Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Pak Kiai Masih Koma

K.H. E.Z. Muttaqien masih terbaring koma di RSU Hasan Sadikin Bandung. Usaha pembedahan otak oleh para ahli telah dilakukan. Jaringan otaknya sudah rusak berat. Tes EEG masih tetap di bawah 7. (ksh)

27 April 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI sudut paling belakang unit perawatan intensif Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, yang terasa sangat dingin, K.H. E.Z. Muttaqien terbaring kaku tanpa sadar - koma. Di sisi kanannya tegak alat pembantu pernapasan. Sebuah pipanya yang berdiameter sekitar 5 cm dipasang menembus tenggorokan Kiai. Di sisilain, bertengger peralatan ECG (electro cardiograf), yang terus-menerus memonitor ritme jantung. Beberapa peralatan lain tetap dipersiapkan agar setiap waktu bisa digunakan, antara lain untuk mengukur suhu tubuh dan tekanan darah. Sejumlah botol infus terletak di seputar tempat tidur. Melalui pipapipa plastik kecil, makanan dan obat dialirkan dari botol-botol itu. Itulah keadaan Kiai sampai Senin pekan ini, terhitung sejak bedah otak dilakukan 12 April lalu. Hampir tak ada perubahan. Belum tampak ada tanda-tanda bakal siuman. Benturan pada kepala dalam kecelakaan 11 April lalu memang mengakibatkan otak Kiai, ketua MUI, itu terbilang sangat parah. Tim dokter RSHS yang antara lain beranggotakan Prof. Dr. R. Iskarno, seorang ahli bedah otak terkemuka Prof. M.W. Haznam, ahli penyakit dalam dan dr. Marsudi Rasman, seorang ahli anestesi - berjuang keras menghadapi keadaan yang gawat itu. Dari hasil CTScan (pemetaan otak dengan komputer) yang dilakukan sebelum pembedahan, diketahui telah terjadi perdarahan otak. Pembekuan darah memenuhi ruang antara selaput dalam tengkorak dan selaput luar otak (yang disebut subdura hematoma) setebal 2 cm. Bedah otak pada mulanya dimaksudkan untuk mengatasi keadaan ini. Bedah otak ini dikenal sebagai craniotomi - pembukaan tengkorak kepala. Mula-mula tengkorak dibor di empat tempat, dan lubang-lubang yang terjadi itu dimasuki gergaji khusus untuk membelah tengkorak. "Ketika dibuka, didapatkan perdarahan subdural sekitar 100 cc dari belahan otak kiri Pak Kiai," ujar dr. Benny A.W., ahli bedah otak, asisten Prof. Iskarno. Operasi ini memakan waktu sekitar dua setengah jam. Iskarno menjelaskan, perdarahan itu diikuti pula dengan pembengkakan otak bagian atas sebelah kiri. Ini mengakibatkan seluruh massa otak terdesak ke bagian kanan, hingga kedudukan otak tidak lagi simetris. Yang parah, pembengkakan itu mengakibatkan batang otak, yang terletak di atas tulang punggung, terdesak pula dari dua arah (lihat: Diagram). Pada batang otak ini terdapat pusat saraf penggerak jantung, pusat saraf pernapasan, di samping beberapa pusat saraf lain Langkah berikutnya, pembedahan untuk mengatasi keadaan ini, yaitu mengembalikan kedudukan batang otak. "Secara anatomis memang telah kembali, tapi secara fungsional batang otak belum kembali normal," ujar Iskarno. Selanjutnya Iskarno menjelaskan, pergeseran bukan satu-satunya keadaan buruk yang menimpa batang otak. Bagian otak ini pun ternyata memar (Contusio) -semacam bekas benturan - yang diikuti perdarahan kecil. Keadaan berat inilah - bergeser dan memar - yang membuat batang otak belum bisa berfungsi normal, antara lain menggerakkan jantung dan pernapasan. Pengaruh pada jantung belum tampak karena jantung Kiai hingga Senin pekan ini bergerak normal tanpa bantuan alat. Namun, pernapasan perlu dibantu. Menurut Prof. M.W. Haznam alat pembantu pernapasan ini dijalankan dan dihentikan secara periodik. Dijalankan 4-5 jam, distop, kemudian dijalankan lagi. Keadaan buruk lain yang menimpa otak Kiai adalah perdarahan di bagian dalam otak kiri (intracerebral). Hasil CT Scan menunjukkan dengan jelas adanya pembekuan darah di daerah itu. "Ini tidak mungkin dioperasi, karena massa otak tidak bisa ditembus," kata Iskarno. Memastikan kerusakan bagian dalam otak kiri ini memang sulit karena, misalnya, tidak mungkin dilakukan pemeriksaan laboratoris atau mikroskopis untuk mengetahui keadaan sel-sel otak di daerah itu - hingga kini memang belum ada alatnya. Padahal, bila ada kerusakan, akibatnya bisa mencemaskan. Menurut Iskarno, di bagian dalam otak kiri ini terdapat pusat saraf berpikir. "Bisa dibilang itulah daerah otak bijaksana," katanya.Menurut Kolonel dr. H. Iman Hilman, direktur RSHS, kerusakan jaringan otak yang dialami Kiai termasuk sangat berat. "Di luar jangkauan kami sebagai manusia untuk memulihkannya kembali," katanya. Ikhtiar yang kini dilakukan adalah mengurangi pembengkakan otak dengan memberikan obat Dexamethason. Tapi yang menyulitkan, menurut Hilman, obat ini menaikkan kadar gula, padahal Kiai adalah penderita diabetes (penyakit gula). Akibatnya, pemberian Dexamethason kadang-kadang harus dihentikan. Akibat lain, Dexamethason juga merangsang produksi asam pada lambung, hingga bisa menimbulkan luka pada alat pencernaan seorang penderita penyakit mag. Tanda-tanda luka pada lambung pun tampak pada Kiai. Ikhtiar lain, menurut Hilman, menjaga aktivitas tubuh agar tetap normal, dalam beberapa hal mengkompensasikan keadaan "nonaktif" beberapa pusat pengontrolan di otak. Misalnya pusat pengontrolan suhu badan dan tekanan darah. Untuk menjaga tekanan darah agar tetap konstan, Kiai mendapat obat Dopamin - yang dialirkan melalui botol infus. Alat pernapasan diperlukan untuk membantu suplai oksigen ke otak. Harapannya, keadaan buruk yang kini menimpa otak Kiai hanya terbatas pada pembengkakan-pembengkakan (comasio), hingga normalnya aktivitas tubuh menyuplai makanan dan oksigen bisa memulihkan fungsi otak. Kendati demikian, bila terjadi kerusakan, tak ada ikhtiar yang bisa dilakukan. Tak seperti sel-sel pada jaringan tubuh lain, sel-sel otak tak bisa melakukan regenerasi - kerusakannya permanen. Seberapa jauh otak Kiai masih berfungsi? Menurut Iskarno, pemeriksaan EEG (electro encefalograf), yang dilakukan untuk ketiga kalinya Senin pekan ini, menunjukkan bahwa masih ada aktivitas listrik pada otak. Dengan kata lain, otak masih merambatkan perintah-perintah. Tapi menurut Iskarno gelombang-gelombang EEG itu tidak baik. "Ada disfungsi otak," katanya. Tes tingkat kesadaran Kiai - yang dapat pula menunjukkan tingkat fungsi otak menurut Prof. Haznam, juga tidak menggembirakan. Tes kesadaran ini dilakukan berdasarkan Evaluasi Glasgow-Pittsburgh yang ditentukan berdasarkan skor. Jumlah skor 15 (tertinggi), misalnya, menunjukkan gangguan kesadaran ringan. Pada tingkat ini - yang disebut composmetis - seseorang masih bereaksi secara normal. Skor 3 (terendah) menunjukkan keadaan koma dengan kematian otak. Pada tingkat ini, bila batang otak masih kuat bertahan menggerakkan jantung, pernapasan, dan aktivitas pembuluh darah, seseorang memasuki keadaan "pingsan abadi". Bila batang otak juga cedera dan tak bisa bertahan, kematian otak akan diikuti kematian. Menjawab pertanyaan, Haznam mengutarakan bahwa Skala Koma Glasgow Pittsburgh Kiai sejak datang ke RSHS - tes dilakukan setiap hari - senantiasa di bawah 7. "Sampai sekarang angkanya masih tetap di bawah itu," ujar ahli penyakit dalam itu Senin petang, pekan ini. Kendati napas Kiai tampak masih teratur, hanya dengan kebesaran Tuhan keadaan gawat bisa diatasi. Doa dipanjatkan, dan harapan digumamkan masyarakat yang berdesakan di luar ruang perawatan intensif, menatap tak putus melalui close tv-circuit yang dipasang. J.S Laporan Biro Bandung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus