya, rok yang dipadu dengan celana ketat putih. Golovin mencoba-coba dengan knickers merahnya.

Wimbledon pun sedikit luluh. Meski aturan dasarnya tak diubah, variasi warna-warni mulai menonjol. Kendati demikian, Wimbledon tetap saja kejuaraan besar yang terkesan ndeso, tidak modis.

Yudono (AP, BBC, Wimbledon, Dailymail)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus