Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Semua pulang tanpa gelar

Sesudah kalah di all england, tim indonesia ke thomas cup jadi teka-teki. kubu cina masih memperhitungkan rudy hartono. pokoknya pembibitan dalam bulu tangkis Indonesia macet. (or)

3 April 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKALI ini tim Indonesia pulang dari All England tanpa gelar sebiji pun. Justru pada saat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia dimotori bekas pemain top dunia, seperti Ferry Sonneville dan Rudy Hartono. Dengan rombongan yang paling banyak anggotanya -- 2 5 orang. Dengan ongkos yang paling besar, hampir mencapai Rp 250 juta, Lengkap dengan juru masak. Tim Indonesia sejak semula memang disebut-sebut hanya untuk mengukur kekuatan. Tapi ambisi mereka cukup kuat untuk menang, minimal mempertahankan kedudukan juara tunggal putra (Liem Swie King) dan ganda putra (Kartono/Heryanto). Tetapi mereka malahan sudah rontok di babak semifinal. King dikalahkan pemain Denmark, Morten Frost Hansen 10-15, 10-15 Ini merupakan pembalasan Hansen yang dikalahkan King pada semifinal All England tahun lalu. Sedang Kartono/Heryanto ditumbangkan pasangan Malaysia Razif Sidek/Jaelani Sidek 15-11, 4-15, 16-17. "Kita terlalu silau dengan pemain Cina. Padahal kita semua sebenarnya tahu pemain Eropa, Hansen sama berbahaya," ulas anggota Komite Teknik PBSI Willy Budiman. Memang dia sempat mengintip permainan RRC ketika melawan Muangthai awal Maret lalu di Bangkok. Pola permainan anak-anak Deng Xiaoping itu tak berubah, katanya. Namun RRC hadir untuk pertama kali di All England. Berita ini yang dibesar-besarkan oleh pers ternyata membuat kubu Indonesia kehilangan keseimbangan. Banyak yang mengkhawatirkan daya tempur pemain putra RRC. Tetapi ternyata tidak sehebat yang digembar-gemborkan. Dari 8 pemain tunggal putra yang diturunkan RRC, hanya Luan Jin yang bisa mencapai semifinal. Justru tim putrinya lebih menonjol. Tiga dari 8 pemain putri RRC mencapai semifinal, dan Zheng Ailing tampil sebagai juara baru setelah mengalahkan rekannya, Lie Lingwei dalam all China final. Juga putri RRC mengalahkan pasangan Indonesia Verawaty/Damayani tanpa banyak kesulitan 15-8,15-5. Dari tim putri Cina ini, banyak pemain muda muncul. Termuda 16 tahun (Zheng Yuli) sampai 25 tahun (Sun Zhian dan Yao Ximing). Melihat kenyataan itu pimpinan tim Indonesia ke All England seperti Tirto Utomo mulai mempertanyakan sistem pembibitan pemain di Indonesia, terutama untuk tim putri. Ia heran mengapa bulutangkis kurang digemari kalangan putri. "Apa putri kita takut badannya berotot? Apa takut kulitnya jadi item? Saya terus terang tidak tahu," katanya kepada koresponden TEMPO di London, Gabriel Gay. Dalam hal ini pemain putri Ivana Lie berkata: "Mereka lebih suka jadi peragawati." Menolak Selain soal pembibitan, sistem latihan juga masih merupakan pertikaian yang ramai di kalangan pimpinan PBSI sendiri. Karena itu walaupun Ketua Umum PBSI Ferry Sonneville menyatakan akan menebus kekalahan di Thomas Cup dalam Mei mendatang, banyak yang meragukannya. Ferry Sonneville tidak menolak latihan fisik. Tetapi kabarnya dia menolak sistem latihan daya tahan dengan mengunakan metode lari jarak jauh. Metodemi diterapkan oleh Taher Djide. Ada pula yang mengatakan metode latihan itu hanya tepat untuk pelari, tidak untuk pemain bulutangkis. Tetapi karena bulutangkis menuntut daya tahan di samping kemahiran stroke (pukulan), latihan fisik tetap dianggap sangat penting. Para pemain RRC, menurut pelatih Wang Wenjiao, menjalankan latihan fisik terutama dengan lari jarak jauh. "Sekitar 2.400 sampai 5.000 meter untuk putri. Bagi pria bisa mencapai 10.000 meter, tergantung pada kebutuhan pemain," kata pelatih kelahiran Solo itu. Ada pula latihan lompat jauh dan lompat tinggi, "karena kita harus melompat kalau menghadapi pemaln Eropa," katanya. Begitu pulang dari All England, pimpinan PBSI kelihatannya akan bekerja keras untuk menyusun jadwal dan bentuk latihan. Diduga bakal banyak pelatih yang akan terlibat dalam persiapan Thomas Cup yang tinggal 6 minggu itu. "Pelatih tak bisa dirangkap oleh satu orang," kata Rudy Hartono Ketua sidang Pembinaan PBSI. Ada kemungkinan seorang pelatih hanya menangani 2 pemain. Dan latihan. pun tidak akan dilaksanakan secara massal dan seragam tetapi disesuaikan dengan kebutuhan pemain. Pertandingan Thomas Cup akan dimulai 10 Mei di Inggris. Negara peserta sudah harus memasukkan daftar nama pemain sebulan sebelumnya. Tapi belum jelas siapa yang akan mewakili Indonesia. Masih mungkin akan diambil dari tim yang gagal ke All England tadi. Jika "hantu" Cina masih menghinggapi Indonesia, barangkali Rudy Hartono akar menjadi teka-teki pula. Karena, kata sumber tim RRC, "kami masih meng anggapnya sebagai faktor yang harus di perhitungkan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus