TEAM Pre World Cup Indonesia kini menggelinding dalam 'sistim
jemput bola' yang diintrodusir oleh pelatih kepala, Tony
Poganik. Pola permainan serupa bukanlah suatu metode yang baru.
Meski bagi pemain terpilih yang dipersiapkan untuk turnamen Pre
World Cup di Singapura, Pebruari depan dirasakan sebagai sesuatu
yang lain. Mengingat mereka selama ini sudah terbiasa dengan
permainan perorangan dan bergerak dalam lini yang telah
ditentukan. Di mana inisiatif untuk membangun dan menyelesaikan
suatu serangan dengan naluri menjemput bola yang bergerak ke
arah dirinya, kurang mendapat tempat dalam ketrampilan
masing-masing pemain.
Dan Tony Poganik tampak ingin merubah semua kebiasaan itu. Ia
punya mau semua pemain selalu dalam keadaan bergerak (moving
football) dan berinisiatif untuk mengantar dan menjemput bola
dari kawan. Diuji dari 3 kali pertandingan -- 2 kali lawan
Kristiansand dan 1 kali lawan Esbjerg -- 2 pekan lalu, apa yang
diinginkan Tony Poganik memang tampak berjalan. Tapi pola
permainan itu hanya mampu diterapkan team Pre World Cup
Indonesia untuk 15 menit pertama. Sedang untuk tempo sisa
permainan yang panjang, barisan pemain PSSI kembali tergiur ke
dalam sistim lama yang telah mendarah-daging: memperlihatkan
kebolehan sendiri-sendiri.
Berobahnya inisiatif yang diambil dalam melanjutkan permainan
memang tidak dirasakan terlalu mengganggu bagi keutuhan regu.
Hanya saja gebrakan yang memukau dan menusuk tajam di daerah
pertahanan lawan seperti yang diperlihatkan di awal
pertandingan, tampak sedikit melemah. Di lini depan (dalam
pertandingan pertama dengan Kristiansand -- urutan ketiga Divisi
I di Norwegia) cuma sayap kanan, Waskito yang agak sedikit mampu
mempertahankan kontinuitas dalam gerak. Penyusupan hampir selalu
merepotkan barisan pertahan musuh. Akan kiri luar, Andi Lala
berlaku sebaliknya. Juga Risdianto.
Banyak Lagak
Di barisan penghubung, tugas yang dibebankan pada Junaedi
Abdillah dan Anjas Asmara cukup menghidupkan permainan.
Kekosongan pemain pengumpan dalam pertandingan Sao Paolo maupun
lawan Australia lalu kembali terisi dengan kehadiran Junaedi
Abdillah. Sehingga memungkinkan bagi Anjas Asmara untuk
melakukan penetrasi lebih dalam ke kawasan pertahanan lawan.
Akan halnya, Ronny Pattinasarany yang menggantikan tempat
Junaedi Abdillah untuk setengah babak terakhir belum mungkin
untuk diharapkan berbuat banyak. Ia memang seorang pemain yang
cerdik. Tapi juga banyak lagak. Namun ketika ketiga pemain
penghubung ini diturunkan sekaligus oleh Tony Poganik dalam
menghadapi Esbjerg, Denmark -- PSSI menang 2-0 -- kekompakan dan
saling pengertian dalam tugas kelihatan lebih terjaga. Meski
Ronny Pattinasarany tetap merupakan titik yang agak lemah.
Di barisan pertahanan, kwartet yang tampak lumayan adalah
Johanes Auri Suaeb Rizal -- Oyong Liza -- Simson Rumahpasal.
Tapi ketika dalam pertandingan kedua dengan Kristiansand yang
berakhir seri 2-2 (dalam pertandingan pertama team Pre World Cup
Indonesia menang 4-1) sewaktu posisi back kiri yang ditempati
Johanes Auri digantikan oleh Wahyu Hidayat, apa yang dimaui Tony
Poganik ternyata tidak jalan. Wahyu Hidayat yang ketika di zaman
PSSI Harimau memperlihatkan permainan yang baik untuk posisi
tersebut, petang itu kelihatan kehilangan sentuhan. Juga sewaktu
ia ditempatkan di area pertahanan rusuk kanan menggantikan
Risnandar -- Simson Rumahpasal tidak dapat bermain lawan Esbjerg
lantaran sakit -- Wahyu Hidayat berlaku serupa. Meski ia sedikit
lebih baik ketimbang Risnandar sendiri.
Bertolak dari penilaian yang ditampilkan team Pre World Cup
Indonesia dalam 3 kali pertandingan atas lawan yang boleh
dikatakan tak sebanding ini, Tony Poganik kelihatan masih
memerlukan waktu yang panjang untuk merobah gaya permainan regu
Indonesia. Sistim jemput bola yang diperkenalkannya memang
menguntungkan bagi pemain yang berfisik kecil dalam menggocek
bola. Tapi pola itu sendiri membutuhkan stamina yang prima dari
pemain. Tanpa semua itu, kemauan Tony Poganik hanya mampu untuk
ditampilkan dalam belasan menit pertama seperti 3 pertandingan
percobaan lalu. Akankah dalam tempo yang tersisa 2 bulan lagi
Tony Poganik bisa merubah segala kebiasaan yang masih melekat di
diri pemain? Tampaknya agak berat. Karena itu akan membutuhkan
waktu yang panjang. Jalan ke luarnya kini, kiranya akan lebih
baik bila Tony Poganik mengarahkan kebiasaan yang ada ke dalam
kekompakan regu dan permainan perorangan serupa yang dilakukan
Coerver dulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini