Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Salju lembek di kilimanjaro

Bambang hertadi mas & mamay sumarna salim berhasil mencapai puncak uhuru, gunung kilimanjaro, tanzania dengan sepeda. ekspedisi yang menelan ongkos sekitar rp 20 juta dan dibiayai pt jayagiri.

5 September 1987 | 00.00 WIB

Salju lembek di kilimanjaro
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KEDUANYA sampai di puncak Uhuru (5.896 meter) pada pukul 11.00. Terengah-engah tapi puas. Tiga setengah jam mereka perlukan untuk menempuh jarak terakhir 211 meter itu, dalam suhu 8C. Soalnya, selama itu mereka praktis harus terus memanggul sepeda. Bersepeda mendaki gunung? Itulah memang yang dilakukan Bambang Hertadi Mas (alias Paimo), 29 tahun, dan Mamay Sumarna Salim, 34 tahun. Pada 22 Agustus lalu itu mereka berhasil menginjakkan sepedanya di puncak Uhuru, Gunung Kilimanjaro, Tanzania, Afrika. Selama enam hari keduanya menggelindingkan sepeda melewati jalur dari sebelah timur, tempat rute wisata (tourist route) yang lazim disebut "Marangu Route". Sepanjang perjalanan panjang itu mereka merayap alot. "Mulai ketinggian di atas 4.000 meter, pendakian terasa berat sekali," kata Bambang, yang akhir pekan lalu masih berada di Nairobi, Kenya, kepada Ida Farida dari TEMPO per telepon. "Nafsu makan kian mengendur." Pada pendakian terakhir dari Gillman's Point menuju puncak gunung yang cuma 211 meter itu, kondisi alam semakin berat. Salju lembek. Setiap kali dicoba dinaiki, sepeda itu selalu terguling. Setiba di puncak, sepeda juga tak bisa dikendarai. "Puncak Uhuru itu luasnya lebih kurang cuma 6x4 meter. Selain sempit juga licin, jadi kami tak bisa bersepeda di situ," tutur Bambang. Ia memperkirakan, dari keseluruhan perjalanan, sewaktu mendaki, sepeda 50% dikendarai. Waktu turun, sepeda dikendarai 70O. Sisanya, kereta angin khusus buat naik gunung (mountain bicycle) merk Muddi Vox seberat 13 kg itu didorong dan diangkat. Ekspedisi yang menelan ongkos sekitar Rp 20 juta dan dibiayai PT Jayagiri, sebuah perusahaan yang bergerak dalam pengadaan alat-alat naik gunung, ini mulai start dan National Park Marangu Gate (1.800 meter). Dibantu 7 porter dan pemandu, Bambang dan Mamay mengayuh sepeda dari sisi timur menuju ke Mandara Hut (2.700 m), terus Horombo Hut (3.720 m), dan berhenti di Kibo Hut (4.703 m). Setelah dua hari istirahat, perjalanan dilanjutkan ke Gillman's Point (5.685). Di sini porter dan pemandu ditinggalkan, dan keduanya mendaki puncak. Untuk naik diperlukan waktu enam hari, sedangkan untuk turun mereka cuma menghabiskan dua hari. Keberhasilan keduanya tampaknya karena persiapan mereka memang cukup. Perlengkapan mereka prima: sepeda Muddi Vox itu dipesan khusus dari Inggris dan dikirim langsung ke Singapura. Pakaian untuk mendaki gunung dipesan dari Irlandia. Untuk makanan, keduanya membawa makanan seperti menu tim Skygers yang tahun lalu sukses mendaki Gunung Eiger, berupa tepung yang tinggal diseduh dengan air. Bambang dan Mamay juga siap secara fisik. Sebelum berangkat, keduanya telah melakukan uji coba melakukan simulasi ke Gunung Semeru (3.676 m), Jawa Timur. "Kami berminat mendaki Semeru karena konon kondisi geografisnya mirip Kilimanjaro," kata Mamay. Sebelumnya, mereka juga melatih diri dengan mendaki Gunung Parang, Jawa Barat. Meski tingginya cuma 932 meter medan di sini cukup tegak lurus. Mereka berhasil menaikkan sepedanya sampai ketinggian 460 meter. Sebagai tanda keberhasilan, sepeda mereka tinggalkan di tebing batu itu. Selain itu, mereka juga berlatih fisik: lari beban, angkat besi, bersepeda, dan memanjat gunung. Itu mereka lakukan secara bergantian setiap hari, kecuali Sabtu. Buat Bambang Hertadi Mas, keberhasilan bersepeda mendaki Kilimanjaro akan menambah panjang daftar prestasinya. Sarjana Seni Rupa ITB ini telah bertualang naik sepeda sejak 1979. Mula-mula hanya di Jawa-Bali. Lalu meluas ke Sumatera (1981), Sulawesi (1982), Kalimantan (1986) -- termasuk bersepeda mendaki puncak Gunung Kinibalu, Sabah, Malaysia Timur. Sedang Mamay Sumarna Salim, yang lulusan Akademi Administrasi Niaga Bandung itu, baru berlatih bersepeda mendaki gunung mulai akhir 1986. Namun, Mamay telah lama dikenal sebagai spesialis memanjat tebing Kuncen Gunung Batu, Citatah, Jawa Barat, yang tegak lurus itu. Seusai mendaki puncak Uhuru, Bambang dan Mamay punya sasaran lain. Sebelum pulang ke Indonesia akhir September ini, mereka ingin lebih dulu bersepeda mendaki Puncak Island di Himalaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus