Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Menjaga Jakarta Dengan Hutan Kota

Seminar hutan kota membahas tentang ancaman polusi yang semakin meningkat di Jakarta. Pemecahannya membuat hutan kota. Manfaatnya dapat mengurangi pencemaran dan kebisingan juga untuk kelestarian tata air.

26 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDUDUK Jakarta, sekali lagi, terancam bahaya. Bukan semata-mata karena jumlah penduduk yang meningkat, juga polusi udara dan -- ini yang tampaknya sepele -- kebisingan. Keadaan ini terungkap dalam seminar hutan kota, pekan lalu. Jumlah debu, misalnya. Dari pemantauan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman dan Lingkungan (P4L) setiap delapan hari sekali (data tahun 1985-1986), rata-rata debu di daerah Glodok dan Bandengan masing-masing 497 dan 486 mikron gram per meter kubik udara. "Ini melampaui standar," kata Kepala P4L Jakarta, Max N. Sumaraw. Batas maksimum debu di Jakarta hanya 260 mikron gram per meter kubik. Dengan batas itu, yang tercatat masih aman adalah sekitar tugu Monas (145 mikron gram). Bagi Jakarta -- dengan penduduk sekitar 7,5 juta dalam wilayah hanya seluas 650 km2 -- pencemaran lingkungan memang merupakan beban yang semakin berat. Ancaman bahaya, terutama pada kesehatan penduduk, terdapat di mana-mana. Di jalan raya, angka kematian yang semakin meningkat bukan saja datang dari kecelakaan lalu lintas. Juga dari udara yang dihirup. Penelitian lebih dari sepuluh tahun yang lalu saja menunjukkan kandungan CO (karbon monoksida) akibat semburan knalpot kendaraan -- waktu itu tercatat ada setengah juta kendaraan di Jakarta -- di daerah kota tercatat 100 ppm per hari. Bandingkan dengan Jepang, misalnya -- setiap negara menentukan batas ambang masing-masing -- yang menentukan batas ambang waktu itu 20 ppm per 20 jam. Dengan jumlah kendaraan yang kini menjadi tiga kali lipat, bisa dibayangkan berapa besar racun itu mengotori udara Jakarta. Dengan perkiraan penduduk Jakarta akan menjadi 12 juta pada tahun 2005 nanti, cara menghadapi ancaman polusi yang cenderung naik itu, menurut Sambas Wirakusumah, adalah dengan membikin hutan kota. "Kuala Lumpur, yang jumlah kendaraannya hanya 120 ribu, sudah ribut mengadakan pencegahan menyebarnya kadar gas yang tinggi," kata guru besar FMIPA-UI itu. Kendaraan tercatat menyumbang 90% polusi udara Jakarta. Manfaat hutan kota pun diuraikan oleh para peserta seminar. Oleh Sambas, misalnya. "Hutan kota punya kemampuan luar biasa dalam mengurangi karbon oksida," ujarnya. Untuk mengurangi gas-gas beracun, kemudian juga untuk menghasilkan oksigen. Pepohonan memang punya keajaiban lewat proses fotosintesanya. Hutan pun bisa menurunkan suhu kota. Mengurangi silau cahaya dan menahan laju angin adalah tugas hutan kota pula. Dan bila orang benci kebisingan, yakinlah bahwa hutan kota bisa mengatasi. Lantas, Sambas pun mengutip penelitian seorang ahli. "Dengan hutan," kata Sambas, "keberisikan kota bisa diredam 25-80 persen." Sambas lalu merinci tingkat gangguan karena kebisingan itu. Kebisingan 30-60 desibel sudah bisa menyebabkan tekanan mental. Lebih dari itu, tentu saja tingkat gangguan semakin parah. Sambas tak menyebut sudah sampai pada tingkat mana kebisingan Jakarta. Mohamad Soerjani, dari Pusat Penelitian Sumber daya Manusia dan Lingkungan UI, menambahkan. Hutan selam menjadi penyegar iklim kota juga perlu arsitektur dan pengaturan tata ruang, sehingga turut memperindah kota. Bahkan penting untuk rekreasi dan pendidikan. Pengaruhnya langsung bagi manusia, itu tempat "sumber inspirasi". Namun, bagaimana bentuk hutan kota belum ada kesepakatan. Ketentuan umum hanya menyebut: hutan kota adalah daerah seluas lebih dari seperempat hektar, yang ditumbuhi pepohonan rapat. Mencari lokasi serupa itu di Jakarta sekarang tampaknya tak mudah. Kepala Dinas Pertamanan DKI, Budiman, tak sependapat bila Condet -- yang masih banyak pepohonan disebut hutan kota. Hutan kota di Jakarta, menurutnya, baru akan ada di Angke Kapuk seluas 100 hektar. Di lahan yang sebenarnya tak ideal untuk daerah resapan air. Berapa idealnya luas hutan dibanding luas kota seluruhnya belum diteliti. Ada yang meryebut angka 10 persen. Sedang menurut Budiman, ketentuan yang berlaku di DKI Jakarta hanya menyatakan luas ruang terbuka hijau (RTH). Yakni 30 persen dari luas daerah, yang berarti 23,75 ribu hektar. Dari angka ini, 6 ribu hektar yang tergarap. Sedang hutan Angke hingga kini masih dipersoalkan, siapa yang harus membangunnya. Hanya Sambas mengingatkan, bila soal ini tak segera teratasi, Jakarta bisa mengulang nasib Kota Babilon, yang pernah jaya selama 17 abad. Lalu kota itu hancur lantaran masyarakatnya tak menjaga keseimbangan lingkungannya. Terutama soal air. Peran hutan kota untuk kelestarian tata air Jakarta diuraikan oleh Soeroso Issoewandhono dari Dinas Pekerjaan Umum DKI. Selama ini kebutuhan air minum Jakarta diambil dari air permukaan kiriman Waduk Jatiluhur. Namun, itu masih jauh dari mencukupi. Akibatnya, orang-orang menyedot air tanah. Itu pun masih kurang, sampai terjadi intrusi air laut. Adapun air tanah banyak mengandalkan air resapan dari daerah Bogor. Ternyata, pohon-pohon di gunung itu pun banyak dibabat. Sehingga, air yang meresap sedikit. Soeroso lalu mengusulkan, mengapa tidak dibikin daerah resapan di Jakarta. Potensi untuk itu, menurut Soeroso, cukup besar. Sebagai bukti, ditunjuknya daerah miring dan berbukit-bukit di Jakarta Selatan. Sedang curah hujan di kota ini pun cukup tinggi. Yakni 1.500 sampai 3.000 milimeter setiap tahun. Maka, daerah-daerah itu menjadi daerah resapan air yang luar biasa bila dijadikan hutan kota.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus