Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ramai-Ramai Cari Bibit

Setelah PBSI mengalami kerontokan, muncul klub-klub baru di luar PBSI untuk mencari bibit unggul, yakni klub 5 Ragam & PB Lotto. Dipersiapkan oleh pemain nasional dengan dana perusahaan-perusahaan alat olah raga. (or)

27 April 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BULU tangkis Indonesia mulai berbenah. PBSI - setelah kegagalan tragis di All England, Maret lalu - kini sibuk bersiap mempertahankan Piala Thomas tahun depan, sedangkan di luar organisasi ini, beberapa bekas pemain nasional sibuk mempersiapkan pembibitan pemain-pemain muda lewat klub yang baru mereka dirikan. Menyusul langkah klub Djarum Kudus yang, Februari lalu, mengaktifkan secara penuh beberapa bekas pemain, di antaranya Tan Joe Hok, untuk memperkuat cabang baru mereka di Jakarta, dua bekas pemain nasional yang lain, Agus Susanto dan Tjun Tjun, pertengahan April lalu mengumumkan pula pendirian klub baru mereka. Masing-masing Lima Ragam yang akan diasuh Agus, bekas pelatih Djarum itu, di Kudus, dan PB Lotto, yang akan dipimpin oleh Tjun Tjun di Jakarta. Bersama Djarum Jakarta, kedua klub baru ini akan memulai kegiatan mereka awal Mei. Yakni, setelah persiapan seleksi selesai mereka lakukan. Djarum Jakarta, misalnya, Minggu pekan ini juga akan mengumumkan nama 20 anggota baru mereka yang lulus dari seleksi ketat dari sekitar 600 calon yang mengisi formulir (TEMPO,30 Maret 1985). Sementara itu, Lima Ragam, akhir April ini juga akan mengumumkan 16 anggota pilihan mereka dari sekitar 50 calon yang mendaftarkan diri. PB Lotto merencanakan menggodok secara serius 10 sampai 20 pemain inti, Mei ini. Dengan demikian, sekitar 60 pemain muda secara intensif akan digembleng oleh ketiga klub yang masing-masing didukung dengan dana tiga perusahaan alat-alat olah raga raksasa yang bersaing. Yakni Pro Kennex, Taiwan, yang berpartner dengan Djarum hudus Yonex, Jepang, yang membiayai Lima Ragam pimpinan Agus Susanto dan Lotto, Italia, yang menyokong pendanaan PB Lotto di bawah Tjun Tjun. "Ini perkembangan bagus. Sebab, persaingan kini tak hanya di bisms, tapi Juga dalam menghasilkan pemain bulu tangkis yang bermutu," kata Tan Joe Hok kepada TEMPO. Juara All England 1958, yang kini berusia 48 tahun, ini terus terang mengakui, persaingan dalam membina pemain muda itu jadi menarik karena masing-masing memiliki pola pembinaan yang berbeda. Djarum, umpamanya, disebutkannya akan menerapkan -metode pembinaan yang ilmiah" dengan menyertakan psikolog dan dokter khusus olah raga, beserta beberapa pelatih lain, seperti Christian Hadinata dan Tan Thian Beng, pemain bulu tangkis seangkatan Joe Hok. Sedangkan klub lain, seperti Lima Ragam dan Lotto, punya konsep pembinaan tersendiri. "Kami akan menekankan pembinaan pemain berdasarkan konsep speed and Power game yang sudah dirumuskan dalam lima ragam latihan," kata Agus Susanto. Kelima ragam itu - yang kemudian dijadikan nama klub - adalah kecepatan, teknik, ketenangan, kekuatan fisik, dan mental. "Tapi yang menjadi inti penting pola kami adalah kecepatan," tambah bekas pemain yang ikut memperkuat tim Piala Thomas Indonesia 1957 itu. Karena itu pula, katanya, Lima Ragam dalam seleksi penyaringan pemain menekankan segi kecepatan ini. Baru setelah itu, tambah bekas pelatih yang pernah membesarkan Liem Swie King dan Hastomo Arbi ini, mereka meneliti mental dan inteligensia calon pemainnya. "Sebab, mental dan inteligensia juga amat menentukan daya juang dan kemampuan pemain memainkan jurus-jurus permainan di lapangan," kata kakak ipar Liem Swie King itu. Untuk kedua faktor yang dianggap penting ini, Agus akan dibantu oleh psikolog yang didatangkan khusus oleh Yonex. Setelah ketiga faktor di atas diperoleh, barulah soal fisik diteliti. Berbeda dengan persyaratan yang sudah ditentukan Djarum Jakarta, Lima Ragam, menurut Agus, untuk fisik tak begitu mempersoalkan tmggi tubuh pemain. "Tinggi badan bukan soal utama," katanya. Yang penting, kata ayah dua anak ini lagi, adalah bagaimana menjadikan seorang pemain tangguh dan gesit, seperti Mulyadi dan Iie Sumirat, yang tingginya tak sampai 170 cm, menjadi pemain besar. Sebagaimana Agus, Tjun Tjun memiliki ambisi yang sama untuk menghasilkan pemain baik. "Seperti teman-teman yang sudah duluan, saya sebenarnya sudah lama berangan-angan bisa mencetak pemain top," kata Tjun Tjun, 33. Dan hal itu baru bisa dilaksanakan sekarang setelah ia punya teman dan kemampuan, kata bekas pemain ganda yang sejak 1974 bersama Johan Wahjudi pernah tujuh kali menjuarai All England.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus