Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Giliran Sang Sersan

Komda PSSI Sumatera Utara memecat Kamaluddin dari jabatannya sebagai wasit nasional. Dituduh meminta wasit zulham yahya memenangkan PSMS atas PSSI A di Turnamen Universitas Darma Agung Cup di Medan.

5 September 1987 | 00.00 WIB

Giliran Sang Sersan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SUDAH hampir dua bulan berlalu, tapi bom yang ditinggalkan turnamen Piala Universitas Darma Agung (UDA) di Medan masih terus meletus. Yang pertama berupa hukuman PSSI terhadap tiga pemain dan dua ofisial PSMS Medan, karena para pemainnya mogok main sewaktu melawan kesebelasan Halleluyah dari Korea Selatan. Tiga pemain itu, Zulkarnaen Lubis, Abdurachman Gurning, dan Azwardin Lubis, tak boleh mengikuti empat kali pertandingan kompetisi Divisi Utama PSSI tahun ini. Pelatih Tumsila diskors 3 bulan dan manajer PSMS Amran Y.S. kena 6 bulan. Bom kedua meletup Kamis pekan lalu: Komda PSSI Sumatera Utara memecat Kamaluddin, 44 tahun, dari jabatannya sebagai wasit nasional (C-1). Itu berarti seumur hidup dia tak bisa lagi bertindak sebagai wasit. "Ini hukuman pertama dan terberat di Sumatera Utara," kata Ketua Komda J.A. Ferdinandus. Sewaktu diperiksa oleh Komda PSSI Sum-Ut, sersan satu yang bertugas di Batalyon Kavaleri di Medan itu terus terang mengakui semua tuduhan. Padahal, perbuatannya itu dalam anggaran dasar PSSI atau FIFA merupakan perbuatan diharamkan bagi seorang wasit. Hukumannya cuma satu, dipecat. "Kalau masih ada alternatif hukuman, saya mempertimbangkannya," ujar Ferdinandus. Sersan Kamaluddin dituduh meminta Wasit Zulham Yahya memenangkan PSMS atas PSSI A di turnamen UDA Cup. Ketika itu 3 Juli 1987 sore, dan malamnya Zulham akan memimpin pertandingan tersebut. Wasit FIFA itu menolak dan pembicaraan habis sampai di situ. Tapi soalnya berbuntut: Zulham melaporkan perbuatan Kamaluddin kepada PSSI. "Padahal, saya tak bermaksud jelek, cuma menyampaikan pesan panitia," keluh Kamaluddin, yang sudah tujuh tahun menjadi wasit nasional. Asal mula peristiwa, menurut sang sersan ia dihubungi oleh Johny Pardede, salah seorang pimpinan turnamen. Putra T.D. Pardede, pengusaha terkemuka dan pemilik Universitas Darma Agung Medan itu, mengeluh, panitia rugi besar karena sepinya penonton. Untuk menyelamatkan panitia, Johny berharap PSMS tampil di final, paling tidak semifinal. Cuma dengan munculnya tim tuan rumah, penonton akan membanjiri Stadion Teladan. Untuk itu, PSMS mesti menang dari PSSI A. Johny meminta Kamaluddin menghubungi Zulham Yahya untuk mengatur hasil pertandingan. "Bagaimana caranya, kamulah yang tahu," kata Johny, seperti dikatakan Kamaluddin pada TEMPO. Semula Kamaluddin ragu-ragu, tapi Johny meyakinkannya bahwa Zulham pasti mau diajak kompromi, karena dari pengalaman Johny mengurus klub Galatama Pardedetex dulu, Zulham orang yang bisa di ajak "kerja sama". Janji Johny pula, apabila panitia beruntung, bonus untuk para wasit akan ditambah. Kamaluddin tak merasa ia melakukan suap, dengan dalih bukan rahasia lagi bahwa dalam turnamen seperti itu wasit sering menguntungkan tim tuan rumah agar panitia tak bangkrut. Karena itulah Kamaluddin kaget menerima hukuman yang begitu berat. Kini dia mengumpati Zulham sebagai teman yang khianat. "Dulu hal yang sama dilakukannya pada wasit FIFA, Soedarso Harjowasito. Dan wasit itu pun dipecat PSSI karena laporan dia," katanya. Sayang, semua tuduhan sulit dikonfirmasikan pada Zulham "Saya sudah menyerahkan semua soal pada Komda PSSI, karena itu saya tidak akan berbicara apa pun," katanya. Johny Pardede, 33 tahun, dengan sengit membantah semua tuduhan. "Saya tak mau menjatuhkan Kamaluddin. Sebetulnya saya punya bukti, tapi kalau saya keluarkan akan memojokkan dia," katanya, sambil memperlihatkan fotokopi surat Kamaluddin bertanggal 23 Agustus lalu. Isi surat berupa permohonan maaf dari Kamaluddin, karena menjatuhkan nama baik Johny. "PSSI sudah tahu surat ini," katanya. Entah siapa yang benar. Di Medan sendiri, hukuman pada Kamaluddin kini ramai dipersoalkan. Penasihat PSMS, Syarif Siregar, misalnya, menganggap hukuman ini terlalu berat. Ada juga yang menanyakan mengapa Komda PSSI Sum-Ut tak menindak Johny Pardede. Bukankah Kamaluddin cuma berperan sebagai penyampai pesan "Kami tak berhak menghukum Johny, di pengurus PSSI. Kami sudah melaporkan soalnya. Ya, terserah PSSI saja," kata Ferdinandus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus