Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Bola gila lari ke mana?

PSSI akan menyelenggarakan sidang pengurus paripurna untuk membicarakan eksistensi liga utama. masalah pengunduran diri syarnubi said dan kasus iswadhi (suap dalam sea games di singapura). (or)

6 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SOAL mundurnya Syarnubi Said setelah gagalnya tim nasional di SEA Games Singapura, mirip-mirip bola gila. Semula, sumpah Syarnubi yang mau mundur karena kegagalan itulah yang membuat organisasi tersebut menyelenggarakan Sidang Pengurus Paripurna (SPP) yang berlangsung 6-7 Agustus ini. Tetapi dalam sidang, masalah itu ternyata tidak menjadi bahan pembicaraan pokok. "Pengunduran diri itu tak perlu dibicarakan. Karena pada prinsipnya dia sendiri yang akan mundur dan ia berjanji akan mundur pada Kongres Luar Biasa, November mendatang," ungkap Sutyono J. Alis, sekretaris umum PSSI. SPP ini, sebagaimana dikatakan Sutyono, antara lain membicarakan eksistensi Liga Utama. Satu masalah yang belakangan ini hangat. Terutama setelah PSSI melarang pemain asing, tanpa konsultasi lebih dulu dengan klub-klub Liga. Sehingga mengaburkan hak otonomi yang sudah diperoleh Liga setahun yang lalu. Menurut Sutyono, SPP akan mengadakan beberapa perubahan dalam Anggaran Dasar PSSI. Adanya Liga belum dikenal dalam (AD) PSSI. Dalam SPP sekarang ini eksistensi Liga akan dijamin dengan dicantumkan dalam rancangan AD yang kemudian akan disahkan dalam kongres luar biasa nanti. Liga, katanya, adalah satu badan yang tertinggi dalam pembinaan persepakbolaan. Dia juga menjadi tempat untuk menampung aspirasi pemain berbakat dan mereka yang ingin menjadikan sepak bola sebagai karier. "Jadi Liga merupakan embrio dari perkembangan sepak bola di Indonesia untuk jangka panjang," ucap Sutyono. Orang yang paling gembira dengan rencana pengakuan yang lebih tegas pada Liga itu tak lain adalah Sigit Harjojudanto. Ketua Harian Liga sekarang. Status otonomi Liga yang selama ini belum tegas, menimbulkan kesimpang-siuran wewenang antara PSSI dan Liga. Contohnya larangan terhadap pemain impor yang main di beberapa klub Liga tempo hari. Ketegasan status itu menurut Sigit penting untuk memantapkan Liga dalam menjalankan tugasnya. Seperti membentuk tim nasional untuk menghadapi pertandingan-pertandingan internasional. Dan bisa mengatur kompetisi dengan lancar. Dia mengharapkan gangguan terhadap kompetisi Liga, seperti yang terjadi ketika persiapan tim nasional ke SEA Games Singapura yang lalu, jangan sampai terulang lagi. Maksudnya pembentukan tim nasional yang tidak menjadi tugas Liga Utama jangan sampai mengganggu kompetisi Liga. Memang sejak semula PSSI sudah menggariskan pemain Liga dipersiapkan untuk Piala Dunia. Sedangkan SEA Games direkrut dari pemain perserikatan. Tetapi entah bagaimana keadaan menjadi darurat dan rencana itu ditendang begitu saja. Sigit mengharapkan SPP memperjelas program-program PSSI. "Jangan sampai terjadi perbenturan waktu misalnya, dalam persiapan Pra-Olimpiade dan SEA Games seperti sekarang ini," katanya. Program yang sudah ditetapkan harus dijalankan. Dan pembinaan pemain dijalankan secara berkesinambungan. Ia yang ditunjuk PSSI sebagai Ketua Pelaksana Pembentukan Tim Pra-Olimpiade kelihatan tidak begitu bergairah untuk membicarakan kemampuan tim yang sedang digodok dari 3 buah tim bayangan, merah, hijau, dan putih. Akhir pekan kemarin Sigit terbang ke Surabaya melihat persiapan tim Pra-Olimpiade Merah di sana. "Perlu program jangka panjang untuk mencapai prestasi yang tinggi. Karena pembentukan satu kesebelasan menyangkut banyak sifat manusia yang perlu disatukan supaya dapat bekerja sama," komentarnya. Sebagaimana diketahui tim Pra-Olimpiade ini hanya punya waktu dua setengah bulan mempersiapkan diri. Berbagai kalangan mengharapkan SPP secara jujur mengevaluasi rencana-rencana kilat seperti mempersiapkan tim untuk Pra Olimpiade itu. Malahan ada yang mengharapkan dalam SPP ini sudah dapat ditentukan apakah Syarnubi Said masih perlu dipertahankan sebagai ketua umum. Yang terang SPP ini, yang dihadiri semua anggota PSSI, akan menjadi arena lobi antara mereka yang pro dan kontra pengunduran diri Syarnubi. Ada kabar yang menyebutkan Syarnubi sendiri masih ingin tampil kalau panggung masih terbuka. Kalau memang masih banyak anggota yang masih senang dibawah pimpinannya. Mengenai masalah suap-menyuap yang santer dihubungkan dengan kegagalan tim nasional di SEA Games Singapura, tipis harapan bakal mendapat kejelasan melalui berita yang keluar dari SPP ini. Ada yang menyebutkan semangat melempem tim nasional yang dibabat 5-0 oleh Muangthai di Singapura tempo hari, karena "suntikan" berupa uang saku tak kunjung tiba. Kabarnya memang ada usaha untuk mengumpulkan uang ratusan juta rupiah yang akan dibuat sebagai penangkal suap dari tangan jahil. Tetapi pelatih Iswadi Idris tidak percaya adanya usaha penangkal suap itu ada. Ia malah menuduh usaha tersebut semacam suaD tersamar. "Kalau ada permainan begitu, di luar pengetahuan saya. Tentu tim antipenyuapan PSSI tak bakal tinggal diam. Mereka ditunjuk sebagai anggota tim bukan untuk ongkang kaki," kata Iswadi. Semula, orang sudah berharap kalau memang ada kecurangan di Singapura, sudah akan terbongkar dengan tuduhan yang dilontarkan anak buah Iswadi, di Perkesa 78. Siswanto, yang menuduh sang pelatih nasional berbuat curang hingga tim nasional gagal. Tetapi tuduhan itu kemudian hilang begitu saja, setelah PSSI cepat campur tangan dengan memanggil Siswanto. Pemain yang diskors 1 tahun oleh Perkesa 78 karena indisipliner itu, mencabut tuduhannya semula yang dia lancarkan lewat pers. Dan hanya mengaku memberikan keterangan kepada wartawan tentang pertentangan pribadinya dengan Iswadi. "Dengan penjelasan Siswanto ini tak ada lagi persoalan," kata juru bicara PSSI, Uteh Riza Yahya. Namun apakah kasus Iswadi akan jadi pembicaraan di SPP, masih harus dilihat dalam sidang yang akan berlangsung akhir pekan ini. Yang pasti, PSSI memang punya beban yang menumpuk. Mungkin perlu ditemukan segera calon ketua yang "tahan bantingan". Tidak seperti selama ini, cuma tahan rata-rata separuh jalan dari 5 tahun masa kepengurusan yang berlaku seperti Bardosono, Ali Sadikin, dan kalau tidak batal turun juga Sjarnubi Said yang baru naik tahun 1981.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus