REKOR dunia rasanya hampir tak pernah dipecahkan oleh satu pun cabang olah raga di sini. Tapi Persatuan Angkat Besi, Angkat Berat, dan Binaraga Seluruh Indonesia (PABBSI) mampu melakukannya. Bahkan tidak tanggung-tanggung dan barangkali baru pertama kali tercatat dalam sejarah olah raga Indonesia -- cabang ini pada kejuaraan nasionalnya yang berakhir Sabtu pekan lalu berhasil memecahkan tak kurang dari lima rekor dunia. Kesemua rekor dunia yunior angkat berat itu dua diciptakan oleh Nanda Talambanua, dari Nias, mewakili Sum-Bar, dua oleh rekan sedaerahnya, Thio Hok Seng, dan sebuah oleh T. Triharyanto dari Lampung. Sekitar 400 atlet dari 18 daerah ikut dalam kejuaraan yang berlangsung di Wisma Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, itu. "Penunjukan atlet diprioritaskan kepada mereka yang mempunyai potensi, baik teknik maupun mental, di samping umurnya masih muda," tutur Bob Hasan, Ketua Umum PB PABBSI. Maklum, kejuaraan yang juga merupakan ajang seleksi untuk menghadapi Olimpiade Seoul, 1988, juga sekaligus merupakan persiapan untuk Olimpiade Barcelona, 1992. Harapan Indonesia untuk memperoleh emas dari Seoul nanti -- karena pemecahan rekor-rekor dunia itu -- tidak dengan sendirinya cerah. Karena angkat berat belum termasuk cabang yang dipertandingan dalam Olimpiade. Sementara itu, angkat besi cabang yang masuk daftar -- dalam kejuaraan nasional itu cuma pecah rekor nasional dua biji. Semuanya untuk angkatan clean & jerk, masing-masing oleh Hadi Wihardja (DKI Jakarta) di kelas 60 kg, dan Lukman (Lampung) di kelas 67,5 kg. Sekalipun begitu, PB PABBSI sejak awal November lalu telah mempersiapkan sembilan atlet angkat besi yang sudah melewati batas kualifikasi yang ditentukan oleh IWF (Internatonal Weight-lifting Federation). Selama di pelatnas mereka ditangani oleh pelatih bertangan dingin asal Polandia, Waldemar Baszanowski. Kesembilan atlet yang dipersiapkan itu tidak otomatis akan dikirim ke Seoul. Menurut Ir. Budiono Kartohadiprodjo, Ketua Harian PB PABBSI, masih akan dilihat prestasi mereka selama dalam pelatnas dan beberapa pertandingan di dalam negeri maupun internasional. Apalagi KONI hanya memberi jatah dua atlet dari angkat besi. "Jadi, PB harus benar-benar selektif, hanya mereka yang mempunyai kemauan keras untuk berprestasi yang akan dikirimkan," tutur Budiono, tegas. Dilihat dari hasil kejurnas ini, tampaknya yang berpeluang untuk tampil di Seoul adalah kakak beradik Hadi dan Dirdja Wihardja. "Saya tidak ingin mengulangi pengalaman pahit saya di Olimpiade Los Angeles, 1984 lalu," tutur Hadi Wihardja, 25 tahun, sewaktu ditemui dalam acara penutupan. Waktu itu saya terlalu hati-hati di angkatan snatch, dan penuh emosi di clean & jerk. "Akibatnya, saya gagal dan hanya menempati urutan ke-18," kata lifter terbaik dalam kejurnas kali ini. Diharapkan, dalam olimpiade nanti Hadi bisa masuk dalam 10 besar. Hal itu dilihat dari hasil Kejuaraan Asia di Kota Ageo, Jepang, Mei lalu. Hadi mampu meraih perak di angkatan clean & jerk dan perunggu di angkatan total. "Asalkan selama latihan ini saya bisa memecahkan rekornas di atas 2,5 kg, kalau itu tercapai, peluang masuk 10 besar terbuka lebar," ujar mahasiswa ISTN tingkat IV Jurusan Teknik Sipil ini. Apalagi motivasi untuk lebih berprestasi cukup ditunjang oleh pengurus di bawah pimpinan Pak Bob, tambahnya. Misalnya, adanya bonus bagi mereka yang mampu memecahkan rekornas. Jumlahnya tidak besar, tapi perhatian yang dlbenkan pengurus membawa dampak tersendiri dalam memacu atlet untuk lebih giat -- berlatih. Bob Hasan sendiri, melihat peluang di Seoul, memang tidak pesimistis. Namun kehadiran lifter-lifter dari negara Blok Timur, seperti Bulgaria, Soviet, harus diperhitungkan masak-masak. "Kita maju, tapi negara lain lebih maju," ucap Bob, sembari tertawa. Rudy Novrianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini