Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Olahraga

Berita Tempo Plus

Rekor Muri dan Jago Turunan

Pelari gunung Fandhi Achmad dan Arief Wismoyono rutin mengikuti lomba lari lintas alam terbesar di dunia, Ultra-Trail du Mont-Blanc. Bertekad menorehkan catatan waktu di bawah 30 jam.

25 September 2021 | 00.00 WIB

Fandhi Achmad berlatih di kawasan Universitas Indonesia, Depok, 16 September 202/TEMPO/ Gunawan Wicaksono
Perbesar
Fandhi Achmad berlatih di kawasan Universitas Indonesia, Depok, 16 September 202/TEMPO/ Gunawan Wicaksono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Fandhi Achmad telah tiga kali mewakili Indonesia di ajang lari lintas alam internasional Ultra-Trail du Mont-Blanc di Chamonix, Prancis.

  • Arief Wismoyono dikukuhkan sebagai finisher dan pemecah rekor pelari Indonesia di Ultra-Trail du Mont-Blanc 2021

  • Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan lari gunung karena gunung dan hutannya banyak dengan medan bervariasi.

FANDHI Achmad, 38 tahun, menyelesaikan latihan rutin di kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Rabu, 15 September lalu. Pagi itu, ia memutari jalur lingkar kampus Jaket Kuning tersebut empat kali. Jarak sekali putaran sekitar enam setengah kilometer. Itu porsi latihan harian pria bertinggi badan 161 sentimeter tersebut. Bila tidak berlatih di kampus UI, Ia menjajal jalur perumahan Sentul City, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. “Tadi mulai latihan pukul 07.00 lewat, selesai pukul 09.00,” kata pria yang akrab disapa Agi itu.

Agi adalah pelari gunung (trail runner) yang telah tiga kali mewakili Indonesia dalam lomba lari lintas alam internasional Ultra-Trail du Mont-Blanc (UTMB) di Chamonix, Prancis. Atlet kelahiran Jakarta, 27 September 1983, ini menceritakan pengalamannya ketika tampil dalam UTMB 2021 pada 23-29 Agustus lalu. Kompetisi lari lintas alam terbesar di dunia itu mempertandingkan tujuh kategori, yaitu Ultra-Trail du Mont-Blanc, Petite Trotte a Leon, Courmayeur-Champex-Chamonix, Traces des Ducs de Savoie, De Martigny-Combe a Chamonix, Youth Chamonix Courmayeur, dan Orsières-Champex-Chamonix. 

Selain Agi, ada tiga pelari Indonesia yang mengikuti turnamen ini, yakni Arief Wismoyono, Rachmat Septiyanto, dan Dendi Dwitiandi. Semuanya turun di kategori paling bergengsi, yaitu Ultra-Trail du Mont-Blanc. Kategori ini diikuti oleh 2.347 pelari yang bersaing untuk menyelesaikan jarak 171 kilometer dengan batas waktu 46 jam 30 menit. Agi berhasil menyentuh garis finis di peringkat ke-490. Jebolan organisasi Mahasiswa Pencinta Alam atau Mapala UI ini mencatatkan waktu 38 jam 32 menit 18 detik.

Ini ketiga kalinya Agi berpartisipasi dalam UTMB setelah pada 2015 mengikuti kategori Ultra-Trail du Mont-Blanc dan pada 2017 berpartisipasi di Petite Trotte a Leon. Bagi Agi, mengikuti UTMB menjadi suatu kebanggaan karena event ini adalah yang termegah bagi pelari gunung. "UTMB bisa dibilang Olimpiade untuk pelari gunung. Jadi pelari gunung seluruh dunia berkumpul di sini. Kami juga menyebutnya seperti naik hajinya pelari gunung," ucap alumnus Program Vokasi Diploma III Jurusan Pariwisata UI itu.

Seperti dalam Olimpiade, para pelari pun mengikuti tahap kualifikasi. Mereka harus mengumpulkan poin agar bisa tampil dalam UTMB. Agi mengatakan syarat minimal untuk lolos ke UTMB adalah mengikuti kejuaraan lari gunung jarak 100 kilometer. Dalam perjalanannya ke UTMB, Fandhi mengikuti empat lomba lari di Indonesia yang tergolong kualifikasi UTMB, yaitu Rinjani 100, Gede Pangrango 100, Bromo Tengger Semeru 100 Ultra, dan MesaStila 100. "Kami ikut lomba yang terafiliasi ke UTMB karena tak semua masuk kualifikasi. Jadi, meski memiliki poin, kami tidak otomatis lolos," ujarnya.

Agi mengikuti empat lomba lari gunung itu pada 2018 dan 2019 karena semua kejuaraan pada 2020 ditunda akibat pandemi Covid-19. Meski begitu, poin yang ia kumpulkan tetap berlaku untuk lolos ke UTMB. Dia mengakui persiapannya tahun ini tidak ideal karena pandemi virus corona. Agi, yang terbiasa berlatih di Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat, harus puas hanya berlatih di Sentul. "Jadi saya latihan ke Sentul meski ketinggiannya cuma 1.000 meter di atas permukaan laut. Lomba aslinya di ketinggian 2.000 meter dan dingin karena gunung bersalju," tuturnya.

Agi memilih Gunung Gede Pangrango sebagai lokasi latihan karena ketinggiannya. "Gunung Gede Pangrango ketinggiannya sekitar 3.000 meter di atas permukaan laut. Jadi, selain dapat altitude-nya, bisa merasakan dinginnya. Kalau di Sentul altitude-nya rendah dan tempatnya panas," ucap Agi, yang pada Januari lalu mendapat rekor Museum Rekor Indonesia atau Muri sebagai peraih gelar juara pertama kompetisi lari gunung terbanyak di Indonesia.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Dody Hidayat

Dody Hidayat

Bergabung dengan Tempo sejak 2001. Saat ini, alumnus Universitas Gunadarma ini mengasuh rubrik Ilmu & Teknologi, Lingkungan, Digital, dan Olahraga. Anggota tim penyusun Ensiklopedia Iptek dan Ensiklopedia Pengetahuan Populer.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus