BERLINDUNG di balik kedua lengannya yang kukuh, dan dibantu gerakan kaki yang ringan, dengan mudah Francisco Lisboa, 20, menjinakkan sergapan-sergapan lawan. Sekitar 2.000 penonton yang berteriak-teriak menjagokannya di Istora Senayan, Minggu malam lalu, tampak puas menyaksikan Lisboa memukuli lawannya yang sudah tak berdaya. Pada akhir ronde kedua, sang lawan, Hendrik Salmon, peringkat kedua kelas menengah ringan susunan KTI itu, tergeletak KO, dan terpaksa digotong ke luar ring. Inilah debut pertama Cicco, panggilan akrab petinju asal Tim-Tim itu, di ring bayaran. Temannya yang merintis jalan yang sama, Alexander Wassa, 22, juga menganvaskan lawannya, Hengky Gun, peringkat kedua kelas bulu, di ronde ketiga. Prestasi kedua petinju itu di gelanggang amatir selama ini memang sudah semarak, dan mencapai puncaknya ketika mereka masing-masing berturut-turut menjadi pemegang medali emas Piala Presiden 1983 dan 1984. Malah Cicco pernah terpilih sebagai petinju favorit dan Wassa petinju terbaik di dalam turnamen keras itu. "Penampilan mereka seperti yang sudah saya duga. Tak salah saya membayar mahal," kata promotor tinju Boy Bolang sehabis pertandingan. Untuk penampilan perdananya ini, Cicco dan Wassa masing-masing mendapat bayaran Rp 10 juta, suatu jumlah tertinggi yang selama ini pernah diberikan untuk petinju bayaran. Sementara itu, lawannya cuma dibayar Rp 1 juta. Hal itu, menurut Boy, wajar bagi Cicco dan Wassa untuk menghargai medali emas Piala Presiden yang mereka pegang. Dengan demikian, para petinju amatirakan berupaya keras merebut prestasi di turnamen itu, "Karena dia akan dibayar mahal, kalau pindah ke prof," ujar Boy. Cuma, perlu diketahui, jumlah bayaran itu tak seluruhnya diterima kedua petinju. "Paling mereka menerima 40% dari jumlah itu," kata Dali Sofari, manajer Cicco dan Wassa. Selebihnya akan diambil Dali untuk mengongkosi keperluan petinju itu selama ini, yaitu ongkos makan dan minum, uang saku, tukang pijat, asuransi, dokter, dan pengobaan lainnya. Juga untuk membayar lawan berlatih mereka, antara lain Romeo Kensmil, petinju Belanda pemegang medali emas di turnamen Piala Presiden tahun ini. Romeo disewa Rp 2 juta selama satu bulan setengah oleh sasana Candradimuka, Denpasar, tempat Cicco dan Wassa bergabung. Walau begitu, segudang pengalaman keduanya di gelanggang amatir, masih belum cukup, rupanya. Sebab, menurut Pelatih Daniel Bahari, pertandingan amatir yang cuma tiga ronde itu lebih mengutamakan kecepatan. Padahal, jumlah ronde yang-panjang di ring pro sebanyak 12 -15 babak membutuhkan daya tahan, dan karenanya harus mahir membuang pukulan seefisien dan seefektif mungkin. Selain itu, penampilan petinju pun harus enak ditonton. Untuk itu, sejakJanuari lalu, Daniel sudah menggenjot kedua anak asuhannya dengan porsi latihan tiga kah lebih besar dibandingkan dengan semasa di amatir dulu. "Itu masih belum cukup bila mereka harus berbicara di gelanggang OPBF dan dunia," kata pelatih yang sudah menangani Cicco dan Wassa sejak keduanya mulai mengenal sarung tinju di sasana NBC, Denpasar. Guna menapak karier, 2 Mei mendatang Alexander Wassa akan dihadapkan dengan Rudy Haryanto untuk mengisi juara kelas bulu yang kini lowong, sedangkan Cicco akan berhadapan dengan Albert Bapaimo untuk gelar juara kelas menengah ringan. Partai-partai ini akan melengkapi pertandingan perebutan gelar kelas bantam IBF antara penantang Ellias Pical dan sang juara dari Korea Selatan, Ju-do Chun, yang tertunda itu. Cuma barangkali, menilik jumlah penonton yang sedikit malam itu, kantung panitia sudah kebobolan. Tapi Dali Sofari, ketua panitia, menolak mengungkapkan perhitungan untung-rugi keramaian itu. Alasannya, pertandingan itu cuma untuk sarana promosi menghadapi partai puncak 2 Mei nanti. Ketika penampilan Cicco dan Wassa malam itu mendapat sambutan hangat penonton, "Dari segi promosi kami sudah berhasil," kata Dali. Biaya melaksanakan pertandingan malam itu dan partai puncak nanti, dihitung Dali, seluruhnya Rp 330 juta. Jumlah itu sudah termasuk yang Rp 20 juta untuk Cicco dan Wassa, Rp 5 juta untuk petinju lainnya yang muncul malam itu, Rp 36 juta untuk Ellias Pical, dan Rp 50 juta untuk Ju Do Chun, juara IBF yang akan dijajal Pical. "Sponsor kami 'kan banyak," kata Dali yakin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini