ALBERT Papilaya, juara kelas welter nasional, tak kelihatan di antara petinju Indonesia yang bertanding pada Turnamen Piala Presiden yang berlangsung pekan ini di Jakarta. Padahal, anak Ternate berumur 20 tahun ini pemegang medali emas pada Kejuaraan Tinju Yunior Asia di Nepal, tahun 1985. Karena prestasi itu, dia termasuk satu dari empat petinju Indonesia yang dikirim ke Asian Games di Seoul. Ke mana Albert? Rupanya, ia sekarang sedang merepotkan orangtuanya, D. Papilaya, pensiunan kopral angkatan darat. Sudah dua pekan ini Albert terkapar di RSU Ternate, Provinsi Maluku. Lehernya bengkak karena radang tenggorokan, gendang telinga kanannya pecah, dan tulang lengan kanan retak. "Beberapa bulan yang lalu, dari telinganya keluar nanah dan darah," kata Bob Patipawae, salah seorang pengurus Pertina Maluku. Penderitaan Albert bermula sepulang berlatih di Rumania untuk menghadapi Asian Games, September tahun lalu. Dia melaporkan kepada pelatihnya, Hengky Nanlohi, tangan kanannya sakit karena suatu benturan dalam latihan. Tapi, seperti kemudian diceritakan Albert kepada pengurus Pertina Maluku, sang pelatih malah marah dan menuduh anak buahnya itu cengeng. Padahal, pergelangan tangan kanan petinju itu memang kelihatan membengkak. Sebelum bertanding di Seoul, menurut Carol Renwarin, asisten Hengky Nanlohi, Albert sudah diperiksa dokter pertandingan, "Memang ada yang tak beres, tapi dia tak dilarang bertanding," tutur Carol. Tetapi di atas ring, di hari kedelapan pesta olah raga Asia itu, Albert jadi bulan-bulanan lawannya dari India, Gopal Dewang. Dia memang bertarung cuma dengan tangan kiri, sedang tangan kanan yang cedera itu lebih banyak disimpannya. Untung dia tak terpukul KO. Menanggapi pertandingan ketika itu, Sekjen Pertina Richard Pangkey berkata, "Yang dilakukan Albert sudah bagus. Habis, dia tidak yakin, pada tangan kanannya yang masih cedera itu." Tak sampai sebulan sepulangnya dari Seoul, petinju cedera itu - entah mengapa diperintahkan mempertahankan nama baik daerahnya, Maluku, pada kejuaraan nasional di Palembang, akhir Oktober 1986. Kali ini Albert lebih menderita. Dia dijadikan sansak hidup oleh petinju Sum-Ut, Franklin Simangunsong. Wasit terpaksa menghentikan pertandingan pada ronde kedua. Menurut Hadi Budoyo, Ketua Pertina Maluku, akibat pertandingan itu gendang telinga Albert pecah dan lehernya kena radang. "Suhu badannya sampai 39," kata Hadi kepada TEMPO. Anehnya, dalam keadaan sakit, Albert dibiarkan pulang ke kampungnya, di Ternate. Karena orangtuanya tak mampu membawa Albert berobat ke dokter, juara Asia ini pun dibawa ke dukun. "Karena dipijat dukun, sakitnya tambah parah," kata Hadi. Albert kemudian terpaksa digotong ke rumah sakit umum di kota kecil itu, setelah kisahnya masuk koran. Pengurus Pertina pun sibuk. Ketua Umum Pertina Saleh Basarah walau terlambat, toh memerintahkan Albert dibawa berobat ke Jakarta. Di daerah terpencil di ujung timur Indonesia itu memang tak mungkin diharapkan perawatan dari dokter ahli. Sebagai contoh, foto ronsen Albert yang dikirimkan dari Ternate ke Jakarta tak bisa dibaca, "Fotonya buram, tak bisa dibedakan mana tulang dan yang mana jaringan," kata dr. Ucok Harahap dari tim dokter Pertina. Dokter ini menduga foto ini dibuat dengan alat yang mestinya dipakai untuk gigi. "Yah, maklum di daerah." Hingga awal pekan ini, Albert belum bisa dibawa ke Jakarta karena harus menunggu kondisinya membaik. Kini, pengurus PB Pertina dan pengurus Pertina Maluku saling melempar tanggung jawab atas kejadian ini. Hengky Nanlohi, dari Komisi Teknik PB (Pengurus Besar) Pertina, sekalipun mengaku pernah menuduh Albert cengeng karena tinju olah raga keras, katanya, dia pun mendidik anak buahnya secara keras - ia menimpakan kesalahan pada Pertina Maluku yang mengirim Albert bertanding ke Palembang, padahal kondisinya jelek. Dari Ambon, Hadi Budoyo berkelit dengan mengatakan bahwa kondisi Albert sepulangnya dari Seoul tak pernah diberitahukan PB Pertina kepada mereka. "Di Pusat ada diskriminasi sehingga dia kurang diperhatikan," katanya menuduh. Belum ketahuan siapa yang benar. Yang sudah pasti malang: Albert. Amran Nasution, Laporan Toriq Hadad (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini