DENGAN seorang tentara di antara 200 penduduknya yang berjumlah
1 milyar, RRC menjadi kekuatan nomor wahid di Asia. Belum lagi
dihitung 7 juta milisia yang dipunyainya. Tak heran dalam
Kejuaraan Menembak Asia ke-5 (25-30 Juli) negara itu tampil
sebagai pengumpul medali terbanyak. "Bukan begitu," seloroh
seorang penonton. "Begitu lahir mereka sudah bawa modal. Dengan
matanya yang sipit, mereka tak perlu lagi membidik."
Berkekuatan 43 orang, RRC merupakan kontingen terbesar dalam
kejuaraan yang diikuti 13 negara itu. Tuan rumah Indonesia hanya
35. Cina, Taiwan, Jepang, dan kedua Korea memiliki ciri fisik
yang sama. Tetapi anak-anak Deng Xiao-ping gampang dikenali dari
sepatu sandal yang mereka pakai. Tim manajernya
mengibas-ngibaskan kipas terus-menerus, padahal para atletnya
mengenakan kaus lengan panjang berikut jaket.
RRC (dan Korea Utara) kelihatannya merupakan kontingen yang
menghadapi kejuaraan ini secara serius. Berbulan-bulan mereka
berlatih. Tampil di lapangan tembak Senayan, mereka tidak hanya
didampingi pelatih, tapi juga beberapa orang juru analisa yang
selalu siap dengan teropongnya mengikuti dari belakang si
penembak. Disiplinnya juga bisa menertawakan. Sebab dari sekian
banyak kontingen yang menginap di Hotel Indonesia, hanya atlet
RRC dan Korea Utara yang tetap wira-wiri dengan training suit
(stelan olah ragawan).
Fanatiknya mengagumkan. Pada hari pertama pimpinan kontingen RRC
sudah menembakkan protes karena ada atlet Taiwan yang memakai
baju dengan tulisan Republik of China. Taiwan sendiri menurut
ketua pelaksana kejuaraan, Salamun, diwakili oleh China-Taipei
Shooting Association.
Menurut kabar, tim penembak RRC sendiri kepingin muncul di
Jakarta lebih awal. Dari Hong Kong mereka sudah melayangkan
teleks sebagai isyarat supaya diundang dalam Kejuaraan Menembak
Hari Ulang Tahun Kota Jakarta ke-456. Tetapi karena belum ada
lampu hijau dari pihak keamanan di sini mereka urung datang.
Kedatangan mereka di Jakarta dalam kejuaraan menembak Asia,
pekan lalu, disambut dengan penjagaan keamanan berlipat ganda.
"Hanya tekniknya sedemikian rupa sehingga tak terasa bahwa
sistem keamanan sekali ini paling ketat dari yang pernah
dikenakan di sini," ujar Salamun. Memang tak terasa ada mata
yang mengawasi dari berbagai pojok.
Kecuali satu protes yang dilontarkan kontingen RRC tadi, tak ada
lagi pemandangan yang kurang seronok. Demikian juga antara Korea
Utara dan Korea Selatan. Tak ada suasana "tembak-menembak" di
antara mereka. Antara atlet RRC dan Taiwan, begitu juga kedua
Korea, selalu saling sapa kalau berpapasan. Baik di hotel maupun
di lapangan tembak. Bahkan ketua tim RRC, yang juga adalah ketua
dari Asian Shooting Confederation, Liu Jun Chen, sempat bertukar
vandel dengan ketua tim Taiwan. "Kami sebenarnya tidak ada
masalah dengan rakyat Taiwan. Mereka kan bangsa Cina juga.
Taiwan sebenarnya kan provinsi RRC. Hanya sementara ini sedang
terlepas," katanya main politik.
Penembak RRC dan Taiwan bergaul sebagaimana biasanya atlet.
"Tidak ada konflik antara kami dengan atlet RRC. Hubungan kami
dengan mereka seperti kakak-adik. Kami mempunyai nenek moyang,
kebudayaan, dan bahasa yang sama," ucap penembak Taiwan Tai Pai
Sen, yang ditemui TEMPO, sedang asyik bercakap-cakap dengan
beberapa atlet RRC. Penembak RRC, Peng Jian Bin dan "rekannya"
dari Taiwan, Xu Xia Hsing di hari terakhir kejuaraan malahan
dijepret wartawan sedang bersalaman.
Sekalipun tampil dengan kontingen terbesar, RRC hanya menymbang
sebuah pemecahan rekor Asia dari 4 yang ditumbangkan. Tim untuk
air rifle yang terdiri dari Pang Liquin, Zhu Lian Zhiang, dan Wu
Xiao Xuan memperbaiki skor 1.121 atas nama tim Korea Selatan
menjadi 1.136.
Korea Selatan juga tampil dengan mengesankan. Menempati posisi
ketiga setelah Jepang dalam pengumpulan medali (menang 4 perak
dari Korea Utara), Korea Selatan melampaui 2 rekor Asia. Kim
Yang Ja mengumpulkan skor 385 untuk kategori ladies air pistol.
Meninggalkan skor atas namanya sendiri 382. Kemudian Lee Jeong
Hwa memperbaiki rekor teman senegaranya (380) menjadi 381 untuk
kategori ladies air rifle. Sedangkan penembak Korea Utara, Chun
Tae Song, memperbaharui skor yang dipegang teman senegaranya
(576) menjadi 585.
Sedangkan Indonesia, yang ramai dengan berita penembak
misterius, untuk pertama kali berhasil merebut 1 medali emas
berkat konsentrasi dan bidikan mata memikat Lely Sampurno.
Penembak yang pernah memecahkan rekor dunia untuk nomor air
pstol itu berhasil menyamai rekor Asia (ladies pistol match)
dengan angka 586. Sang nyonya, dengan tiga anak dan 2 cucu ini,
sekaligus memperbaiki rekor nasionalnya sendiri yang 581.
Meskipun begitu masih ada yang mengganjal di hati Lely. "Cara
kerja tim kita semrawut. Bayangkan, penentuan tim baru selesai
tanggal 18 Juli, padahal 25 Juli kita sudah harus bertanding.
Bagaimana kita bisa mempersiapkan diri dengan matang,"
gerutunya.
Indonesia yang merebut 1 emas, 2 perak, 1 perunggu dan menempati
urutan ke-5, boleh puas sedikit. Karena lawan kuatnya selama ini
di SEA Games, Muangthai jatuh nomor 7, di belakang India.
Apalagi kalau diingat spesialis trap Gilbert Sumendap, mampu
menyaingi Li Jing Long (RRC), sehingga berlangsung pertarungan
ulang untuk menentukan siapa juara. Gilbert akhirnya takluk.
Tapi orang-orang Perbakin menganggap pertarungan itu "sebagai
pertarungan sungguh-sungguh. Artinya RRC datang ke mari bukan
untuk mencari persahabatan. Tapi mau menang."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini