Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Perangin-angin di yogya

Memecahkan rekor nasional dalam kejuaraan nasional panahan di Yogya. (or)

6 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DONALD Pandiangan boleh dijuluki Robin Hood Perangin-angin. Pandainya menaksir angin bukan main. Biar bagaimana bergalaunya angin di Stadion Kridosono, Yogyakarta, dalam kejuaraan nasional panahan (25-30 Juli), ia berhasil menumbangkan rekor nasionalnya sendiri (1.272) dan menancapkan rekor baru 1.286 untuk ronde tunggal FITA. Padahal sebelum bertanding, anak Batak itu sempat bersungut-sungut tentang kencangnya angin yang bertiup di gelanggang. Dia sendiri menganggap prestasinya itu bisa dia capai karena ketelitian. Pengalamannya yang panjang juga menyumbang. Soalnya angin yang menerobos ke stadion membingungkan pemanah. Dari luar, angin merayap dan menerjang tembok setinggi 5 meter yang mengelilingi lapangan. Baru kemudian masuk ke arena pertandingan secara bergelombang. "Angin begini bisa menipu," ceritanya kepada TEMPO. Untuk mengatasi gangguan angin tadi, atlet yang memperoleh 5 medali emas di SEA Games Singapura itu punya resep begini: Konsentrasi, membidik, dan lepaskan anak panah pada kecepatan angin yang sama. Olah raga yang memerlukan ketepatan, seperti memasukkan benang ke lubang jarum ini, mengajarinya untuk juga memperhitungkan gangguan debar jantung. Panah biasanya dia lepaskan ketika jantungnya baru saja berdegup. Tetapi panah yang dia lepaskan itu, katanya, selalu dia iringi dengan doa. "Walaupun saya banyak dosa, saya selalu berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan," cerita bujanKan berusia 38 tahun yang beragama Protestan itu. Pandai mengemukakan pendapat, senang humor, itulah "Si Perangin-angin", pegawai PN Angkasa Pura golongan IID itu. Buat dia, resesi dunia dimulai sejak 1981. Ketika itu dalam kejuaraan dunia panahan di Italia namanya disapu angin ke urutan 45. Padahal tahun 1977 di kejuaraan dunia di Canberra dia sempat nangkring di urutan 11. Tahun 1980 tak ada orang Asia yang bisa menandingi anak Batak ini. Dengan skor 1.272 yang diciptakannya di Calcutta tahun itu, pemanah kelahiran Sidikalang, Sumatera Utara itu, memperkenalkan Indonesia sebagai negara panahan yang pantas disegani. Menurunnya prestasi panahan Indonesia, juga dirinya, sejak 1981, dia nilai karena pembinaan KONI kurang benar. Dia mengkritik pemusatan latihan yang terus-menerus di Jakarta. Donald bercita-cita, pemanah digembleng di gunung terpencil. Turun ke kota hanya untuk merebut kemenangan. Dengan tinggi 156,50 cm dan bobot 60 kg dia tidak menganggap dirinya ideal untuk memanah. Dibutuhkan tubuh yang jangkung untuk menarik tali busur minimal 27 inci. "Tarikan saya memang di atas rata-rata tarikan orang sependek saya. Tarikan saya panjang, mungkin karena saya termasuk jenis kera," katanya tertawa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus