Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETIKA Martina Navratilova turun di ronde pertama grand slam Wimbledon, Inggris, ada yang tak yakin ia akan berjaya. Soalnya, lawan tandingnya jauh lebih muda dari ?si Nenek??demikian julukan bernada mengejek untuk Martina. Tapi ternyata Catalina Castano, 24 tahun, dibuatnya termehek-mehek dan menyerah, Senin pekan lalu.
Malu. Itu yang dirasakan Castano. Petenis asal Kolombia tersebut risau dengan cemooh rekan-rekannya yang kecewa atas kekalahannya dari petenis gaek berusia 47 tahun itu. ?Mengapa harus saya yang kalah dari Martina, petenis yang seusia ibu saya,? keluh Catalina.
Sejak awal, Martina tampaknya yakin dengan kemampuannya. Seperti tak merasa terganggu dengan sebutan mengejek itu, ia mengaku punya senjata andalan untuk menjinakkan pemain muda yang biasanya didukung fisik prima dan semangat menggelora. Salah satunya adalah permainan kidalnya yang bisa merepotkan lawan. ?Saya juga sangat paham bagaimana bermain di lapangan rumput,? katanya. Lihat, ia amat yakin diri.
Martina tidak asal sesumbar. Di masa jayanya, nenek lincah ini dikenal sebagai ratu lapangan rumput. Dari 18 gelar grand slam yang ia raih, separuhnya diperoleh dari Wimbledon dengan lapangan rumputnya. Bahkan di usia senja saat ini?hampir setengah abad!?ia berharap masih bisa bersaing dengan pemain muda, karena bola memantul lebih lambat pada lapangan rumput. Kombinasi inilah yang membuat Wimbledon memberinya wild card atau undangan bagi petenis bukan unggulan tanpa melalui babak kualifikasi.
Wimbledon merupakan grand slam kedua tahun ini?setelah Prancis Terbuka?yang memberinya wild card untuk bermain di nomor tunggal. Tentu dua panitia grand slam ini bukan asal-asalan mengundang pemain yang telah 10 tahun pensiun dari partai tunggal dan berada di peringkat 993 dunia itu.
Selama empat tahun terakhir, ?Nenek? menunjukkan tajinya di nomor ganda. Bahkan Januari lalu ia berhasil merebut juara ganda campuran, berpasangan dengan Leander Paes di ajang grand slam Australia Terbuka. Saat itu Martina langsung masuk buku sejarah sebagai pemain paling tua (46 tahun, tiga bulan) yang berhasil menggondol gelar di pentas grand slam. Posisinya di nomor ganda langsung melambung ke peringkat enam dunia.
Prestasi itu tidak diraih dengan mudah. Dari semula yang coba-coba, wanita yang telah mengkoleksi 170 gelar tunggal dan 129 gelar ganda ini mencoba lebih serius. Dua tahun lalu dia mengontrak pelatih fisik dan pijat terapi berusia 28 tahun asal Australia, Giselle Tirado. Pertemuan dengan Tirado berdampak besar terhadap kembalinya petenis Amerika kelahiran Republik Cek ini ke dunia tenis profesional.
Saat pertama melatih Martina, Tirado mengaku menyiapkan menu latihan ringan untuk atlet seusia dia. ?Namun, baru seminggu, saya harus membuang menu itu,? tutur Giselle, yang juga pernah melatih Arantxa Sanchez Vicario dan Jennifer Capriati. Martina mendapat jadwal latihan baru sekeras atlet sepak bola dan basket. Latihan ini dirancang untuk meningkatkan kecepatan dan kelenturan. ?Latihan untuk atlet usia 25 tahun dilalapnya,? kata Tirado tentang nenek okem satu ini.
Namun, sang pelatih paham, yang harus dipelihara dari seorang atlet berusia di atas 40 tahun adalah kelenturan. Peregangan menjadi latihan sangat penting yang dilahap si Nenek dua hingga tiga kali setiap hari, plus setiap kali usai latihan fisik. Dan Martina memang nomor satu dalam hal disiplin.
Hal itu dibuktikan usai bertanding di turnamen Key Biscane, Florida, tahun lalu. Saat itu wartawan telah lama menunggu di ruang konferensi pers, namun Martina tidak juga muncul. Ketika akhirnya Martina muncul, dia langsung minta maaf karena usai bertanding ia harus melakukan peregangan di atas sepeda stabil selama 15 menit. ?Di usia seperti saya, yang harus dijaga adalah penyiapan kondisi untuk besok, bukan hanya berpikir soal hari ini,? kata Martina.
Keputusan bermain di partai tunggal juga atas bujukan Tirado. ?Saya ingin melihatmu bermain tunggal,? kata Tirado setelah Navratilova meraih gelar pada Turnamen Madrid di Spanyol, tahun silam. Meski Martina ragu akan kemampuan dirinya, Tirado berhasil meyakinkan dia bahwa kondisi fisiknya telah siap untuk bermain tunggal.
Kepada sejumlah media, Martina mengaku akan menyuguhkan tontonan yang menarik. Saat kembali bermain lagi di nomor ganda, ia berpasangan dengan sejumlah pemain top usia muda, seperti Serena William. Pengalaman itu membuatnya akrab dengan permainan tenis modern. ?Saya beruntung bisa tahu gaya (permainan) kuno, pertengahan, hingga aliran baru yang berkembang,? katanya.
Turnamen pertama untuk partai tunggal dimulainya di lapangan rumput Eastbourne, Inggris, tahun lalu. Di babak pertama, ia berhasil mengalahkan petenis Rusia berusia 25 tahun, Tatiana Panova. Namun, di babak kedua dia tersingkir setelah ditundukkan Gisela Dulko. Penampilannya yang lumayan inilah yang membuat grand slam kembali meliriknya.
Kembalinya Martina bukan hanya mengundang decak kagum. Sejumlah petenis juga melihatnya dengan sinis. Juara Wimbledon 1991, Michael Stich, menilai kemenangan petenis gaek itu di babak pertama Wimbledon merupakan bencana. Siapa pun petenis yang bisa dikalahkan Martina di arena grand slam?meski di lapangan rumput sekalipun?sepantasnya merasa malu. ?Dia (petenis yang dikalahkan) harus segera mengemas raketnya dan pulang,? kata Stich.
Menurut Stich, mustahil bagi Martina untuk lolos hingga babak ketiga atau keempat grand slam. Namun, jika ia mampu lolos juga, Stich mempertanyakan mutu tenis modern. ?Dan ini merupakan masalah besar bagi kompetisi tenis wanita,? ujarnya.
Namun, ada pula petenis yang melihat sisi positifnya. Tracy Austin, yang mengalahkan Martina di AS Terbuka, 1981, menyanjungnya sebagai pemain lapangan rumput terbaik. ?Martina masih lebih baik ketimbang separuh pemain wanita di Wimbledon,? kata Austin.
Apa tanggapan ?Nenek? akan berbagai komentar itu? Kata Martina, kembalinya dia hanya untuk mencari pengalaman baru yang membuat hidupnya lebih menyenangkan. ?Saya tidak sedang membuktikan apa pun kepada siapa pun,? tuturnya tandas.
Agung Rulianto
Runtuhnya Seluruh Legenda
MARTINA Navratilova menjadi legenda sepanjang sejarah tenis. Ia mencatat rekor sebagai petenis tertua yang meraih gelar juara grand slam, Januari tahun lalu. Dia berusia 46 tahun tiga bulan saat bersama Leander Paes membawa pulang trofi ganda campuran di Australia Terbuka.
Rekor ini menghapus prestasi yang dicatat Sir Norman Everard Brookes selama 80 tahun. Usia Brookes saat bermain di partai ganda putra di Australia itu hanya sebulan lebih muda dari usia Navratilova ketika meraihnya. Namun, prestasi Navratilova dianggap jauh lebih baik karena dia menjadi jawara di era grand slam terbuka yang persaingan dan sistem ranking-nya diatur jauh lebih ketat.
Sementara itu, Margaret Evelyn du Pont menjadi petenis wanita tertua yang tercatat dalam rekor. Evelyn meraih juara ganda campuran bersama Neale Fraser pada usia 44 tahun lewat 125 hari di ajang Wimbledon 1962. Wimbledon 2004 ini, Martina kembali berpeluang menggulingkan rekor pemain tertua di nomor tunggal.
Sejarah Wimbledon mencatat, Arthur Gore menjadi petenis paling gaek di nomor tunggal putra pada 1909. Usianya saat itu 41 tahun lebih 182 hari. Sementara itu, untuk tunggal putri, masih terpahat nama A. Sterry, yang pada 1908 meraih gelar juara di usia 37 tahun lewat 282 hari. Sanggupkah Martina menumbangkan rekor tersebut pada usianya kini yang 10 tahun lebih tua?
Banyak pengamat tenis meragukan. Namun, jika mukjizat itu datang juga, Martina akan menambah deretan rekornya di ajang Wimbledon. Gelar pertamanya di ajang ini diraihnya 26 tahun lalu. Sepanjang 1982-1987, ia memenangi enam gelar berturut-turut. Gelar terakhirnya dicapai 14 tahun lalu dan berhenti pada Wimbledon 1994, sejak kalah di final melawan Conchita Martinez. Dan selama 31 tahun kariernya bermain tenis, ia telah mengumpulkan US$ 21 juta (sekitar Rp 200 miliar).
Agung Rulianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo