Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pertama kali menjadi pelatih di pemusatan latihan nasional pada 2014, Eng Hian mengantar Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari meraih medali emas Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan.
Eng Hian juga berhasil membawa Greysia Polii/Apriyani Rahayu menjuarai Olimpiade Tokyo 2020.
Pelatih asal Surakarta itu sedang mempersiapkan pengganti Greysia Polii yang sudah berusia 34 tahun.
APRIYANI Rahayu tak kuasa menahan tangis sambil memeluk erat pelatihnya, Eng Hian, setelah memenangi pertandingan bulu tangkis ganda putri Olimpiade Tokyo 2020 di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Senin, 2 Agustus lalu. Apri—sapaan akrab Apriyani Rahayu—tak henti-henti mengucapkan terima kasih kepada Eng Hian. "Terima kasih, Coach. Terima kasih, Coach," kata Apri dalam pelukan Eng Hian sambil terus meneteskan air mata.
Dalam pertandingan yang disiarkan secara langsung itu, terdengar suara Eng Hian memberi nasihat ke Apri. Pelatih ganda putri di pemusatan latihan nasional (pelatnas) tersebut mengingatkan Apri agar tidak cepat puas dengan prestasi yang diraihnya saat itu. Apri, 23 tahun, masih memiliki perjalanan karier yang panjang di bulu tangkis. "Tapi masih panjang, ya," ujar pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, 17 Mei 1977, itu kepada Apri.
Apri berhasil merebut medali emas bersama Greysia Polii berkat polesan pelatih yang akrab disapa Didi itu. Duo ini menjadi kampiun setelah mengalahkan pemain andalan Cina yang diunggulkan di tempat kedua, Chen Qingchen/Jia Yifan, di babak final dengan skor 21-19, 21-13. Apri dan Greysia juga mengukir sejarah sebagai pemain ganda putri pertama Indonesia yang menjuarai Olimpiade sejak bulu tangkis dipertandingkan di pesta olahraga sejagat itu dalam Olimpiade Barcelona 1992.
Didi mengenang saat-saat pertama ia menjadi pelatih pemain ganda putri di Pelatnas Cipayung, Jakarta Timur. Pada Februari 2014, Rexy Mainaky, yang menjabat Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI), mengajaknya pulang ke Tanah Air. Hubungannya dengan Rexy memang dekat. Ketika Rexy menjadi pelatih tim badminton Inggris pada 2001-2005, Didi ikut memperkuat tim bulu tangkis Negeri Ratu Elizabeth II itu pada 2001-2003.
Mendapat tawaran dari seniornya, Didi tak menampik. Padahal saat itu dia masih melatih tim bulu tangkis Singapura, yang ia tangani sejak 2007. "Waktu itu Rexy memberikan tantangan, 'Bisa enggak lo cetak (prestasi) ganda putri Indonesia?’" ucap Didi melalui pesan suara, Rabu, 11 Agustus lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Didi berhasil mewujudkan tantangan itu. Belum genap setahun melatih, ia mengantarkan Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari meraih medali emas Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan. Kesuksesan Greysia/Nitya itu mengakhiri puasa gelar tim ganda putri Indonesia selama 36 tahun di Asian Games. Pasangan terakhir yang meraih medali emas adalah Verawaty Fajrin/Imelda Wigoena dalam Asian Games 1978 di Bangkok.
Tak berhenti di situ, Eng Hian juga punya andil dalam rentetan prestasi Greysia/Nitya. Kemenangan di Singapura Terbuka 2016 mengantarkan pasangan itu menduduki posisi kedua dunia, peringkat tertinggi yang pernah diraih pemain ganda putri Indonesia. Namun Didi gagal mengantar Greysia/Nitya meraih medali dalam Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
Sebagai unggulan kedua, para anak didik Didi harus terhenti di babak perempat final. Kondisi itu diperburuk oleh cederanya Nitya. Ia bahkan harus menjalani operasi. "Waktu itu Nitya masih ingin melanjutkan karier. Tapi, dengan kondisi cedera itu, prestasi dia tak akan meningkat," tutur peraih medali perunggu ganda putra bersama Flandy Limpele dalam Olimpiade Athena 2004 tersebut.
Harapan memasangkan Greysia dengan Nitya pun buyar karena lambatnya pemulihan cedera Nitya. Nasib Didi di pelatnas juga terancam pergantian kepengurusan PBSI. Legenda bulu tangkis tunggal putra, Hariyanto Arbi, menyebutkan Didi sempat menghubunginya dan mengaku merasa akan terdepak dari kursi pelatih. "Saya berikan motivasi. Saya lihat dia pelatih bagus, pelatnas rugi jika melepasnya. Syukur, akhirnya dipertahankan," kata Hariyanto, Senin, 2 Agustus lalu.
Masih mendapat kepercayaan melatih ganda putri, Didi punya pekerjaan pelik, yakni membujuk Greysia agar tidak pensiun dan bisa mendampingi pembinaan serta mendongkrak prestasi atlet junior. Didi pun menanyakan ke Greysia perihal impian yang belum tercapai selama kariernya. "Jawaban Greysia, masih banyak yang hendak dia raih. Ya sudah, ‘Kalau masih mau diraih, ayo kita jalan bareng lagi’," ujar Didi mengulangi perkataannya kepada Greysia lima tahun lalu.
Berhasil meyakinkan atlet kelahiran 11 Agustus 1987 itu, selanjutnya Didi punya tugas tak kalah berat, yaitu mencarikan pasangan baru yang tepat. Ia mencoba beberapa pemain yang berada di Pelatnas Cipayung. Namun, kata dia, tak ditemukan chemistry antara Greysia dan pemain yang dipasangkan. "Pas saya melihat sosok Apri, kayaknya nih anak karakternya masuk dengan Greysia. Jadi kami coba waktu itu," ucap Didi.
Ia mengatakan pemain muda lain gagal menjadi pasangan baru Greysia karena perasaan minder. Menurut dia, banyak pemain yang dipasangkan dengan pemain senior tidak berhasil mengeluarkan permainan terbaik karena takut dimarahi kalau melakukan kesalahan. "Apri ini model ndablek, cuek aja. Pokoknya latihan, bagaimana nunjukin yang terbaik. Itu salah satu yang membuat Apri dan Greysia ini lebih moncer," kata Didi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eng Hian./NOC
Semenjak Apri menjadi pasangan Greysia, menurut Didi, terjadi perkembangan pesat sikap pemain muda itu sebagai atlet profesional. Ia menyebutkan atlet kelahiran Konawe, Sulawesi Tenggara, tersebut telah menyadari bahwa badminton adalah masa depannya. Perubahan pun terjadi pada Greysia. "(Ada) Tuntutan dia berpartner dengan Apri yang lebih muda, lebih meledak-ledak, speed-nya juga lebih cepat dari Nitya. Jadi perubahan gaya permainan pun terjadi," tuturnya.
Keberhasilan Didi melahirkan pasangan emas ini tak lepas dari kemampuannya menyakinkan atlet mengenai pentingnya kedisiplinan dalam latihan. Ia pun menanamkan mental seorang juara dengan melarang atlet terlambat datang ke tempat latihan. Atlet yang bisa mengukir prestasi tertinggi, kata dia, adalah atlet yang berdisiplin, juga ulet dan punya komitmen kuat. "Itu bakal terlihat pada saat bertanding. Apa yang kurang, apa yang tak dilakukan saat latihan akan terbawa ke pertandingan," ujarnya.
Capaian Didi mengantar Greysia/Apri menjadi kampiun mendapat apresiasi keluarga. "Juara Melahirkan Juara", tulis Mulyaningsih Baiin, istri Didi, pada keterangan foto Eng Hian/Flandy Limpele dalam Olimpiade Athena 2004 dan Greysia/Apriyani dalam Olimpiade Tokyo 2020 yang ia unggah di Instagram. Kemenangan itu juga menjadi kado Didi untuk Lia—sapaan Mulyaningsih—karena 27 Juli lalu adalah peringatan ulang tahun pernikahan mereka yang ke-18. “Kado terindah untuk ultah pernikahan kami,” kata Lia, Sabtu, 7 Agustus lalu.
Lia tahu benar perjuangan suaminya, bahkan dulu saat Didi dan Flandy pindah ke Inggris untuk sekolah dan bermain bulu tangkis. Juga saat Didi melatih tim Singapura. Tak sedikit cibiran mengarah kepada suaminya. Bahkan ada yang menganggapnya pengkhianat bangsa. “Tudingan itu sangat menyedihkan Eng Hian,” tuturnya. “Kami dapat privilese menjadi warga negara Singapura tapi tidak kami ambil. Kami kembali ke Indonesia. Suami saya sangat mencintai Indonesia,” ujar Lia.
Setelah mengantar anak didiknya menjadi juara Olimpiade, Eng Hian harus mulai mencari calon pengganti Greysia, yang sudah berusia 34 tahun. Ada sejumlah kriteria yang menurut Didi harus dipenuhi oleh kandidat pengganti Greysia. "Bukan masalah teknis karena semua bisa dilatih. Yang paling saya kedepankan adalah tekad, kemauan, dan mentalitas sebagai seorang juara," ucapnya. “Kalau nama sudah ada, tinggal lihat proses beberapa bulan ke depan untuk memilih lebih selektif lagi," ujar Didi. S. DIAN ANDRYANTO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo