SEMENTARA tim terbesar PBSl melawat ke All England 1982, Rudy
Hartono menyendiri di Jakarta. Sudah sebulan, hampir setiap
pagi, Rudy berlatih lari sebelum ke kantor.
"Ada urusan penting yang tak dapat saya tinggalkan," jawab juara
All England 8 kali ini setiap kali dia ditanya tentang absennya.
Rudy pun menunjuk kehadiran Tahir Djide dan Pujianto yang dia
nilai dapat membuat analisa kekuatan dan kelemahan calon lawan
Indonesia di babak final turnamen Piala Thomas, Mei nanti.
Tampaknya Rudy ingin memendam rahasia umum bahwa hampir secara
aklamasi ia masih dibutuhkan dalam Tim Piala Thomas 1982. Untuk
itu ia kini diam-diam menjalankan latihan stamina. Ia lari
mengitari lintas Stadion Utama Senayan sebanyak 8 kali. Waktunya
sekitar 1 menit 40 detik rata-rata seputar. Lalu ia melakukan
pacing sebanyak 5 putar. Satu atau dua kali dalam seminggu ia
kelihatan berlari di luar stadion, berkeliling di sekitar bukit
yang rimbun.
"Saya baru berhasil mengurangi berat saya kira-kira 2 kilo,"
kata Rudy pada TEMPO. Seusainya Turnamen Piala Dunia di Tokyo
awal Januari 1981, Rudy tak teratur lagi menjalankan latihan.
Berat badannya pernah mencapai 76 kilogram. Dengan tinggi 1,78
meter, Rudy memang tampak lebih ganteng. Tapi untuk tampil
sebagai pemain, Rudy paling tidak harus menyusutkan berat
tubuhnya sampai minimal 72 kg. Di zaman jayanya berat Rudy
sekitar 68 kg. Itulah target Rudy dengan program latihan pagi.
Pujianto, Penasihat Teknik PBSI menyaksikan Rudy latihan di
Senayan, Kamis pagi pekan lalu. Pada kesempatan itu juga Peter
Panggabean, pelatih Fisik PS Jayakarta mengetes kelincahan dan
daya tahan Rudy. Caranya: melakukan gerak maju-mundur,
kiri-kanan dalam bidang sebesar lapangan badminton dalam waktu
30 detik tan pa putus. Alhasil, Rudy tampak megap-megap,
meskipun ia memperlihat kan kondisi yang cukup lincah. "Ke dua
kaki saya masih lemah, cepat terasa berat dan kaku," komentar
Rudy atas pertanyaan Pujianto.
Untuk stroke tampaknya tidah begitu mengkhawatirkan. Moh. Jundi
bekas pemain Piala Thomas Indonesia dalam suatu diskusi dengan
TEMPO menyatakan, masalah utama yang harus ditanggulangi pemain
kaliber Rudy dan Swie King, misalnya, praktis cuma satu: kondisi
fisik. Sedang soal teknik, taktik dan mental akan pulih menurut
perkembangan kondisi fisik. Pendapat serupa juga datang dari
Christian Hadinata, anggota Komisi Teknik PBSI. Christian
menganggap dalam pertandingan beregu seperti dalam turnamen
Piala Thorlas, nilai pengalaman dan kestabilan mental amat
menentukan. Ahli ganda PBSI ini hanya menunjuk kelemahan Rudy
yang kini berusia 33 tahun pada faktor stamina.
Prestasi Rudy dua tahun menjelang ia diangkat menjadi Ketua
Bidang Pembinaan PBSI, lebih dari lumayan. Pada Turnamen Master
di Albert Hall London, September 1980, ia masih mampu
mengalahkan Morten Frost Hansen dalam straight set. Dan ia
muncul di final lawan King, meski akhirnya kalah.
Awal tahun lalu di Piala Dunia III di Tokyo, Rudy sekali lagi
menundukkan Hansen. Hanya kemudian dalam melawan Prakash
Padukone, Rudy kalah stamina. "Untuk game pertama Rudy masih
bisa tahan," tutur Christian. "Game kedua, ia masih unggul
separuh jalan, tapi selanjutnya Rudyguncang dan akhirnyi
anjlok."
Jadi, makin jelas bagi Rudy bahwa stamina mutlak merupakan
paspor ke London bulan depan. Ayah dari 2 orang anak ini
sebenarnya tidak banyak dituntut. Dengan pengalamannya sebagai
anggota regu Piala Thomas Indonesia sejak 1967 sampai terakhir
1919, ia diminta memboyong satu saja dari minimal 5 angka
kemenangan.
Peluang Rudy di tengah pilihan Hadiyanto, Lius Pongoh, Hastomo
Arbi dan Icuk Sugiarto memang lebih besar. Tentu saja ini
didasarkan atas strategi yang masuk akal: 2 angka dari partai
tunggal dan 3 angka dari partai ganda. King dan Rudy paling
jelek meraih 2 angka. Misalnya dobel King/Christian bisa meraih
1 angka dan Kartono/Heryanto 2 angka atau sebaliknya. Itu
misalnya.
Ada lagi keuntungan memilih veteran Rudy ini? Ia masih "perawan"
dimata pemain RRC. Tak seorang pun jago mereka pernah mencoba
kekuatan Rudy. Tidak maestro Tang maupun Hou. Sehingga kehadiran
Rudy dengan segala predikatnya bisa menjadi faktor pengejut bagi
mereka.
Melihat hasil perlawatan tim Indonesia ke All England, tempat
para pemain muda pagi-pagi sudah berguguran, harapan tak jauh
dipalingkan pada Rudy. Kapan Rudy resmi mengatakan "ya"? Ia
tampak sangat hati-hati. "Lihat saja bagaimana nanti," jawab
Ketua Bidang Pembinaan PBSI kepada setiap pendukung yang
menginginkan Rudy kembali aktif sebagai pemain.
Sebagai seorang pengurus agaknya Rudy ditindih beban moril untuk
tidak mematahkan semangat para pemain muda. Itulah sebabnya
datang pula usul agar Rudy Hartono mulai sekarang juga
dibebaskan dari status "dwifungsi". Yaitu, Rudy kembali ke
lapangan permainan tanpa embel-embel pengurus, agar konsentrasi
pikirannya 100% sebagai pemain. Waktu tinggal 30 hari kurang
lebih. Dan berita terakhir untuk ya atau tidak, konon akan
diputuskan Rudy pada pertemuan keluarga besar PBSI pada 9 April
ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini