Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Senam dengan Napas Panjang

Kejuaraan Fitaerobics Indonesia I di Hotel Horizon dimenangkan oleh Victorine Cherryline Soedarjono, 22. Fitaerobics di Indonesia diperkenalkan oleh Farida Bilal. Memerlukan fisik prima.

26 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANG Krakatau Hotel Horizon, Ancol, Jakarta, Minggu siang pekan lalu, penuh sesak oleh wanita berbagai usia. Jumlah mereka 216 orang. Semuanya mengenakan pakaian senam dengan aneka warna dan potongan. Bahkan ada peserta yang mengenakan baju senam berpunggung rendah, sehingga garis-garis merah bekas kerikan terlihat jelas di bagian belakang tubuhnya. Dan, semuanya siap untuk berjingkrak-jingkrak. Ini bukan senam biasa yang sering kita lihat di hotel-hotel mewah. Sepatu yang dipakai juga bukan scpatu balet, tapi sepatu yang biasa digunakan untuk jogging. Gerakannya juga beda. Olah raga yang disebut fitaerobics ini cuma meloncat-loncat di tempat, lalu sit-up, lalu push-up. Olah raga fitaerobics ini dikembangkan oleh dr. Kenneth Cooper, bekas astronout Amerika Serikat. Olah raga ini, setelah melalui berbagai penelitian dan pengembangan, baru tahun lalu dimasalkan di Amerika. Lalu Bob Anderson, pengikut Cooper, mendirikan Fitaerobics International Association (FIA). Dan fitaerobics pun menyebar ke seantero dunia. Di kawasan Asia, fitaerobics mula-mula dikenal di Jepang, lalu di Singapura. Di Indonesia, senam ini diperkenalkan oleh Farida Bilal, 48 tahun, Kepala Balai Pendidikan Senam Indonesia Jeges, setelah membaca perihal "senam baru" ini dalam Singapore Sport Magazine. "Saya pikir tak ada jeleknya diterapkan di Indonesia," kata Farida. Lalu Farida mempelajari gerakan-gerakan fitaerobics lewat majalah itu. Ketika Perwosi (Persatuan Wanita Olahraga Seluruh Indonesia) menyelenggarakan acara senam, Juli lalu, fitaerobics dimasukkan sebagai salah satu cabang yang diperlombakan. Waktu itu ada lima regu yang ikut lomba, dan piala juara diboyong regu dari Jawa Barat. Dan acara yang diikuti ratusan wanita di Hotel Horizon, Minggu siang pekan lalu, adalah Kejuaraan Fitaerobics Indonesia I. Kejuaraan ini diselenggarakan Perwosi dengan bantuan tenaga juri dari FIA. Mereka adalah Suzanne Dion (ketua juri), Lori Craddock, dan Karen Hoggard, sebagai anggota. Menurut Farida, FIA memang aktif memantau kegiatan olah raga ini di mana saja, termasuk acara yang dilakukan Perwosi, Juli lalu. "Agustus lalu, saya dihubungi orang FIA dari Jepang. Mereka merencanakan kejuaraan tingkat Asia pada 10 Januari tahun depan. Syaratnya, peserta harus pemenang kejuaraan nasional," kata Farida, Ketua Biro Pendidikan Perwosi. Mengenai pescrta kejurnas fitaerobics pertama ini, kata Farida, yang juga ketua panitia, sebenarnya cukup melimpah. Mereka yang mendaftar lebih dari 400 orang. Setelah diteliti tak semuanya bisa ditampung. Tapi, mereka yang tidak diterima mengikuti kejuaraan, diikutsertakan dalam work shop sehari yang diadakan di Wisma Karsa Pemuda, Senayan, 4 Desember lalu. Semula kejurnas ini akan diselenggarakan di gedung basket, Senayan. "Kemudian kami diberitahu FIA, kejuaraan fitaerobics tak mungkin dilakukan di tempat panas, peserta bisa pingsan. Akhirnya, kami pindahkan ke Hotel Horizon. Jadi, kami tekor, karena biaya makan peserta saja lebih dari itu. Tapi, tak apa-apa," kata Farida, yang menarik bayaran Rp 10 ribu dari tiap peserta. Kejurnas fitaerobics ini dilakukan dalam tiga ronde. Pada ronde pertama, peserta harus mengikuti gerakan Ketua Tim Juri Suzanne Dion. Gerakan yang dilakukan adalah meloncat ke kiri dan ke kanan mengikuti irama musik dengan variasi terletak perubahan kaki, tangan, atau arah gerakan. Setelah itu, gerakan dilanjutkan dengan sit-up dan push-up -- ini pun dengan berbagai variasi. Ronde pertama ini memakan waktu 60 menit. Semua berkeringat, tapi semuanya (sebisa-bisanya) tersenyum. Jangat kaget, senyum itu Juga termasuk dalam penilaian. Dari ronde pertama terpilih 30 semifinalis yang berhak maju ke ronde berikutnya. Di ronde kedua ini peserta mengikuti semua gerakan yang diberikan Karen Hoggart. Hasilnya, terpilih 15 finalis. Mereka inilah yang berhak mengikuti ronde ketiga. Pada ronde terakhir ini, ada empat gerakan wajib yang harus dilakukan peserta. Pertama, jumping jack -- gerakan meloncat ke atas dengan punggung tetap lurus, dan pada waktu mendarat lutut agak tertekuk. Kedua, high kick -- mengangkat kaki ke atas. Di sini yang dinilai bukan tingginya kaki, tapi kontrol badan selama gerakan berlangsung. Dua gerakan berikutnya, sit-up dan push-up dengan siku tangan membentuk sudut 90 derajat. Semua gerakan wajib ini diulang sebanyak empat kali, dan finalis harus mendemonstrasikan gerakan ini dalam waktu dua menit. Selain itu, mereka juga dituntut memperagakan kreativitas menyambung keempat gerakan itu. Yang dinilai di sini: selain kreativitas adalah kelenturan, kekuatan, energi, dan senyum. Maka, fitaerobics menuntut kondisi fisik yang prima dari peserta. "Waktu loncat-loncat saja, rasanya sudah nggak kuat. Mana mungkin bisa menang," kata Helena Dumas, 64 tahun, pemilik sanggar senam Helaria. Tak heran, juara nasional fitaerobics adalah pesenam muda. Dialah: Victorine Cherryline Soedarjono Burki, 22 tahun, yang sudah delapan kali mendapat sertifikat dari Royal Academy of Dancing, Inggris. Untuk menghadapi kejurnas ini, Vicky, yang sudah bersenam sejak di kelas enam SD, tiap hari berlatih di fitness centre selama satu setengah bulan. Gadis yang berdomisili di Bandung dan menguasai berbagai tari daerah ini menerima Piala Menpora, Piala Perwosi-FIA. Pemenang berikutnya, Lili Gunardi (Jakarta) dan Herijantini (Surabaya). Ketiga gadis inilah yang nanti akan mewakili Indonesia dalam Kejuaraan Fitaerobics Asia di Singapura. "Juara Anda ini berbakat sekali. Keseimbangan tubuhnya baik. Semua gerakan wajib serta pendukung dilakukannya dengan mulus. Semuanya terkontrol," komentar Suzanne, yang juga pelatih di The Royal Conets Atletics Club di San Jose Califoornia. Entah, kalau pujian ini dalam rangka kampanye fitaerobics. Diah Purnomowati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus