HARI-HARI ini Pusat Kesehatan Olah raga (PKO) Senayan bebas dari
kesepian. Persiapan menuju ke SEA Games bulan Nopember depan
menggiring gerombolan atlit putera dan puteri ke laboratorium
olahraga yang dipimpin dokter Suharto.
Carolina Rieuwpassa, Audrey Syaranamual, Starlet, Mohamad
Harianto, Sahala Tampubolon dari pelatnas atletik tercatat
sebagai atlit yang mendapat ujian berat. "Mereka umumnya
memperlihatkan indeks kemajuan," kata seorang petugas PKO.
Tampak juga Munaip Saleh, pelatih balap sepeda, yang membawa
Munawar Saleh dan Wahyudi Hidayat serta beberapa pembalap
nasional lainnya untuk mendapat ujian kemampuan fisik mereka.
Imam Suyudi dan Pono dari Perbasi (bola basket) tak ketinggalan.
Mereka mengangkut seregu pemain bolabasket puteri pelatnas ke
PKO untuk tujuan yang sama. Para pemain puteri yang berintikan
penlain dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan DKI
Jaya ini nampaknya kompak dan intim lebih-lebih jika mereka
sedang ngobrol dalam bahasa Mandarin.
"Tapi seingat saya baru kali ini PSSI mengirim para pemainnya
untuk dicek di sini," kata dokter Haryo Tilarso anggota dokter
PKO. Secara bergelombang PSSI setiap hari mengirim 4 sampai 5
pemainnya untuk diperiksa di PKO. Pekan lalu nampak Suhanta,
Wahyu Hidayat, Timo Kapisa, Henky Rumere dan Albert Pahelerang
mendapat giliran. Ketiga pemain Irian Jaya itu tiba di Jakarta
pada tanggal 5 Oktober lalu.
Untuk mengetahui status kesehatan seorang atlit. terlebih dulu
ia diperiksa sebagaimana seorang pasien diperiksa Oleh dokter
umum. Kemudian darahnya diambil sedikit untuk pemeriksaan
metabolisne dan gula darah. Gigi, kerongkongan, denyut jantung
dan nadi serta hepar (hati) juga diteliti. Tak ketinggalan berat
dan tinggi badan dicatat. Juga lipatan lemak di kulit perut dan
kulit punggung diukur. Tekanan darah diambil sewaktu atlit dalam
keadaan istirahat.
Lalu pemeriksaan meningkat pada keadaan seorang atlit dalam
pembebanan. Misalnya kekuatan grip, kekuatan pinggang, yang
semuanya mempergunakan perkakas yang lengkap dengan alat
pencatat. Beranjak kepada ujian fungsi jantung dan paru-paru,
PKO harus diakui terbilang memiliki peralatan yang modern. Ada
ergocycle, lantai gerak (treadmill), seperangkat pengukur
konsumsi oksigen dan Electro Cardiograph (ECG). Sambil seorang
atlit menggenjot sepeda fungsi paru-parunya dicatat kegiatannya
dan beberapa kabel yang ditempel di dadanya menyalurkan pantulan
denyut jantung ke alat ECC dengan bunyi bip, bip, bip. Selang
beberapa menit pembebanan ditambah dan kekegiatan dihentikan.
Sen-entara itu tekanan darah, denyut nadi dicatat. Lalu ia
disuruh meneruskan kegiatan tersebut sampai beberapa kali
penambahan beban. Proses ini berulang-ulang sampai lebih kurang
15 menit.
Dari data itu dapat dirumuskan kondisi kesegaran jasmani seorang
olahragawan. Umumnya mereka memiliki tekanan darah 110 - 120 mm
hg untuk tekanan sistole dan 75 - 80 mmhg ntuk tekanan
diastole. Dalam keadaan pembebanan yang berat tekanan yang
pertama itu bisa mencapai di atas 200 mmhg dan tekanan yang
kedua turun sampai di bawah 60 mmhg. Sedang denyut nadi bisa
mencapai 200 kali/menit. Tapi dalam keadaan istirahat cuma 55/
menit. Kemampuan paru-parunya menghisap dan mengkonsumsi oksigen
sudah tentu lebih unggul dari awam yang bukan olahragawan.
Rata-rata kalau orang awam normal nlampu mengkonsumsi sekitar 3
ml per menit, maka seorang atlit bisa mencapai 4,5 - 5 ml/menit.
Tes fisik di laboratorium PKO itu sama pentingnya dengan tes
ketrampilan dan teknik seorang atlit di lapangan. Hanya
sebelumnya kurang disadari oleh si atlit maupun pembinanya
sendiri. Menurut dr. Suharto, meski di daerah tidak terdapat
peralatan modern seperti yang dipunyai PKO, namun tes serupa
bisa dilaksanakan dengan hasil yang cukup memadai. Yaitu
mengetahui kondisi kesegaran jasmani si atlit pada saat itu.
Metodenya mempergunakan sistim tes berlari dalam 12 menit atau
menempuh jarak 2,4 Km. Tes ini memang hanya menyangkut daya
kerja jantung, paru-paru dan metabolisme oksigen di tubuh. Atau
dengan kata lain kapasitas aerobik seseorang. Tapi efeknya,
menurut Dr. Cooper --penemu sistim aerobics - adalah ekwivaten
dengan tes yang dihasilkan oleh ergometer atau lantai-gerak di
laboratorium.
Menurut pimpinan KONI, setiap kali diadakan pelatnas, para
pelatih selalu terbentur pada masalah yang itu-itu juga. Para
atlit sepulangnya ke daerah dari turnamen besar,lantas kurang
memperhatikan tingkat kesegaran dirinya. Mereka malas melakukan
latihan yang minimal dapat menjaga kondisi fisik seorang atlit.
Sehingga kalau dipanggil masuk pelatnas, terpaksa mereka harus
dipulihkan tingkat kesegarannya menurut ukuran seorang atlit
yang dipersiapkan bertanding. Alangkah idealnya kalau setiap
atlit secara fisik sudah siap pada waktu diamasukpelatnas,
sehingga waktu berikutnya bisa dipakai untuk meningkatkan
kemampuan tekniknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini