Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Orang-orang kuat di belakang ...

Susunan pb pelti diumumkan moerdiono. para pengurusnya mulai dari pengusaha terkemuka dan politikus. semuanya pencinta tenis. moerdiono menggariskan beberapa kriteria dalam pemilihan pb pelti ini. (or)

7 Februari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENTERI Muda Sekretaris Kabinet Moerdiono kelihatan begitu lega sehabis mengumumkan susunan pengurus harian PB Pelti di sekretariat organisasi tenis itu, di Senayan, Jumat pekan lalu. "Sekarang, rasanya setengah pikiran saya sudah plong," katanya kemudian kepada TEMPO. Sejak terpilih menjadi Ketua Umum Pelti (Persatuan Tenis Lapangan Seluruh Indonesia) dalam musyawarah besar organisasi itu di Surabaya, pertengahan Desember tahun lalu, Pak Moer - begitu dia dipanggil akrab selama ini - sudah mulai sibuk. "Bayangkan, sebelum pengurus ini diumumkan, empat penuh waktu saya tersita habis untuk tenis," kata Moerdiono. Memang, batas waktu yang diamanatkan musyawarah terlampaui 16 hari, karena banyaknya waktu yang digunakannya untuk konsultasi. Soalnya, beberapa tokoh yang dihubungi adalah pengusaha yang sibuk. Seperti Probosutedjo, pemilik grup perusahaan Mercu Buana Tanri Abeng, Presiden Direktur PT Multi Bintang dan Ponco Soetowo, pemilik sejumlah perusahaan yang putra bekas Dirut Pertamina, Ibnu Soetowo. Mereka, bersama Sekjen Golkar Sarwono Kusumaatmadja, kemudian duduk dalam barisan para ketua bidang di kepengurusan Pelti yang baru. Sebagai Sekjen, muncul Rachmat Witoelar, politikus Golkar yang dikenal sebagai anggota DPR. Mengapa Moerdiono memadukan pengusaha dan politikus sebagai pembantunya? Ternyata, soalnya ada pada kriteria. "Yang tidak memiliki kriteria itu, tidak akan masuk dalam pengurus," katanya. Dia haruslah pencinta tenis, dalam bentuk sungguh-sungguh bermain tenis, mendorong keluarga main tenis, menjadi sponsor atau berkorban secara pribadi untuk tenis. Kemudian? juga harus seorang yang punya wawasan dan mesti punya kepemimpinan, punya rasa memiliki organisasi, dan mampu bekerja dalam tim. Pimpinan Pelti sekarang memang semuanya pemain tenis. Probosutedjo mempunyai klub tenis Mercu Buana, dan tiga tahun terakhir aktif menyelenggarakan kejuaraan yunior internasional kelompok umur. Dia pula ketua pengurus daerah Pelti DKI. Ponco Soetowo juga memiliki klub tenis, Nugra Sentana, yang bermarkas di Hotel Hilton, Jakarta. Sedang Tanri Abeng cukup dikenal karena perusahaan yang dipimpinnya menjadi penyelenggara Sirkuit Tenis Green Sands serta Bintang Remaja. Yang menarik ialah Rachmat Witoelar. Penggemar tenis ini lebih dikenal di cabang olah raga menyelam. Ia memiliki brevet scuba diving dan izin untuk menyelami laut di seluruh dunia. Konon, dia sudah pernah menyelam di kawasan Indonesia, Muangthai, Filipina, dan Amerika Latin. Yang baru dari formasi pengurus ini ialah munculnya jabatan Sekretaris Eksekutif dijabat Suditomo, yang selama ini bekerja di Yayasan Gelora Senayan, pengelola kompleks olah raga Senayan. Instansi ini tak termasuk dalam formasi PB, dan tugasnya menjadi semacam sekretariat, "Kami mementingkan pendataan, baik data keputusan rapat maupun berbagai kriteria untuk memilih pemain," kata Moerdiono. Selain Ponco Soetowo - di kepengurusan lama ia duduk sebagai Ketua Komite Yunior - semua yang tampil ini muka baru. Ketua umum yang lama, Jonosewojo, memang masih tercantum namanya, tapi cuma sebagai Ketua Kehormatan - kedudukan yang diberikan mengingat jasanya di dunia tenis, sesuai dengan keputusan musyawarah Surabaya. Ada yang menganggap, jabatan itu diberikan agar Jono tak tergusur dari jabatannya sebagai Presiden Federasi Tenis Asia (ATF) yang diperolehnya tahun lalu. Sayang, setelah pengumuman pengurus baru ini, Jonosewojo tak bisa dihubungi. Yang hilang adalah Mien Gondowidjojo. Jabatan resminya, terakhir, adalah pelatih tim putri. Tapi selama ini dia dianggap amat berkuasa di Pelti, dan terlalu kontroversial. Heboh yang timbul ketika Yustejo Tarik dicegat petugas Imigrasi Halim Perdanakusumah ketika akan mengikuti kejuaraan Singha Beer di Bangkok, tiga tahun yang lalu, berawal dari pertentangan Yustejo dkk. dengan Mien, yang ketika itu pelatih. Dalam pertentangan ini, Jonosewojo dinilai selalu berpihak kepada Mien. Padahal, seperti dikatakan Roeshan Roesli, tokoh tenis dari Bandung, Mien selalu mau menang sendiri. "Faktor suka-tidak-sukanya pada seseorang amat menonjol," ujar pemilik sekolah tenis itu. Pemain yang tak disukai Mien, misalnya, sulit bisa bertanding ke luar negeri. Karena itulah banyak Pengda yang tak menyenanginya, tapi dia tetap bertahan selama kepengurusan Jonosewojo. "Saya setuju sekali kalau Mien tak dipakai lagi," kata Roeshan, "Sekalipun jasanya tak boleh kita lupakan." Moerdiono menganggap Mien Gondowidjojo sudah terlalu lama duduk di Pelti, "Saya perlu suasana baru," katanya. Pencopotan Mien tak dilakukan begitu saja. Moerdiono sebelumnya mengundang Mien dan berbicara sampai dua jam untuk menjelaskan kebijaksanaan yang dijalankan pengurus baru. Misalnya, sekarang, tak mungkin lagi kekuasaan berada di satu tangan. Sayang, Mien tak mau bicara banyak setelah tergusur dari jabatannya, "Saya cuma orang kecil yang hanya mau mengabdi bagi prestasi tenis Indonesia," tuturnya. Setelah tak terpakai lagi, Mien merencanakan kembali ke Depdikbud. Dia pegawai di situ. "Saya akan lebih memperhatikan pekerjaan yang sudah lama saya tinggalkan." Yang menggantikan Mien adalah bekas pemain nasional Sugiarto Sutaryo. Sedang pelatih putra adalah Kevin T. Mullins, warga Amerika Serikat yang selama ini melatih di klub Nugra Sentana. Pelatih asing ini juga diperlukan untuk membiasakan pemain berkomunikasi dalam bahasa Inggris, sesuatu yang amat perlu kalau pemain bertanding di luar negeri. Dana sebagai bahan bakar organisasi, agaknya, bukanlah soal yang terlalu pelik, melihat susunan "kabinet" baru ini. Tanri Abeng, sebagai Ketua Bidang Sumber Daya, sudah menyiapkan rekening koran di bank, sehingga memudahkan sumbangan yang masuk dan juga pengeluaran. Kata Tanri, "Kami akan memberikan laporan keuangan kepada setiap penyumbang sehingga mereka tahu untuk apa digunakan uang mereka itu." Ini memang salah satu upaya membangun kredibilitas organisasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus