Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Mencoba Sistem Jemputan

Tony poganik, pelatih kepala pssi berusaha mengubah taktik permainan pssi dengan sistem jemput bola. kebiasaan lama bermain perorangan dalam lini tertentu. belum dapat dikuasai benar oleh para pemain. (or)

27 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEAM Pre World Cup Indonesia kini menggelinding dalam 'sistim jemput bola' yang diintrodusir oleh pelatih kepala, Tony Poganik. Pola permainan serupa bukanlah suatu metode yang baru. Meski bagi pemain terpilih yang dipersiapkan untuk turnamen Pre World Cup di Singapura, Pebruari depan dirasakan sebagai sesuatu yang lain. Mengingat mereka selama ini sudah terbiasa dengan permainan perorangan dan bergerak dalam lini yang telah ditentukan. Di mana inisiatif untuk membangun dan menyelesaikan suatu serangan dengan naluri menjemput bola yang bergerak ke arah dirinya, kurang mendapat tempat dalam ketrampilan masing-masing pemain. Dan Tony Poganik tampak ingin merubah semua kebiasaan itu. Ia punya mau semua pemain selalu dalam keadaan bergerak (moving football) dan berinisiatif untuk mengantar dan menjemput bola dari kawan. Diuji dari 3 kali pertandingan -- 2 kali lawan Kristiansand dan 1 kali lawan Esbjerg -- 2 pekan lalu, apa yang diinginkan Tony Poganik memang tampak berjalan. Tapi pola permainan itu hanya mampu diterapkan team Pre World Cup Indonesia untuk 15 menit pertama. Sedang untuk tempo sisa permainan yang panjang, barisan pemain PSSI kembali tergiur ke dalam sistim lama yang telah mendarah-daging: memperlihatkan kebolehan sendiri-sendiri. Berobahnya inisiatif yang diambil dalam melanjutkan permainan memang tidak dirasakan terlalu mengganggu bagi keutuhan regu. Hanya saja gebrakan yang memukau dan menusuk tajam di daerah pertahanan lawan seperti yang diperlihatkan di awal pertandingan, tampak sedikit melemah. Di lini depan (dalam pertandingan pertama dengan Kristiansand -- urutan ketiga Divisi I di Norwegia) cuma sayap kanan, Waskito yang agak sedikit mampu mempertahankan kontinuitas dalam gerak. Penyusupan hampir selalu merepotkan barisan pertahan musuh. Akan kiri luar, Andi Lala berlaku sebaliknya. Juga Risdianto. Banyak Lagak Di barisan penghubung, tugas yang dibebankan pada Junaedi Abdillah dan Anjas Asmara cukup menghidupkan permainan. Kekosongan pemain pengumpan dalam pertandingan Sao Paolo maupun lawan Australia lalu kembali terisi dengan kehadiran Junaedi Abdillah. Sehingga memungkinkan bagi Anjas Asmara untuk melakukan penetrasi lebih dalam ke kawasan pertahanan lawan. Akan halnya, Ronny Pattinasarany yang menggantikan tempat Junaedi Abdillah untuk setengah babak terakhir belum mungkin untuk diharapkan berbuat banyak. Ia memang seorang pemain yang cerdik. Tapi juga banyak lagak. Namun ketika ketiga pemain penghubung ini diturunkan sekaligus oleh Tony Poganik dalam menghadapi Esbjerg, Denmark -- PSSI menang 2-0 -- kekompakan dan saling pengertian dalam tugas kelihatan lebih terjaga. Meski Ronny Pattinasarany tetap merupakan titik yang agak lemah. Di barisan pertahanan, kwartet yang tampak lumayan adalah Johanes Auri Suaeb Rizal -- Oyong Liza -- Simson Rumahpasal. Tapi ketika dalam pertandingan kedua dengan Kristiansand yang berakhir seri 2-2 (dalam pertandingan pertama team Pre World Cup Indonesia menang 4-1) sewaktu posisi back kiri yang ditempati Johanes Auri digantikan oleh Wahyu Hidayat, apa yang dimaui Tony Poganik ternyata tidak jalan. Wahyu Hidayat yang ketika di zaman PSSI Harimau memperlihatkan permainan yang baik untuk posisi tersebut, petang itu kelihatan kehilangan sentuhan. Juga sewaktu ia ditempatkan di area pertahanan rusuk kanan menggantikan Risnandar -- Simson Rumahpasal tidak dapat bermain lawan Esbjerg lantaran sakit -- Wahyu Hidayat berlaku serupa. Meski ia sedikit lebih baik ketimbang Risnandar sendiri. Bertolak dari penilaian yang ditampilkan team Pre World Cup Indonesia dalam 3 kali pertandingan atas lawan yang boleh dikatakan tak sebanding ini, Tony Poganik kelihatan masih memerlukan waktu yang panjang untuk merobah gaya permainan regu Indonesia. Sistim jemput bola yang diperkenalkannya memang menguntungkan bagi pemain yang berfisik kecil dalam menggocek bola. Tapi pola itu sendiri membutuhkan stamina yang prima dari pemain. Tanpa semua itu, kemauan Tony Poganik hanya mampu untuk ditampilkan dalam belasan menit pertama seperti 3 pertandingan percobaan lalu. Akankah dalam tempo yang tersisa 2 bulan lagi Tony Poganik bisa merubah segala kebiasaan yang masih melekat di diri pemain? Tampaknya agak berat. Karena itu akan membutuhkan waktu yang panjang. Jalan ke luarnya kini, kiranya akan lebih baik bila Tony Poganik mengarahkan kebiasaan yang ada ke dalam kekompakan regu dan permainan perorangan serupa yang dilakukan Coerver dulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus