Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Mengasah Prestasi Pemain Putri

Masih banyak bibit pemain putri bulu tangkis yang andal. Promosi dan degradasi tak cuma buat atlet, tapi juga pelatih.

6 Maret 2006 | 00.00 WIB

Mengasah Prestasi Pemain Putri
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Hawa panas membekap lima lapangan bulu tangkis di gedung olahraga Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu siang pekan lalu. Peluh membasahi tubuh 17 remaja putri yang sedang berlatih. Me-reka terus saja memukuli bola bulu angsa ke seberang jaring. Ketika bola gagal menyeberang atau keluar dari lapangan, dari pinggir lapangan terdengar suara lantang: ”Pukulan apa itu? Jangan bermain seperti badut! Kejar dan pukul bola dengan benar.”

Sebagaimana hari-hari lain, siang itu 17 siswi Sekolah Menengah Pertama dan Umum Olahraga Ragunan itu menjalani latihan di bawah bimbingan mantan pemain nasional era 1980-an, Verawati- Fajrin. Pada pagi hari sebelum jam sekolah dimulai, para siswi yang tinggal di asrama itu menikmati sarapan berupa latihan fisik dan teknik selama dua jam, mulai pukul 6.

Para remaja putri itu sedang dipersiapkan menjadi pemain andalan bulu tangkis Indonesia di masa depan. ”Setidak-nya mereka menjadi pemain dengan- teknik, fisik, dan mental yang prima,” kata Verawati. Tak menghe-rankan, latihan keras, baik fisik maupun mental, menjadi bagian utama dari pelajaran para siswi.

Latihan seperti itu juga dijalani puluh-an remaja putri di Klub Jaya Raya, Jakarta. Para pemain asuhan Retno Kustijah, pelatih yang memoles Susi Susanti dan Mia Audina, berlatih selama enam jam tiap hari. Di Klub Djarum Kudus, 30 remaja putri juga tak kalah keras me-nempa diri. Hasilnya, dua pemain muda Djarum Kudus diundang untuk meng-ikuti seleksi nasional di Cipayung.

Para atlet belia tersebut seolah ingin- menunjukkan tekad meraih prestasi bulu tangkis, terutama di kelompok putri, belum surut. Terpuruknya prestasi putri Indonesia setelah era Susi hingga kandasnya tim Piala Uber Indonesia pada babak kualifikasi tiga pekan lalu di India diyakini bukan lantaran kekurang-an bibit pemain. ”Banyak klub pu-nya pemain berbakat. Kalau dilatih dengan benar, mereka bisa menjadi pemain bagus,” kata Verawati.

Secara fisik, anak-anak Ragunan asuh-an Verawati maupun Retno menjanjikan- harapan. Lebih separuhnya memiliki ting-gi tubuh di atas 160 sentimeter. Selama ini tinggi badan kerap menjadi alasan putri Indonesia kalah bersaing dengan pemain-pemain Cina, Korea, dan Malaysia. Verawati mengatakan, yang perlu digenjot sekarang tinggal kemampuan fisik dan mental untuk menjadi juara.

Harapan munculnya pemain putri andalan juga terbersit dari acara Adu Smash yang digelar stasiun televisi TPI. Para pemain yang berasal dari ber-bagai klub di enam kota itu menunjukkan bahwa mereka punya tekad kuat menjadi juara. Cisita Jansen, misalnya, menunjukkan bakatnya dengan dua kemenangan tanpa kalah. ”Cisita masih banyak kelemahan, tapi dia bisa menjadi pemain bagus,” kata Imelda Wiguna, tim pemandu bakat PBSI.

Untuk mengasah kemampuan peserta Adu Smash, panitia mengharuskan mere-ka tinggal di asrama Ragunan selama tiga bulan hingga acara tersebut selesai. Seperti halnya siswi Ragunan, Verawati juga melatih mereka yang kini tersisa lima orang dengan keras. ”Saya tak mau mereka menjadi bahan terta-waan di televisi,” kata Verawati.

Bagi Imelda, Indonesia tak pernah kekurangan bibit pemain berbakat. Memang, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir- ini tak muncul pemain muda luar biasa seperti halnya Susi Susanti dan Mia Audina. Tapi dengan- pembinaan dan pelatih-an yang lebih baik, ia berkeyakin-an Indonesia tetap bisa me-lahirkan pemain yang mampu bersaing di kancah internasional. Imelda berharap tekad itu terwujud dalam dua hingga empat tahun mendatang.

Mantan juara dunia ganda campuran itu -me-ng-u-sulkan agar PBSI mulai melirik pemain belia sekitar usia 15-17 tahun untuk direkrut ke pelatnas Cipayung. Perekrutan lebih dini memberikan kesempatan lebih luas kepada pelatih untuk mengembangkan kemampuan pemain. Soalnya, diperlukan waktu seti-dak-nya tiga hingga empat tahun untuk mencetak pemain dengan fisik dan teknik yang prima.

Pernyataan senada diungkapkan Rosi-ana Tendean. Mantan pemain spesia-lis ganda ini menilai PBSI terlambat me-lakukan regenerasi. ”Percuma kalau yang diseleksi adalah pemain berusia 18 tahun. Kita harus menunggu lama agar mereka berprestasi, itu pun kalau jadi,” katanya. Selama ini, seleksi nasional pelatnas Cipayung yang digelar PBSI memang membatasi pemain hingga usia 18 tahun dengan tinggi badan minimal 159 sentimeter.

Adapun Verawati lebih menyoroti sistem latihan dan pelatih yang mengasuh para atlet di Cipayung. Setelah 10 tahun lebih tak melahirkan pemain bintang, ia mensinyalir ada yang tak beres dengan program latihan pelatnas. Ia menyarankan agar promosi dan degradasi di Cipayung tidak hanya berlaku bagi atlet, tapi juga pelatih.

Vera menilai para pelatih putri kurang tegas terhadap anak asuhnya. Selain itu, pelatih kurang memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tak mengasah mental juara. ”Pelatih jangan asal menurunkan pemain di turnamen tertentu, tapi juga mengetahui kondisi atlet, misalnya kadar VO2max,” katanya.

Dengan pelatih yang mumpuni dan program yang tepat, ada harapan pemain-pemain remaja itu dapat meng-ulangi kejayaan tim putri Indonesia di kancah internasional

Adek Media Roza

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus