SELAMA dua minggu, sejak Sabtu pekan lalu, Menteri Olah Raga dan
Pemuda Abdul Gafur berkunjung ke Amerika Serikat untuk
mempelajari sistem pembinaan olah raga. Sepulangnya dari sana
dia akan mampir pula dan meninjau fasilitas olah raga di Eropa
terutama Jerman Barat.
Belakangan ini perhatian Gafur kelihatannya lebih banyak
terpusat ke bidang olah raga, terutama setelah merosotnya
perolehan medali Indonesia di SEA Games Singapura, Juni lalu.
Kemerosotan yang membuat Presiden Soeharto ikut menyatakan
prihatin. Gafur sendiri dalam sebuah keterangannya kepada
wartawan, selepas berjumpa dengan Presiden untuk melaporkan
hasil di SEA Games Singapura, menyatakan Indonesia akan tampil
sebagai salah satu kekuatan 5 besar di Asia lewat gelanggang
Asian Games 1986 Seoul. Sedangkan di SEA Games XIII di Brunai,
1985, akan melipatgandakan perolehan medali emas dari 64 buah
yang diperoleh di Singapura.
Waktu akan membuktikan apakah rencana sang Menteri berhasil. Di
Brunai nanti Indonesia bakal mendapat perlawanan ketat dari
Filipina yang di Singapura kemarin tampil sebagai kekuatan nomor
2 dengan merebut 49 emas. Memang berselisih 15 medali. Tetapi
menurut keyakinan Ketua Komite OIympiade Filipina, Michael Keon,
andainya balap sepeda dan senam turut dipertandingkan, negaranya
akan dapat mengimbangi Indonesia.
Kemanakan Presiden Marcos itu malahan sempat sesumbar menantang
bahwa di Brunai nanti Filipina sudah akan melampaui Indonesia.
"Di Brunai bagian kami," gertaknya kepada wartawan Indonesia.
Soalnya tinggal siapa yang diuntungkan di Brunai nanti. Sebab,
menurut kabar, karena terbatasnya fasilitas hanya 14 cabang yang
dipertandingkan. Di Singapura 22 cabang.
Untuk mencapai target 5 besar di Asia dan memantapkan diri
sebagai kekuatan tak tergoyahkan di kawasan Asia Tenggara,
menurut Abdul Gafur, mulai tahun ini akan dilaksanakan pemusatan
latihan nasional jangka panjang yang akan melibatkan 124 atlet.
Rencana pemusatan latihan menahun ini sebenamya sudah menjadi
keputusan Sidang Paripurna KONI pertengahan Mei yang baru lalu.
Sidang ketika itu memutuskan memberikan prioritas pembinaan 10
cabang olah raga untuk menghadapi Asian Games X Seoul, 3 tahun
mendatang. Masing-masing atletik (20 orang), angkat besi (10),
bulu tangkis (12), panahan (10), renang dan loncat indah (18),
senam (10), sepak bola (20), tenis (8), tinju (6), dan tenis
meja (10).
Apakah sasaran yang diutarakan Abdul Gafur itu tidak terlalu
melambung? "Untuk mencapai ranking 5 besar di Asia berat
sekali," ujar Sekretaris Jenderal KONI, M.F. Siregar.
Ia barangkali agak skeptis setelah melihat Indonesia yang hanya
berhasil merebut empat medali emas di Asian Games IX New Delhi,
1982, dan menduduki posisi ke-6. Sementara India di jenjang ke-5
merebut 13 medali emas. Sementara dari bawah, Iran sudah siap
menyodok. Indonesia dan Iran ketika itu sama-sama merebut 4 emas
dan 4 perak. Indonesia berhasil menempati urutan ke-6 berkat
tiga perunggu lebih banyak dari anak-anak Ayatullah Khomeini.
Indonesia sejak Asian Games I tahun 1951 hanya sekali masuk 5
besar. Yaitu ketika pesta olah raga itu diselenggarakan di
Jakarta tahun 1962. Waktu itu malahan menjadi kekuatan nomor dua
setelah raksasa Jepang. Tetapi di luar kandang, Indonesia hanya
masuk 10 besar. Dengan prestasi paling parah di Asian Games
Tokyo, 1958. Menempati urutan ke-14 di antara 20 peserta.
Namun M.F. Siregar menyatakan keyakinannya Indonesia bakal bisa
meraih urutan ke-5 di Asia. Dengan syarat, sejak sekarang
konsentrasi diletakkan pada cabang-cabang yang sudah jelas akan
memperoleh medali di Asian Games. Cabang-cabang itu, antara
lain, panahan, bulu tangkis, tenis, angkat besi, dan renang.
Semuanya termasuk cabang yang banyak menyediakan medali.
Di New Delhi empat emas ditambang Indonesia dari bulu tangkis
dan tenis, masing-masing dua. Perak dari panahan (1) dan bulu
tangkis (3). Sedangkan renang menghasilkan enam perunggu. Angkat
besi satu perunggu. Sementara atletik yang dalam pemusatan
latihan nasional jangka panjang sekarang mendapat jatah 20
orang, gagal meraih medali. Tetapi berbagai sumber menyebutkan
jatah sebanyak itu untuk memancing dukungan finansial dari tokoh
organisasi atletik, orang kuat Bob Hasan.
Cabang tenis meja tidak yakin bisa merebut emas. "Bagai mimpi di
siang bolong kalau kita mau mengalahkan RRC, Jepang Korea
Selatan, dan Korea Utara," ucap Willy Waroka, sekretaris
jenderal Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia. Memang untuk
kawasan Asia, tenis meja Indonesia sudah berada di urutan ke-5.
Tetapi rupanya hampir musykil untuk merebut emas di Asian Games.
Renang berharap banyak dari peremajaan yang ditampilkan dalam
SEA Games Singapura kemarin. Dari 16 perenang yang bertanding,
hanya tiga yang senior. "Mereka masih muda. Di Singapura mereka
masih gemetaran," cerita M.F. Siregar, yang juga duduk sebagai
ketua I Persatuan Renang Indonesia.
Meskipun penampilan perenang yang masih remaja itu jelek di
Singapura, Siregar yakin mereka akan menunjukkan prestasi
meyakinkan di Brunai nanti. "Di Brunai kita bisa bangkit kembali
asal tidak diganggu dengan ujian dan ulangan," katanya.
Program latihan renang sekarang ini, menurut Siregar, diperberat
karena diperhitungkan bintang Singapura, Junie Sng, masih akan
tampil di Brunai sekalipun gadis ini sudah menyatakan "sayonara"
untuk renang sesaat setelah SEA Games Singapura bubaran.
Renang sekarang memakai sistem latihan mengejar target waktu.
Misalnya, kalau seorang perenang gaya bebas putri bulan Mei 1984
berhasil mencapai waktu 1 menit 0,2 detik untuk 100 meter akan
dikirim berlatih ke AS. Sedangkan putra, limitnya 55 detik.
Tahun 1985 waktu itu dipertajam lagi dan kalau tidak ada
kemajuan, si atlet tidak akan dikirim ke Brunai. "Jadi dalam
berlatih mereka mempunyai motivasi," kata Siregar.
Siregar mengharapkan dari peremajaan yang sekarang, ditambah
Lukman Niode yang memegang rekor Asia untuk gaya punggung,
cabang renang akan mampu merebut emas di Seoul.
Jika cabang-cabang lain yang mulai dipelatnaskan sekarang juga
bisa berbuat sama, agaknya target 5 besar bisa dicapai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini