Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

sains

Gelang PeringatanTsunami

Mahasiswa Telkom University, Bandung, membuat purwarupa alat peringatan dini tsunami yang diberi nama Gelora. Memanfaatkan teknologi long range (LoRa) untuk transmisi data. 

25 September 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Inovasi peringatan dini tsunami.

  • Memakai sensor denyut nadi pada gelang.

  • Bisa untuk deteksi dini bencana lain.

EMPAT mahasiswa Telkom University di Bandung membuat purwarupa alat peringatan dini tsunami. Dipakai seperti jam tangan, alat itu diberi nama Gelora, akronim dari Gelang Pendeteksian Dini Tsunami Berbasis Long Range. Tim berasal dari program studi Strata-1 Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro angkatan 2019 dan 2020. Ketuanya Yasyfa Rifiani Putri, dengan anggota Muhamad Ridwansyah, Nur Rizki Rahmatulloh, dan Reyhan Fajar Nasution. Mereka dibimbing oleh dosen Harfan Hian Ryanu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Yasyfa, yang memicu ide inovasi ini adalah perihal luasnya wilayah pesisir pantai yang berhadapan langsung dengan pusat sumber gempa. Kawasan rawan tsunami dari pergerakan lempeng di zona gempa besar (megathrust) itu terbuka lebar di sekujur pantai barat Sumatera dan sepanjang selatan Jawa-Bali-Nusa Tenggara hingga Maluku dan Papua. Hanya, tsunami early warning system kita belum baik. Dia menyebut pendeteksi tsunami terapung atau buoy di laut itu tidak berfungsi, hilang, atau rusak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembuatan Gelora ini diajukan untuk mengikuti kompetisi Program Kreativitas Mahasiswa. Timnya terbentuk pada Januari lalu dan mengusulkan pembuatan alat itu pada Maret lalu. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menerima usul ini dan mengucurkan dana riset serta pengembangannya sekitar Rp 8 juta. Pembuatan purwarupa Gelora dimulai pada Juli dan selesai pada 20 September 2021.

Gelora merupakan sistem yang merangkai pengoperasian empat perangkat, yaitu tsunameter, gateway, server, dan gelang peringatan dini tsunami. Tim membuat tsunameter yang mengandalkan sensor ultrasonik untuk mengukur jarak dan penyurutan permukaan air laut. "Penempatan alat ini di dermaga atau pantai. Jumlahnya menyesuaikan kondisi di lapangan," ujar Yasyfa, Kamis, 16 September lalu.

Dari literatur yang mereka baca, penyurutan air laut dan menjauhnya air dari pantai setelah gempa kuat merupakan pertanda datangnya tsunami. Dalam kondisi seperti itu, sensor langsung mengirimkan informasi ke gateway. Sensor itu bisa diletakkan cukup jauh dari pantai agar aman dari terjangan tsunami, yaitu dalam radius 300 meter-3 kilometer.

Informasi dari sensor ke gateway tidak menggunakan Internet, melainkan dengan teknologi long range (LoRa)—proses perubahan suatu gelombang periodik sehingga membuat sinyal mampu membawa informasi. Di Indonesia, ujar Yasyfa, jalur gelombang itu berada di frekuensi 921-923 megahertz (MHz). Gateway lantas memantulkannya ke server ThingSpeak—aplikasi Internet of Things sumber terbuka—dan dikembalikan lagi ke gateway melalui Internet. Peringatan dini tsunami itu kemudian disebarkan ke pemakai Gelora lewat teks di layar LCD disertai bunyi nyaring. Di gelang itu nanti terdapat tulisan, "Segera evakuasi."

Selama tiga bulan penggarapan, mereka baru bisa melakukan uji coba di laboratorium. Hal ini membuat tim terhambat oleh pandemi Covid-19 yang membatasi mobilitas orang. "Idealnya kami harus uji di lapangan. Tadinya berencana ke Pantai Pangandaran, Jawa Barat" ucap Yasyfa.

Mereka baru menjajal sistem Gelora dengan menggunakan akuarium ikan berukuran 30 x 15 x 15 sentimeter. Caranya adalah mengisi air ke akuarium lalu airnya disedot dengan pompa hingga menyusut. Tingkat penurunan airnya dibuat dengan beberapa skenario. "Kalau untuk pergerakan air yang menjauh dan mendekat, itu belum diuji. Alatnya belum punya," kata Yasyfa.

Dari hasil percobaan yang terbatas itu, Gelora berfungsi baik. "Setelah dirata-ratakan waktunya, proses sampai muncul peringatan dini tsunami itu selama 8,8 detik," tutur Yasyfa. Capaian itu belum memuaskan, tapi paling tidak konsep dan perancangan sistemnya sudah bekerja.

Tim berencana melanjutkan riset tsunami dan pengembangan Gelora. Antara lain dengan mencoba menyelipkan sensor denyut nadi pada gelang. Tujuannya adalah mempermudah pelacakan tim penolong jika pengguna gelang menjadi korban. Tim juga akan mengintegrasikan Gelora dengan aplikasi bergerak serta mitigasi bencana lainnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus