Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Pokok Tanpa Tokoh

Pertandingan bulu tangkis Asia di Semarang jadi prelude untuk mengetahui siapa yang bakal jadi juara Piala Thomas. Indonesia, Cina dan Malaysia tak menurunkan Icuk, Zhao Zianhua dan Misbun.

26 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NYARIS sebuah cerita perang yang tanpa jagoan -- itulah pertandingan bulu tangkis antarnegara Asia yang berlangsung di Semarang pekan ini. Orang ramai bersiap, tapi kartu-kartu as seperti digenggam. Indonesia menyimpan Icuk Sugiarto. Cina tak menurunkan juara Asia 1986, Zhao Jianhua. Jago Malaysia Misbuk Sidek juga "diperam". Tapi pada saat yang sama, setiap dari 15 negara peserta tahu: kejuaraan ini sebuah prelude, ajang saling menjajal kekuatan sebelum final Piala Thomas, Mei 1988, nanti di Kuala Lumpur, Malaysia. Itu saja sebuah acara menarik. Apalagi tak seluruhnya tanpa tokoh. Masih akan tampil Yang Yang, juara dunia 1987, dan pasangan terkuat dunia 1987, Tian Bingyi/Li Yongbo. Dengan melihat itu, tahulah sudah mana yang bakal jadi juara. Cina, pemegang Piala Thomas, tak akan tergeser tampaknya. Apalagi mereka tampak serius, bahkan sebelum bertanding. Ketika Korea Selatan memasang singelar utama mereka, Park Yo Bong di singel ketika itu, ofisial Cina langsung protes. Tampaknya mereka menghendaki kalau Cina nanti ketemu Korea -- Park dipasang sebagai singelar utama, buat bertemu dengan Yang Yang. Cina perlu menghitung begitu, sebab Korea Selatan belakangan maju pesat. "Kami bertekad masuk semifinal," tutur salah seorang ofisial Korea Selatan. Itu sebenarnya tak sulit bagi mereka. Sebab, setelah melabrak Nepal dan Jepang dengan 5-0, tiket semifinal pasti di tangannya. Apalagi, lawan terakhir Korea Selatan di Grup B adalah grup lemah Sri Lanka. Jalan ke semifinal nanti memang kelihatannya bakal tanpa surprise hebat, dilihat dari komposisi yang akan bertanding. Dari grup A, mana mungkin Singapura dan Hong Kong melawan Cina? Dalam Grup C, soalnya amat bisa berbeda, tapi toh tetap: Malaysia lebih kuat ketimbang Pakistan dan India. Juga Burma. Di Grup D, sang lakon adalah Indonesia, yang sudah menang dua kali, ketika harus melawan Cina Taipei dan Filipina, dengan 5-0. Yang jadi soal adalah setelah itu. Dengan absennya Icuk Sugiarto -- yang baru saja jadi juara nasional 1987 di Lampung -- memang agak susah bagi Indonesia menandingi kekuatan Cina. Bahkan, kata pelatih Tahir Djide, Malaysia dan Korea Selatan pun tak bisa dipandang sebelah mata oleh Indonesia yang tanpa Icuk. Tapi ada apa dengan Icuk? Syamsul Alam, Ketua Litbang PBSI, mcnyebut bahwa tidak turunnya Icuk merupakan strategi khusus menjelang Sirkuit Grand Prix di Hong Kong pada Januari 1988 dan Piala Thomas nanti. Sekaligus, "memberi kesempatan pada pemain muda," tuturnya. Alasan seperti itu sering terdengar, tapi alasan yang sebenarnya entahlah. Tahir Djide sendiri punya alasannya, dengan suara yang lebih berterus terang. Ia menyebut buruknya kondisi Icuk sebagai alasan utama. Hingga Oktober lalu, VO2 maksimum Icuk cuma 49,1 padahal paling tidak harus mencapai 60. Ketika jadi juara dunia 1983 dulu, ia bisa mencapai VO2 maksimum 70. Diakuinya, akhir-akhir ini kondisi Icuk membaik -- tapi terlambat untuk bisa terjun di Semarang. Toh bukan cuma Icuk yang bisa memberi keasyikan buat pertandingan nanti. Saksikan nanti duel Eddy Kurniawan melawan Yang Yang -- tentu saja, kalau nanti Indonesia bisa ketemu Cina di final. Eddy sepanjang tahun 1987 ini sudah dua kali membabat Yang Yang. Siapa tahu ia akan dihabisi pekan ini atau kembali menghabisi. Eddy dan lain-lain boleh kalah atau menang, tapi bukan itu yang bisa dianggap sebagai hasil di Semarang. Hasil utamanya: di sini akan berlangsung sebuah kontes yang akan bisa jadi pegangan buat meraba-raba banyak hal tentang Piala Thomas nanti, yang akan diikuti bukan cuma orang Asia masih ada Denmark, Inggris, dan Swedia Pertemuan di Semarang dengan begitu adalah semacam tempat mengintip, dengan biaya Rp 300 juta. Bandelan Amarudin, Nanik Ismaini, Heddy Lugito (Semarang), Toriq Hadad (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus