Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Si Cino dari Sudut Borneo

Petinju asal Kalimantan Barat, Daud Yordan, berpeluang jadi orang Indonesia kelima yang menyandang gelar juara dunia. Menampik kesempatan berlatih di luar negeri dan menyepi di Sukadana.

30 April 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JIKA bertemu dengan petinju, bersalamanlah. Di balik tongkrongan mereka yang sangar dan berotot bagas, Anda akan mendapati tangan mereka yang tak kalah halus dibandingkan dengan milik Luna Maya. Mereka antara lain Ellyas Pical, Chris John, dan pemuda yang duduk di tepi ring di sebuah sasana berdinding kayu di Sukadana, Kalimantan Barat itu. Daud Yordan namanya. "Mungkin karena sering terbungkus," katanya kepada Tempo di Sukadana, dua pekan lalu.

Lajang 24 tahun itu sedang membebat tangan, sebelum mengenakan sarung tinju. Dia tak mau dipusingkan oleh alasan ilmiah penyebab halusnya tangan petinju. Perhatiannya terfokus pada gelar juara dunia kelas bulu versi International Boxing Organization yang sedang lowong. Daud akan memperebutkan sabuk itu dengan melawan petinju Filipina, Lorenzo Villanueva, pada 5 Mei ini di Singapura. Jika menang, dia akan jadi orang Indonesia kelima yang berhasil merebut gelar juara tinju dunia setelah Ellyas Pical pada 1980-an, Nico Thomas pada 1989, Chris John sejak 2003, dan Muhammad Rachman, 2004 dan 2011.

l l l

Daud lahir dari pasangan petani karet Hermanus Tjun Lay dan Nathalia di Simpang Dua, Ketapang, Kalimantan Barat, 10 Juni 1987. Hingga kini rumah mereka, yang berjarak sepuluh jam perjalanan darat dari ibu kota Kabupaten Ketapang, belum ter­aliri listrik. Ketika Daud masih berumur enam tahun, Damianus Yordan—putra pertama dari lima bersaudara Yordan—mengajaknya ke Ketapang untuk bersekolah. Namun dia ditolak karena tak bisa berbahasa Indonesia dan cuma mengerti bahasa Dayak. Sembari belajar dan menunggu tahun ajaran berikutnya, Daud ikut-ikutan abangnya mengasah kepalan di Sasana Ketapang Tanjung Pura.

Meski sempat jadi kampiun di Kejuaraan Nasional Junior 2004, prestasi amatir Daud tak terlalu moncer. Dia terdepak dari tim nasional SEA Games 2005 di Manila. Namun kegagalan itu tak menghalanginya terjun ke tinju profesional dengan menunjuk Damianus sebagai pelatihnya. Cino—julukannya mengacu pada mata sipit khas warga Tionghoa—menjalani debut di Gelar Tinju Profesional Indosiar pada Agustus 2005 melawan Anshori Anhar Pitulay. Damianus baru saja berbalik badan dari ring ketika bogem bertubi-tubi Daud merobohkan lawan. "Rasanya langsung gelap," ujar Anshori, kini 26 tahun dan juara kelas bulu versi Pan Asian Boxing Association. Wasit menghentikan pertandingan pada ronde pertama setelah petinju asal Bengkulu itu dua kali jatuh.

Cino adalah petinju bergaya fighter alias petarung yang doyan jual-beli pukulan. Meski tidak kidal, bogem andalannya adalah hook dan uppercut kiri. Pukulan ini memiliki keunggulan karena posisi tangan kiri lebih dekat ke lawan. Hampir semua kemenangan knockout tercipta dari pukulan kiri. Tak ada latihan khusus. "Sejak kecil, pukulannya memang lebih keras daripada teman-temannya," kata Damianus.

Berbekal 75 persen kemenangan KO tanpa kalah, Daud mulai mendunia. Dia menjejakkan kaki di Amerika Serikat pada September 2008, dan mengalahkan petinju Meksiko, Antonio Meza. Dia kembali ke kib­lat tinju dunia itu lima bulan kemudian untuk menghadapi Robert Guerrero—kini juara dunia kelas ringan versi World Boxing Association. Dia jadi petinju Indonesia pertama yang diikat kontrak promotor asing—Golden Boy Promotions milik mantan juara dunia asal Amerika Serikat, Oscar De La Hoya. Selama sebulan Daud berlatih di Sasana La Colonia, Oxnard, California, Amerika Serikat, bersama sederet petinju dunia, seperti Brandon Rios, Victor Ortiz, dan Sergio Martinez, juara kelas menengah World Boxing Council.

Craig Christian—pelatih Chris John—melihat potensi besar. "Dia bisa menjadi beri­kutnya," katanya. Itu merupakan pujian tertinggi, mengingat Manny Pacquiao adalah petinju terbaik di muka bumi karena keberhasilannya merebut sabuk di delapan kelas. Christian mengajak Daud berlatih di Harry’s Gym, Perth, Australia, tahun lalu. Sasana itu memiliki fasilitas modern, seperti treadmill yang terhubung dengan samsak dan simulator ketinggian untuk mempermudah adaptasi tekanan udara. Dia menyanggupi ajakan itu tahun lalu.

Meski pintu Australia dan Amerika terbuka lebar, Daud memilih Sukadana, kota di kelindapan Gunung Palung dan menghadap Laut Karimata. Ibu kota Kayong Utara—kabupaten yang baru terbentuk lima tahun lalu—ini berjarak empat jam perjalanan laut dari Pontianak. Dia ikut Damianus pindah dari Ketapang pada 2008. Sang abang membangun sasana di samping rumahnya di Desa Sejahtera RT 1 RW 2. Tempat berlatih 21 petinju berusia mulai 9 sampai 28 tahun itu tanpa sentuhan sinyal telepon. Gelanggang 20 x 8 meter itu berdinding kayu dan atap seng. Fasilitas di dalamnya seadanya. "Bantuan Menpora 2007" tercetak di sudut ring yang mulai melengkung.

"Tapi di sinilah rumah saya," ujar Daud. Di kota berpenduduk 11 ribu jiwa itu, Daud adalah pahlawan. Setiap orang dari setiap sudut berebut menyapanya. Sebaliknya, dia selalu merasa asing di tanah orang, sebaik apa pun penerimaan tuan rumah. "Mau ngapa-ngapain sungkan."

Daud tak ambil pusing akan minimnya fasilitas. Menurut dia, tinju adalah olahraga sederhana. Cuma perlu ring, samsak, sasaran pukul, kawan berlatih, dan tentunya pelatih. Hanya di Sukadana—tempat Damianus bekerja sebagai pegawai dinas olahraga—dia bisa bersama abang, idola, sekaligus pelatihnya itu. "Cuma Abang yang bisa membuat saya nyaman di dalam dan luar ring," kata Daud.

Sang abang tak membedakan adiknya dengan petinju lain. Daud berlatih intensif bersama Sudirman Jaya, Agus Kustiawan, dan Bambang Ciko Borneo—ketiganya 21 tahun—yang akan naik ring pada 20 Mei nanti di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Hari-harinya diawali dengan joging pada pukul 05.00 sejauh 3-5 kilometer. Lintasannya antara lain di sekitar kantor Bupati Kayong Utara yang memiliki tanjakan, tepi jalan raya yang membelah hutan, hingga pantai Pulau Dato yang berpasir halus. Joging sesekali diganti naik-turun 140 anak tangga menuju menara telepon seluler di atas bukit. Latihan cardio satu-dua jam itu ditutup dengan shadow-boxing alias memukul bayangan, kadang dengan dumbbell.

Sesi sore bertujuan mengasah teknik. Menunya memukul pad di tangan Damianus untuk mengasah akurasi, kecepatan, dan kombinasi; samsak untuk menambah daya dobrak; dan latih tanding. Manajer Raja Sapta Oktohari mendatangkan Jose Campo dan Rey Labao dari Filipina sebagai sparring partner. Keduanya kidal, sesuai dengan lawan Daud nanti. Petinju kebot—dengan kuda-kuda "terbalik", kaki kanan di depan—kerap menyulitkan petinju ortodoks karena sudut pukulan yang tak lazim.

Labao, 26 tahun, menilai Daud sudah terbiasa bertarung melawan petinju kidal selama 110 ronde dalam tiga pekan. "Saya belum pernah melihat petinju berlatih seserius ini," ujar juara kelas ringan Filipina tersebut. Selama memasuki masa latihan intensif, Daud berlatih tanpa libur. Sebagai pengganti sauna—yang tak tersedia di kota kecil tersebut—dia berdiam diri setengah jam di dalam mobil yang dijemur pada siang bolong dengan kaca tertutup.

Tinju jadi napas Daud, dari bangun tidur sampai tidur lagi. Saat istirahat, dia memelototi komputer jinjingnya yang berisi 1.451 video pertandingan dan latihan tinju yang dia unduh dari Internet. Di antara ribuan file itu terselip lima rekaman laga Villanueva. Rekornya yang 22 kali menang dengan 21 KO tanpa kalah, tayangan itu lebih mirip pembantaian ketimbang adu jotos. Analisisnya lebih tajam ketimbang komentator televisi. "Lihat, gerak kakinya buruk," katanya. Villanueva, 26 tahun, memang hanya bergerak maju-mundur dan mengandalkan double cover untuk membendung serangan.

Petinju berjulukan Thunderbolt itu—yang tangannya juga halus—bisa jauh lebih mengerikan karena berlatih bersama Pacquiao dan pelatih Freddie Roach di sasana milik Pacquiao di Baguio, Filipina. Roach—yang melahirkan 27 juara dunia—bisa memperbaiki gerak kaki Villanueva, sehingga memungkinkannya menyerang dan menghindar ke sisi. Tapi Daud malah senang. Menurut dia, gaya tarung tak mungkin diubah dalam hitungan bulan. Roach cenderung membentuk boxer, bertinju dengan menjaga jarak. Berbeda kutub dengan Villanueva yang fighter sejati, maju terus pantang mundur. "Mungkin nanti dia malah jadi kacau," katanya.

Satu-satunya kesempatan Daud tak memikirkan tinju adalah sewaktu menangkap ikan di Sungai Siduk, sekitar lima kilometer dari rumahnya. Lupakan pancing. Pengagum Miguel Cotto dari Puerto Riko dan Ellyas Pical ini menyelam sampai kedalaman tiga meter, ngubek-ubek akar pohon dan batu, lalu menembak ikan dengan harpun kayu. Hobi ini meninggalkan luka permanen di kelopak mata kirinya, akibat terbentur akar pohon ulin.

Memasuki hitungan hari menjelang pertandingan yang bisa mengantarnya ke puncak dunia, Daud masih memiliki kelemahan: emosi yang tak terkendali. Sore itu, Tempo menyaksikan Labao berhasil menyarangkan beberapa pukulan saat latih tanding. Daud balik menghadiahinya dengan serangkaian ketupat bengkulu. Satu uppercut kanannya membuat hidung petinju Filipina itu berdarah. "Latihan seharusnya tak seperti itu," kata Damianus. Si Cino cengar-cengir menanggapi kritik pelatih.

Matahari tenggelam di Laut Karimata. Gelap menghampiri Sukadana. Suara burung dan monyet yang menghiasi siang berganti paduan suara jangkrik dan binatang malam lainnya. Beberapa menit lewat pukul 20.00, pemilik tangan halus itu terlelap. Bermimpi berada di puncak dunia, menggenggam sabuk juara seperti Ellyas Pical pada masa jayanya.

Reza Maulana (Sukadana)


Jalan Panjang Si Raja KO

10 Juni 1987
Lahir di Simpang Dua, Ketapang, Kalimantan Barat.

1993
Mulai belajar tinju.

2000-2004
Masuk Tim Nasional Junior dan Tim Nasional Tinju Amatir.

25 Agustus 2005
Debut profesional. Menang KO di ronde pertama.

15 Juni 2006
Pertama kali bertanding di luar negeri. Menang KO atas petinju Thailand, Narong Sor Chitralada, di Singapura.

17 Mei 2007
Meraih sabuk pertama, WBO Asia-Pacific Youth, setelah menjatuhkan Reman Salim dari Filipina.

13 September 2008
Pertama kali tanding di Amerika. Mengalahkan Antonio Meza dari Meksiko di MGM Grand, Las Vegas.

10 April 2010
Kalah angka dari Celestino Caballero di Florida, Amerika.

5 Desember 2010
Memukul jatuh petinju Argentina, Damian David Marchiano, di perebutan sabuk kelas bulu WBO Asia-Pasifik di Jakarta saat pertandingan baru berjalan 19 detik.

17 April 2011
Kalah angka dari Chris John dalam perebutan sabuk kelas bulu WBA di Jakarta.

5 Mei 2012
Memperebutkan gelar juara dunia kelas bulu IBO versus Lorenzo Villanueva, di Marina Bay Sands, Singapura.

RML


Daud Yordan
Julukan Cino, The Stone Lahir Simpang Dua, Ketapang, Kalimantan Barat, 10 Juni 1987 Tinggi 170 sentimeter Berat 57,1 kilogram (kelas bulu) Jangkauan 182 sentimeter Kuda-kuda Ortodoks Rekor 28 menang (22 KO), 2 kalah Pelatih Damianus Yordan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus