PETENIS asal Yogya Yayuk Basuki, ternyata masih punya gigi. Minggu lalu ia tampil cemerlang di Kejuaraan Tenis Putri Malaysia Terbuka 1992 dengan mengalahkan petenis asal Cekoslovakia, Andrea Strnadova dengan skor telak 63, 60. Keberhasilan pada turnamen berhadiah total sekitar Rp 200 juta ini merupakan revanche atas kekalahannya di Volvo Terbuka Muangthai, pekan sebelumnya. "Sekarang saya semakin merasa mantap sebagai pemain pro," kata Yayuk, 22 tahun. Forehandnya yang keras dan servisnya yang menusuk tajam, masih ampuh menghajar lawan. Maka, benar yang dibilang petenis legendaris Martina Navratilofa selesai mengalahkan Yayuk di turnamen Dow Classic, Bermingham, Inggris, tahun lalu: "Hatihati dengan anak ini. Ia akan berbahaya di masa depan." Majalah resmi WTA (Asosiasi tenis wanita dunia) juga menyebut-nyebut Yayuk sebagai petenis generasi mendatang. Selain Yayuk, ada 10 pemain lainnya, antara lain, Julie Halard dari Perancis dan Naoko Sawamatsu dari Jepang yang pernah dikalahkan Yayuk. Namun, di balik sanjungan itu, karir Yayuk sejak awal tahun ini bisa dikatakan jeblok. Peringkatnya melorot dari 35 ke urutan 56, dua pekan lalu. Itu karena kalah di Muangthai Terbuka. Padahal, tahun lalu, di situlah ia menyabet juara. Tahun 1991 memang milik Yayuk. Ia menjegal pemain nomor wahid Inggris, Joe Durie, lalu mengalahkan Halard yang berperingkat 29. Hanya delapan bulan sejak terjun ke prof, Oktober 1990, peringkatnya naik ke39. Sayangnya, sejak awal 1992, langkah anak pensiunan polisi ini seperti terhenti. Tiga turnamen di Amerika yang diikutinya mengecewakan. Di turnamen Evert Cup, Februari lalu, misalnya, ia dihadang di babak kedua oleh Alexia Dechaume dari Prancis. Seminggu kemudian ia dipecundangi lagi oleh Naoko Sawamatsu di babak pertama turnamen Virginia Slim of Florida. Kekalahannya tambah lengkap setelah ia dikeokkan petenis tuan rumah, Ginger Helgeson 57, 46 dalam turnamen Lipton International Player Championship, Amerika, yang berhadiah total sekitar Rp 5,6 milyar itu. Maka, PB Pelti pun prihatin. Begitu juga Mien Gondowijoyo, pelatih tenis yang 'menemukan' Yayuk di Yogya. "Untuk membangkitkan semangat bertarungnya, sebaiknya Yayuk jangan terlalu sering pulang ke Indonesia," katanya. Pengamat tenis Benny Mailili melihat kesalahan lain. Yaitu, Yayuk terlalu memaksakan diri mengikuti turnamen berhadiah jutaan dolar. "Ikutilah turnamen kelas 100-150 ribu dolar, dengan saingan sepadan. Bila menjadi finalis pun pointnya setara dengan masuk perempat final di turnamen grand slam," kata Benny. Sementara itu, pelatih Yayuk, Jiri Watters, melihat ada sesuatu yang mengagetkan pada Yayuk dalam mengikuti jadwal bertanding yang ketat. "Ia cukup kaget dalam permainan irama tinggi begitu," katanya. Padahal, sebagai pemain peringkat di bawah 50 dunia, ia sudah seharusnya menyadari tuntutan ini. Yayuk sendiri menganggap kekalahannya wajar. Tapi, ia menyadari bahwa sejak kalah dari pemain Jepang, Misumi Miyauchi, awal Februari lalu, "Sedikit banyak, membuat rasa percaya diri saya berkurang. Saya rasa itu wajar. Sekarang saya sedang berusaha mengembalikan kepercayaan diri itu." Dan dari segi teknis, Watters pun akan mematangkan groundstroke, speed, serta footworknya. Tapi, lagi-lagi tersandung. Dalam turnamen Suntory Japan Open di Tokyo, awal April lalu, Yayuk yang diunggulan keenam keok di tangan petenis Taipei yang tak diunggulkan, Wang Shi Ting. Juara amatir Asia 1988, 1989, dan 1991 ini menyingkirkan Yayuk di babak pertama dengan dua set langsung 6-4, 6-3. Gagal di Tokyo, Yayuk ikut Volvo Terbuka di Pattaya, Muangthai. Ternyata perjuangannya belum membuahkan. Semula, ia yang kena flu nampak 'lapar' mengumpulkan point dengan melahap petenis Perancis, Pascale Paradis Mangon 6-1, 6-0. Tapi, di semifinal langkahnya terhenti di tangan Andrea Strnadova dengan skor 6-4, 2-6, 2-6. Tekad jadi juara baru terpenuhi di Malaysia Terbuka 92. Secara telak Yayuk mempecundangi unggulan ketiga Strnadova 6-3, 6-0 dalam waktu 84 menit. "Dia memang sedang peak. Timingnya bagus, bermain agresif dan sepenuh hati. Yayuk tahu bagaimana harus bermain. Dia menggunakan akalnya, dan bukan asal pukul saja," kata pelatih Watters. Bahwa pekan sebelumnya ia kalah, Yayuk mengaku, "Kurang begitu siap. Tak ada sebab lain." Namun, ia keberatan dibilang tak konsisten. "Yang bisa dikatakan konsisten itu hanya 10 top dunia. Lagi pula, kalah menang itu kan wajar. Tapi, pers kita maunya saya ini menang terus. Seharusnya, pers itu mendukung bukan malah bikin down," kata Yayuk sambil memuji pers Jepang yang tak pernah membesar-besarkan kekalahan petenisnya. Atas kemenangan ini peringkat Yayuk mungkin naik lagi, berkisar pada 45 dunia. Selain itu, ia kini mengaku semakin mantap di pro, dan masa depannya bakal cerah di tenis. "Tapi jangan tanya berapa kekayaan yang saya kumpulkan dari tenis selama ini. Itu confidential," kata Yayuk yang telah mengikuti 9 turnamen dari 18 buah turnamen yang diprogram tahun ini. Watters juga tak menganggap kekalahan Yayuk selama ini karena prestasinya merosot. Ia lebih menyebutkan sebagai lawan yang memang berat. Selain itu, katanya, tak mungkin seorang petenis akan menang terus menerus. Monica Sales, Sabatini, Graf pun tak selamanya menang. Tapi, Watters mengakui footwork Yayuk masih lemah. Walau, secara keseluruhan, "Yayuk kini sudah menjadi pemain kaliber dunia," katanya bangga. Widi Yarmanto dan Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini